Chereads / Streamer Secret / Chapter 21 - Bab 21

Chapter 21 - Bab 21

Dian terdiam mendengar permintaan Andi. Tatapan matanya bertemu dengan mata Andi yang penuh ketegasan. "Tapi, mas... dia suami saya," ucap Dian dengan suara pelan, seperti sedang bergulat dengan pikirannya sendiri.

Andi mengelus pipinya lembut, membuat Dian sedikit tenang. "Aku tahu dia suamimu, tapi aku juga tahu kalau dia tidak memberikan perhatian yang pantas untukmu. Bukankah aku yang selalu ada untukmu selama ini?"

Dian menunduk, pikirannya berkecamuk. Ia tahu apa yang dikatakan Andi benar, namun perasaannya bercampur aduk. "Tapi bagaimana kalau dia tahu? Bagaimana kalau orang-orang di desa ini tahu, mas?"

Andi menarik Dian lebih dekat, tangannya melingkari pinggang wanita itu. "Kita akan merahasiakannya. Tidak ada yang perlu tahu apa yang terjadi di antara kita. Tapi kamu harus jujur pada dirimu sendiri, Dian. Siapa yang sebenarnya membuatmu merasa hidup lagi?"

Dian terdiam sejenak, lalu dengan suara pelan ia menjawab, "Kamu, mas. Hanya kamu..."

Andi tersenyum puas, lalu mengecup bibirnya dengan lembut. "Kalau begitu, berjanjilah padaku. Mulai sekarang, biarkan lubangmu hanya menjadi milikku. Aku akan memberimu apa yang tidak pernah dia berikan."

Dian akhirnya mengangguk perlahan, menyerahkan dirinya sepenuhnya pada Andi. "Aku janji, mas. Hanya kamu."

Andi tersenyum mendengar erangan manja Dian. Dengan kedua tangannya, ia memegang erat pinggang wanita itu, sementara ia semakin memperdalam dorongannya. Tubuh Dian melengkung sempurna, menahan sensasi yang baru pertama kali dirasakannya.

"Mas... ah... lebih cepat lagi," pintanya dengan suara yang hampir berbisik, namun penuh gairah.

Andi menuruti permintaan itu. Setiap gerakan semakin kuat, dan suara tamparannya di bokong Dian bercampur dengan desahan penuh nikmat yang terus memenuhi ruangan. Bokong Dian yang merah karena tamparan membuat Andi semakin bergairah.

"Kamu benar-benar milikku sekarang, Dian," ucap Andi sambil menarik rambutnya dengan lembut, membuat wanita itu menoleh sedikit ke arahnya. "Hanya aku yang bisa memberimu kenikmatan seperti ini."

Dian hanya bisa mengangguk, kehilangan kata-kata. Tubuhnya sepenuhnya menyerah pada sentuhan Andi. "Iya, mas... hanya kamu," jawabnya di antara desahannya.

Ketika Andi semakin mendekati puncaknya, ia meremas bokong Dian lebih keras, sementara wanita itu terus bergetar di bawahnya. Dian pun akhirnya mencapai puncaknya, tubuhnya gemetar hebat, membuat Andi semakin tidak bisa menahan dirinya.

Dengan satu dorongan terakhir, Andi pun mencapai klimaksnya. Ia mencabut Rudalnya, lalu membiarkan cairan hangatnya mengalir di punggung Dian. Dian hanya terdiam, tubuhnya masih lemas setelah gelombang kenikmatan yang begitu intens.

Andi kembali mendekatkan tubuhnya ke Dian yang masih terengah-engah. Matanya menyala penuh gairah, sementara tangannya membelai tubuh wanita itu dengan lembut.

"Mas, aku masih lelah," ucap Dian pelan, namun tidak ada tanda ia menolak.

Andi tersenyum kecil, lalu membalikkan tubuh Dian hingga terlentang di hadapannya. "Ini untuk memastikan kamu benar-benar milikku," bisiknya dengan nada menggoda.

Dia meraih kedua kaki Dian dan menekuknya hingga lutut wanita itu hampir menyentuh dadanya. Dengan gerakan perlahan namun pasti, Andi kembali memasukkan Rudalnya ke dalam lubang milik Dian, membuat wanita itu mendesah keras.

"Mas... ahhh... pelan dulu," pinta Dian, tubuhnya yang masih sensitif mencoba menyesuaikan kembali.

"Tidak, aku ingin kamu merasakan semuanya," jawab Andi dengan senyum penuh keyakinan. Ia mulai menggerakkan tubuhnya dengan ritme yang semakin cepat, membuat Dian kehilangan kendali atas tubuhnya.

"Ahh... mas, ini terlalu dalam!" jerit Dian, namun di wajahnya terpancar kenikmatan yang tak bisa ia sembunyikan.

"Ini baru permulaan," ucap Andi sambil terus bergerak, semakin dalam dan kuat. Tubuh Dian yang semula menegang perlahan mulai menyerah pada kenikmatan. Andi mempercepat gerakannya, sementara kedua tangannya meremas pinggul Dian dengan penuh gairah.

Dian terus mendesah, tubuhnya melengkung, menahan sensasi luar biasa yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Mas... ahhh... aku tidak kuat lagi!"

Namun, Andi tidak berhenti. "Aku akan memastikan lubangmu hanya cocok untuk Rudal milikku," ucapnya dengan nada rendah namun penuh gairah.

Tubuh Dian semakin gemetar, hingga akhirnya ia mencapai puncaknya dengan jeritan lembut. Namun, Andi belum selesai. Ia terus menggerakkan tubuhnya hingga akhirnya mencapai klimaksnya sekali lagi, membanjiri lubang Dian dengan kehangatan miliknya.

Keduanya terdiam, napas mereka berat, tubuh mereka berkeringat, namun penuh dengan kepuasan. Andi menarik tubuh Dian ke dalam pelukannya, mengecup keningnya dengan lembut.

"Kamu benar-benar milikku sekarang," bisik Andi.

Dian hanya tersenyum, wajahnya memerah. "Iya, mas. Aku milikmu."

Ketika Dian berdiri memunggungi Andi, tubuhnya terlihat begitu memikat di bawah cahaya remang-remang pagi. Lekukan pinggulnya yang menggoda dan cara kulitnya bersinar membuat Andi tidak bisa menahan diri.

Saat Dian bersiap melangkah keluar untuk memastikan suaminya sudah kembali dari berburu, Andi mendekatinya dari belakang dengan langkah pelan. Sebelum Dian sempat bereaksi, Andi merangkul pinggangnya dan berbisik, "Mau ke mana sepagi ini? Aku belum selesai denganmu."

"Mas, aku hanya ingin memeriksa Jaki..." ucap Dian dengan nada gugup, namun ia tak melawan.

Andi menarik tubuhnya lebih dekat, lalu tanpa banyak basa-basi, ia mengangkat sedikit kain yang Dian gunakan untuk menutupi tubuhnya. "Kamu terlalu menggoda untuk dibiarkan pergi begitu saja," gumamnya.

Dian tersentak kecil ketika merasakan kehangatan tubuh Andi mendekat. "Mas... ini sudah pagi," bisiknya, namun desahannya mengkhianati apa yang sebenarnya dirasakannya.

"Biarkan pagi ini menjadi milik kita," jawab Andi sambil perlahan memasukkan Rudalnya ke dalam lubang milik Dian yang masih hangat dari malam sebelumnya.

Dian menggigit bibirnya, mencoba menahan suara yang ingin keluar dari mulutnya. Tangan Andi dengan cekatan meraih pinggul Dian, memastikan ia tidak bergerak terlalu jauh. Gerakan Andi perlahan namun penuh kontrol, membuat tubuh Dian bergetar di setiap hentakannya.

"Mas... ahhh... jangan terlalu keras," ucap Dian dengan suara serak. Namun Andi hanya tersenyum dan semakin mendekap tubuh Dian, menyesuaikan gerakannya dengan ritme yang membuat wanita itu kehilangan kendali.

Desahan Dian semakin jelas terdengar, tubuhnya melengkung mengikuti gerakan Andi. "Mas... ahh... ini terlalu enak... aku nggak kuat..."

Namun, Andi tidak berhenti. Ia terus mendorong dirinya, memastikan Dian merasakan kenikmatan di setiap gerakannya. Tangan kirinya meremas lembut pinggang Dian, sementara tangan kanannya memeluk tubuhnya erat, seolah tidak ingin melepaskannya.

Hingga akhirnya, tubuh Dian gemetar hebat saat mencapai puncaknya. Nafasnya terengah, namun wajahnya memancarkan kepuasan yang mendalam. Andi juga tak lama kemudian menyusul, mengisi Dian dengan kehangatan miliknya sekali lagi.

Keduanya terdiam sejenak, membiarkan tubuh mereka tenang. Andi memeluk Dian dari belakang, mengecup lembut bahunya. "Kamu tidak perlu ke mana-mana pagi ini. Tetap di sini denganku," bisiknya.

Dian hanya mengangguk, tubuhnya masih lemas setelah apa yang baru saja mereka lakukan. "Iya, mas. Aku milikmu," jawabnya dengan suara pelan namun penuh kepastian.

Ketika Dian melangkah keluar dari kamar Andi untuk menemui suaminya, langkahnya terasa sedikit goyah. Cahaya pagi yang lembut menyinari tubuhnya, memperlihatkan jejak malam penuh gairah yang baru saja ia lalui.

Saat ia berjalan menuju area tempat suaminya biasanya kembali dari berburu, ada sesuatu yang tak bisa disembunyikan. Cairan hangat yang ditinggalkan oleh Andi masih perlahan menetes dari lubang miliknya, meninggalkan jejak yang tak terbantahkan. Setiap langkahnya membuatnya mengingat kembali momen intens yang baru saja terjadi.

Dian menggigit bibir bawahnya, mencoba menenangkan rasa bersalah yang perlahan muncul dalam dirinya. Namun, perasaan itu bercampur dengan rasa puas yang tak pernah ia dapatkan dari suaminya. Ia hanya berharap Jaki tidak menyadari sesuatu yang aneh padanya pagi ini.

Ketika ia sampai di area lapangan tempat para pria biasanya berkumpul setelah berburu, ia melihat Jaki dari kejauhan. Suaminya tampak sibuk memeriksa hasil tangkapan bersama pria-pria lain. Dian menarik napas panjang, mencoba menenangkan debaran di dadanya.

Namun, dalam hatinya, bayangan Andi masih terus bermain. Sentuhan dan desahan yang ia rasakan tadi malam seolah membekas kuat. Dian pun berusaha mengendalikan dirinya, memastikan tak ada satu pun yang mencurigai apa yang telah terjadi.

"Selamat pagi, sayang," sapa Jaki dengan senyuman ketika melihat Dian mendekat.

"Selamat pagi," jawab Dian dengan suara lembut, mencoba bersikap seperti biasa.

Namun, tatapan hangat suaminya justru membuatnya semakin teringat apa yang telah ia lakukan. Dian hanya berharap rahasianya tetap tersembunyi di balik gelapnya malam sebelumnya.