Chereads / Streamer Secret / Chapter 3 - Bab 3

Chapter 3 - Bab 3

Singkat cerita, mereka pun akhirnya pergi dengan menaiki mobil.

"Lo bisa nyetir nggak, D?" tanya Tiara.

Andi tertawa kecil. "Boro-boro mau nyetir, mbak. Motor aja sering mogok," jawab Andi, mencoba bercanda.

Tiara hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum, merasa cukup terhibur dengan jawaban Andi.

Singkat cerita, mereka pun akhirnya pergi dengan menaiki mobil.

"Lo bisa nyetir nggak, D?" tanya Tiara.

Andi tertawa kecil. "Boro-boro mau nyetir, mbak. Motor aja sering mogok," jawab Andi, mencoba bercanda.

Tiara hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum, merasa cukup terhibur dengan jawaban Andi.

Tiara menatap Andi dengan senyum menggoda, sambil melangkah lebih dekat. "Apa lo liat-liat? Mau nyicip? Bukannya lo udah sering lihat, bagian mana lagi yang belum?" goda Tiara, matanya penuh dengan tantangan.

Andi mencoba mengalihkan pandangannya, tapi sulit menahan tatapannya dari lekukan tubuh Tiara yang semakin jelas. "Ya, udah sering lihat sih, tapi nggak bisa dilihat terus-terusan juga, kan?" jawab Andi, mencoba terdengar santai, meski suara dari dalam hatinya sedikit bergetar.

Tiara mengerlingkan matanya sambil mendekat, berdiri tepat di samping Andi. "Hmm, jadi lo udah puas dengan apa yang lo lihat, D?" tanyanya, suaranya lembut, tapi penuh godaan.

Andi merasa jantungnya berdetak lebih kencang, mencoba menahan diri. "Puas sih... tapi siapa yang bisa puas kalau pemandangan kayak gini?" jawab Andi, sambil melirik Tiara yang berdiri begitu dekat.

Tiara tersenyum puas, mendekatkan wajahnya sedikit. "Berarti lo pengen lihat lebih, ya?" bisiknya, dengan suara yang hampir memudar.

Andi menggigit bibir bawahnya, menghela napas. "Gimana ya, Ti... Kadang, hal-hal yang dilarang justru lebih menggoda, bukan?"

Tiara menatapnya dengan mata yang penuh gairah. "Hmm, lo emang ngerti banget sih, D. Tapi, lo yakin bisa tahan?"

Andi merasakan tensi di antara mereka meningkat. "Nggak tahu, Ti... tapi rasanya udah terlalu jauh untuk mundur sekarang."

Mereka terdiam sejenak, saling menatap, seolah-olah dunia di sekitar mereka berhenti berputar. Tiara mengangkat alisnya, dan Andi merasa hatinya berdebar kencang. Suasana semakin intens, penuh godaan yang sulit mereka abaikan.

Setelah sampai di mall, Andi menemani Tiara berjalan sambil mengikuti kebiasaan belanjanya. Tiara menggandeng tangan Andi dengan mesra, seolah-olah mereka memang sepasang kekasih.

Andi sedikit terkejut dengan sikapnya, tapi dia hanya membiarkan semuanya mengalir. Mereka berdua melangkah perlahan, menikmati suasana mall yang ramai.

Tiara melirik Andi dengan senyum menggoda. "Senang kan, lo? Kapan lagi coba punya cewek cantik kaya gue?" ucap Tiara sambil merangkul lengannya.

Andi menggelengkan kepala, berusaha tetap santai meski jantungnya berdegup lebih kencang. "Gue nggak tahu, Ti. Tapi gue nggak bisa menolak yang udah ada di depan gue," jawab Andi, sedikit tersenyum.

Tiara mempererat genggamannya. "Mmm, mungkin lo emang udah ketakutan ya? Sama apa yang gue tawarin," bisiknya dekat di telinga Andi.

Andi menarik napas dalam-dalam, berusaha mengontrol diri. "Ketakutan sih enggak, tapi ini beda dari yang biasa gue hadapi," ujarnya perlahan.

Tiara melepaskan genggamannya, menatap Andi dengan senyuman penuh arti. "Jadi lo nggak siap?" tanyanya.

Andi menghela napas, menatap Tiara dengan penuh perasaan yang sulit dijelaskan. "Siap atau nggak, yang jelas… gue merasa beda sama lo."

Bahkan saat menonton di bioskop pun, Tiara memeluk Andi dengan mesra. Mereka duduk berdampingan, dengan ruang di sekitar mereka yang terasa begitu dekat.

Andi tidak tahu harus berbuat apa, hanya membiarkan dirinya tenggelam dalam momen itu. Tiara menyandarkan kepalanya di bahu Andi, tangan mereka saling berpegangan. Suasana bioskop yang gelap membuat semuanya terasa lebih intens.

Tiara melirik Andi dengan senyum lembut. "Enak nggak, D?" bisiknya pelan.

Andi menoleh ke arahnya, mencoba menahan detak jantung yang semakin kencang. "Enak banget," jawabnya, suaranya hampir tercekat.

Tiara menutup mata, seolah menikmati setiap detik kebersamaan mereka. "Kamu tahu, rasanya beda sama yang lain. Lebih… intens."

Andi menghela napas, mencoba menenangkan diri. "Tiara, kita nggak bisa terus begini," ucapnya pelan.

Tiara membuka matanya, menatap Andi penuh arti. "Kenapa nggak? Kita udah terlalu jauh, D. Kita udah melewati batas."

Andi menelan ludah, sulit untuk mengalihkan pandangan dari matanya yang penuh gairah. "Mungkin memang udah terlambat," jawabnya dengan lembut.

Di dalam ruangan yang gelap itu, suasana semakin intim. Tiara mendekatkan wajahnya, dan tanpa ragu, mereka akhirnya berciuman dengan mesra. Tiara memainkan lidahnya dengan sangat lihai, membuat Andi semakin terhanyut dalam momen itu.

Beberapa detik kemudian, Tiara perlahan melepas ciumannya, sambil tersenyum penuh arti. "Eh, lo pertama kali ciuman ya?" ledeknya dengan nada menggoda.

Andi yang masih sedikit terkejut hanya bisa menelan ludah. "Eh… ya… mungkin," jawabnya dengan canggung, mencoba menyembunyikan rasa malunya.

Tiara tertawa kecil, matanya memancarkan keusilan. "Pantes aja lo kaku banget. Tapi nggak apa-apa, gue suka ngajarin yang polos-polos kayak lo," katanya sambil mengusap pipi Andi lembut.

Andi hanya tersenyum tipis, mencoba menguasai dirinya lagi. "Ya udah, kalau lo mau ngajarin, jangan setengah-setengah dong," balasnya dengan nada bercanda, meski hatinya masih berdebar kencang.

Tiara mengerling genit. "Hmm, siapa tahu gue mau ngajarin lebih nanti. Tapi inget, ini cuma pelajaran khusus ya," godanya sambil kembali bersandar di bahunya.

Andi merasa dirinya semakin tenggelam dalam pesona Tiara, meski di kepalanya penuh dengan pertanyaan tentang apa yang sebenarnya sedang terjadi di antara mereka.

Setelah hari itu, selama beberapa bulan Andi dan Tiara tidak bertemu. Andi memutuskan untuk pindah dari kosnya, mencari kontrakan yang lebih murah agar bisa menghemat uang. Selain itu, dia juga sibuk mempersiapkan diri untuk ujian akhir semester, mencoba fokus pada masa depannya.

Di sisi lain, Tiara merasa kehilangan. Malam-malamnya terasa lebih sepi tanpa Andi yang selalu hadir dengan candaan dan sikap santainya. Dia merindukan pemuda itu—seseorang yang entah kenapa berhasil membuatnya tertawa dan merasa nyaman, meski hidupnya penuh dengan kesepian.

Tiara sering memandangi nomor kontak Andi di ponselnya, ragu untuk menghubunginya. "Apa kabar dia sekarang, ya?" gumamnya sambil memainkan layar ponselnya.

Suatu malam, Andi dan teman-temannya tampil di sebuah kafe, mengisi acara live music yang dipenuhi suasana hangat dan intim. Saat itu, Andi memutuskan untuk membawakan sebuah lagu yang penuh emosi, suaranya terdengar serak namun dalam.

"Sudahlah... Hari ini aku kalah... Kehilangan mahkota... Kau dan dia pemenangnya..."

Lirik itu mengalun lembut, menyentuh hati setiap orang yang mendengarkan. Andi menyanyi dengan penuh penghayatan, seolah mencurahkan perasaannya ke dalam lagu.

Tanpa Andi sadari, di sudut ruangan, Tiara duduk sendiri sambil memperhatikannya dengan tatapan penuh rindu. Malam itu, Tiara terlihat berbeda—lebih sederhana, tanpa riasan mencolok seperti biasanya. Dia mengenakan sweater tipis dan jeans, mencoba tidak menarik perhatian siapa pun.

Saat lagu selesai, Andi menutup penampilannya dengan senyum kecil ke arah penonton. Tepuk tangan meriah memenuhi ruangan, tapi Tiara hanya tersenyum lembut, merasa seolah lagu itu ditujukan untuknya.

Dia ingin mendekati Andi, tapi ragu. Sudah berbulan-bulan mereka tak bertemu, dan dia tidak tahu bagaimana Andi akan bereaksi. Namun, di dalam hatinya, dia tahu malam itu bukanlah kebetulan.