Chereads / Streamer Secret / Chapter 29 - Bab 29

Chapter 29 - Bab 29

Saat mereka berdiri meninggalkan kafe, Marisa tiba-tiba menarik tangan Andi, membuatnya berhenti.

"Gue gak mau pulang, Nd. Gue ikut ke rumah lo," ucap Marisa tegas, matanya penuh dengan keseriusan.

Andi mengangkat alis, sedikit terkejut. "Hah? Lo yakin? Emang gak masalah?"

Marisa tersenyum tipis, lalu menatap Andi tajam. "Gue serius. Udah lama kita gak live streaming, Nd. Gue kangen semua itu."

Andi menghela napas, seolah mempertimbangkan. "Lo beneran yakin mau balik ke itu lagi, Ris?"

Marisa mengangguk tanpa ragu. "Lo pikir gue bisa berhenti? Gue tahu lo juga gak mungkin bisa. Udah, kita mulai lagi, Nd. Kali ini lebih gila."

Andi menatap Marisa beberapa detik, lalu mengangguk perlahan sambil tersenyum kecil. "Oke. Tapi gue gak mau lo maksa diri lo. Kalau gue lihat lo kecapean, gue stopin."

Marisa terkekeh, lalu menggenggam tangan Andi lebih erat. "Deal. Tapi jangan salahin gue kalau gue bikin lo kelelahan."

Andi hanya tertawa kecil, lalu mereka berdua berjalan menuju motornya, siap memulai sesuatu yang baru—dan penuh tantangan.

Sesampainya di rumah, Andi langsung menyalakan laptopnya, mempersiapkan perangkat untuk live streaming seperti biasa. Namun, saat dia sibuk dengan pengaturannya, Marisa tanpa ragu mulai melepaskan semua pakaiannya satu per satu.

Andi menoleh, melihat tubuh Marisa yang kini sepenuhnya terbuka di hadapannya. Napasnya tertahan sesaat, tapi alih-alih melanjutkan streaming, dia berdiri, berjalan ke arah Marisa, dan langsung memeluknya erat.

"Gue gak sudi cewek gue ditonton sama orang lain," ucap Andi tegas, tangannya bergerak mematikan kamera laptop yang sudah menyala.

Marisa mengangkat wajahnya, menatap Andi dengan tatapan bingung sekaligus tersentuh. "Nd, lo serius? Bukannya lo juga nikmatin semua ini sebelumnya?"

Andi menghela napas, memandangi wajah Marisa. "Itu dulu, Ris. Dulu gue gak peduli. Tapi sekarang... lo cewek gue. Gue gak mau ada orang lain yang liat lo kayak gini. Lo cuman buat gue, ngerti?"

Marisa tersenyum kecil, matanya berbinar. "Lo cemburu atau protektif, Nd?"

Andi terkekeh ringan, mencubit pelan dagu Marisa. "Dua-duanya. Jadi sekarang, kita gak live streaming, tapi gue tetep mau lo nemenin gue malam ini. Setuju?"

Marisa mengangguk tanpa ragu, lalu membalas pelukan Andi dengan erat.

Andi mencium bibir Marisa dengan lembut, tangan lembutnya mulai bermain dengan payudaranya.

"Eh, ini makin besar," ucap Andi, sambil memijat lembut payudaranya.

"Lah, kan lo yang servis terus," balas Marisa dengan senyum nakal.

Andi hanya terkekeh, mengeratkan pelukannya. "Tuh kan, bilangin lo juga makin sayang sama gue," katanya sambil mengecup kening Marisa.

"Sayang, mainin bawahnya juga dong, udah lama gak kamu masukin," pinta Marisa dengan suara manja, sambil merapatkan tubuhnya ke Andi.

Andi tersenyum nakal, tangannya perlahan bergerak ke bawah, menyentuh area sensitif Marisa. "Sabar dong, Cha. Pelan-pelan, gue mau nikmatin semuanya," ucap Andi sambil mencium lehernya, membuat Marisa mengerang pelan.

Dia lalu membisikkan sesuatu di telinga Marisa, "Gue bakal kasih yang lebih dari biasanya malam ini."

Marisa hanya tersenyum sambil memejamkan mata, menikmati sentuhan Andi yang semakin intens.

"Gue pingin nandain tubuh lo, Cha," ucap Andi dengan suara rendah, penuh gairah, sambil menatap Marisa yang wajahnya sudah memerah.

Terlihat jelas leher dan payudara Marisa yang mulai dipenuhi bekas ciuman Andi, membentuk jejak merah yang semakin banyak. Andi tak menghentikan aksinya, terus menelusuri tubuh Marisa dengan bibirnya, mencium, menjilat, dan menggigit lembut setiap inci kulitnya.

Marisa menggeliat tak berdaya di bawah Andi, napasnya memburu. "Mas... ahh, kamu bikin aku gila..." rintihnya pelan, tangannya meremas seprai di bawahnya.

Ketika bibir Andi mencapai bagian bawah tubuh Marisa, dia memperhatikan sejenak sebelum tersenyum nakal. "Lo udah banjir duluan, Cha. Gue baru mulai, tapi tubuh lo udah nggak sabar," goda Andi sambil memainkan jarinya di sana, membuat Marisa semakin melenguh keras.

Andi mulai menggesek-gesekkan rudalnya tepat di depan lubang Marisa, membuat wanita itu semakin gelisah. Tubuh Marisa melengkung, mencoba mendekatkan dirinya agar Andi segera masuk.

"Ah... Cepat masukin dong!" pinta Marisa dengan napas yang terengah.

Namun, Andi tersenyum licik. "Gue nggak bakal masukin, sebelum lo jawab ini." Dia berhenti sejenak, menatap mata Marisa yang penuh gairah. "Ini lubang milik siapa?" goda Andi, suaranya rendah dan provokatif.

Marisa menggigit bibirnya, tubuhnya bergetar karena frustrasi dan hasrat yang memuncak. "Punya kamu, mas... Ini punya kamu!" jawabnya dengan suara setengah berteriak, penuh kepasrahan.

Andi tertawa kecil, lalu berbisik di telinganya, "Bagus. Kalau gitu, gue bakal ambil semuanya sekarang." Tanpa ragu, dia langsung memasukkan rudalnya dengan gerakan kuat, membuat Marisa mendesah panjang sambil melingkarkan kakinya di pinggang Andi.

"Puki ku enak nggak, Mas?" goda Marisa sambil tersenyum nakal, tangannya melingkar di leher Andi.

"Iya," jawab Andi dengan napas berat. "Rasanya rudal gue kejepit banget." Dia terus menggerakkan pinggulnya dengan intens, menikmati setiap sentuhan hangat yang menggeliat di sekelilingnya.

"Kalau enak, jangan berhenti ya, Mas," bisik Marisa dengan suara menggoda, jemarinya menggaruk pelan punggung Andi. "Bikin aku nggak bisa jalan besok."

Andi hanya tersenyum licik, meningkatkan temponya, membuat Marisa menggeliat lebih liar. "Santai aja, Cha. Gue bakal bikin lo nyerah berkali-kali malam ini."

Andi tersenyum nakal sambil terus bergerak, "Gue belum puas, Cha. Tubuh lo bikin gue ketagihan."

"Ahhh... Mas, pelan-pelan dong," pinta Marisa sambil memegang bahu Andi, wajahnya merah karena sensasi yang tak kunjung berhenti.

"Gue nggak bisa Cha, lo terlalu menggoda," balas Andi sambil meremas pinggul Marisa, membuat tubuhnya semakin melekat erat.

Setiap gerakan Andi semakin dalam dan kuat, memaksa Marisa menggeliat tak berdaya. "Mas... kamu kayak nggak ada capeknya," gumamnya di antara erangan.

"Aku baru mulai, Cha," jawab Andi, matanya penuh dengan rasa kepuasan. "Lo bakal gue bikin nggak lupa sama malam ini."

Marisa hanya bisa mengerang lebih keras, tubuhnya memanas seiring gerakan Andi yang tak menunjukkan tanda-tanda melambat.

Andi menatap Marisa sambil tersenyum kecil, "Lo serius nggak pakai KB, Cha?" tanyanya, meskipun dia sudah tahu jawabannya.

"Iya, Mas. Jadi kalau nanti hamil, kamu harus tanggung jawab," jawab Marisa dengan nada menggoda, sambil mengusap dada Andi.

Andi menarik napas panjang, lalu berkata, "Kalau gitu, gue harus pastiin benih gue tertanam sempurna di tubuh lo."

Senyuman nakal di wajah Marisa berubah menjadi erangan pelan ketika Andi kembali menghujani tubuhnya dengan hasrat yang tak tertahan. "Mas... kamu bener-bener nggak bisa ditahan," bisiknya sambil memeluk erat tubuh Andi.

"Lo yang bikin gue nggak bisa berhenti, Cha," jawab Andi sambil mempercepat gerakannya. "Kalau nanti lo hamil, berarti itu udah takdir."

Marisa hanya bisa pasrah dalam pelukan Andi, tubuhnya terus menerima gelombang demi gelombang kenikmatan. "Kalau gitu, mas... bikin aku punya anak yang mirip kamu," ucapnya di sela desahan, memandang Andi dengan mata berbinar.

Andi menghentakkan tubuhnya untuk terakhir kalinya, membiarkan cairan hangatnya memenuhi tubuh Marisa. Dia menarik napas dalam, menatap wajah Marisa yang memerah dan tersenyum puas.

"Lo tahu kan, Cha, kalau gue udah nggak peduli lagi? Kalau nanti lo hamil, itu artinya lo bener-bener jadi milik gue seutuhnya," ucap Andi dengan nada penuh kepastian.

Marisa tersenyum kecil, mengusap pipi Andi dengan lembut. "Aku nggak peduli, Mas. Aku udah siap kalau itu terjadi. Yang penting, aku bisa terus sama kamu."

Andi mencium Marisa sekali lagi, kali ini lebih lembut, seolah ingin menenangkan perasaan di antara mereka. "Kalau gitu, mulai sekarang lo nggak usah mikirin yang lain. Lo cuma fokus jadi cewek gue, dan gue bakal jagain lo," ucap Andi.

Marisa hanya mengangguk, membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan Andi. Malam itu, mereka berdua merasa lebih dekat daripada sebelumnya, tanpa ada rasa ragu atau takut akan masa depan.