"Sepertinya kamu harus mencuci sprei ini sekarang," ucap Andi sambil mengejek, memeluk Tiara dengan santai namun penuh godaan.
Tiara meliriknya dengan tatapan tajam, tapi bibirnya sedikit menyunggingkan senyum. "Heh, itu kan juga salah kamu, karena menggoda aku," balas Tiara dengan suara lembut, namun penuh tantangan.
Andi hanya tersenyum, memeluknya lebih erat. "Kalau gitu, siapa yang bisa tahan?" katanya sambil mencium puncak kepala Tiara.
Tanpa menunggu waktu lama, Andi pun langsung memasukkan rudalnya yang besar ke dalam lubang Tiara yang sudah sangat basah.
"Ah, lihatlah ini begitu mudah," ucap Andi dengan senyum menggoda, sambil meliriknya penuh hasrat.
Tiara menggigit bibir bawahnya, napasnya terengah-engah, merasakan sensasi yang begitu kuat. "Jangan terlalu percaya diri," balasnya lirih, matanya berkilat dengan gairah yang membara.
Andi menatapnya dengan senyum nakal. "Percaya deh, ini nggak sesulit yang kamu kira," jawabnya sambil memperdalam gerakannya, membuat Tiara berdesah lebih keras.
Tiara menoleh, matanya menyipit penuh godaan. "Jangan sok tahu, Andi. Kamu tahu aku nggak gampang begitu aja menyerah," katanya dengan suara berbisik, tangannya meraih bahu Andi, menggenggam erat.
Andi menahan senyum, mempercepat gerakan tubuhnya. "Oh, aku suka tantangan. Tapi yang ini... sudah selesai dari tadi."
Tiara menggigit bibirnya, mencoba menahan diri, tetapi desahannya semakin keras. "Jangan sombong. Aku bisa lebih dari ini, kamu tahu itu."
Andi memperdalam gerakannya lebih intens. "Coba aja, kalau berani."
Tiara menatapnya dengan penuh gairah. "Kalau begitu, ayo buktikan siapa yang lebih kuat," balasnya penuh tantangan.
Mereka kembali tenggelam dalam hasrat yang semakin membara, saling melengkapi dalam kenikmatan yang tak terhindarkan.
Akhirnya tubuh indah yang menggoda aku setiap hari, menjadi milikku," ucap Andi dengan penuh kebanggaan, matanya penuh hasrat yang terpenuhi.
Tiara hanya terkekeh, menanggapinya dengan senyum nakal. "Apakah itu enak?" tanyanya sambil mendekat, matanya penuh tantangan.
Andi menatapnya, senyum lebar terpampang di wajahnya. "Tentu saja enak. Sangat enak."
Tiara mendekatkan wajahnya ke Andi, bibirnya membentuk senyum penuh godaan. "Jadi, kamu yakin bisa terus begini?"
Andi menggenggam pinggangnya dengan lembut. "Selama kamu ada, aku nggak akan pernah bosan."
Tiara menyilangkan kedua kakinya, memeluk Andi dengan erat. Lubang itu bagaikan penyedot debu, seolah siap melahap apa saja yang mendekatinya.
"Aku sudah lama tidak melakukan ini," ucap Tiara dengan suara lirih, napasnya terengah-engah.
Andi menatapnya, senyum penuh godaan muncul di wajahnya. "Tentu saja, lubangmu akan menjadi tempat aku mengeluarkannya setiap saat," jawab Andi dengan suara penuh keyakinan.
Tiara menggigit bibirnya, menatap Andi dengan senyum penuh tantangan. "Kalau begitu, jangan pernah berhenti," bisiknya pelan.
Andi menggenggam pinggangnya lebih erat, memperdalam gerakannya. "Aku nggak akan pernah berhenti," balasnya dengan desahan penuh hasrat.
Andi mulai mempercepat gerakannya, menariknya keluar masuk dengan keras, membiarkan setiap gesekan membakar hasrat mereka. Rudal miliknya berhasil mencapai bagian terdalam, meremas setiap titik yang membara.
Tiara hanya bisa mengerang, desahannya semakin jelas terdengar, membaur dengan gemuruh hasrat yang semakin memuncak. "Ahh... Andi," desahnya dengan suara terengah-engah.
Andi mendengar suaranya dan semakin memperdalam gerakan, menatapnya dengan penuh gairah. "Kamu suka, kan?" tanyanya dengan suara penuh hasrat, tersenyum nakal.
Tiara menggigit bibirnya, matanya terpejam dengan sensasi yang membara. "Sangat," jawabnya lirih, suaranya bergetar.
Hingga akhirnya, cairan cinta yang penuh kehangatan mengalir deras, mengisi seluruh tubuhnya dengan sensasi yang tak terlukiskan. "Ahh... Andi!" jerit Tiara, merasakan puncak kenikmatan yang tak terbayangkan.
Andi menarik napas dalam-dalam, menatapnya penuh gairah. "Kamu milikku," bisiknya lembut, sementara mereka saling menatap penuh cinta dan hasrat.
Sekarang kamu nggak perlu mengintip aku lagi, kan?" ucap Tiara dengan senyum menggoda, matanya penuh kepuasan. Tubuhnya sangat lemah, hingga terbaring di pelukan Andi, yang kini memeluknya erat.
Andi menatapnya dengan senyum tenang. "Oh, aku nggak bisa janji kalau akan berhenti memperhatikanmu," jawabnya santai, tangannya melingkar di pinggang Tiara.
Tiara terkekeh lembut, memiringkan kepalanya ke arah Andi. "Kamu memang selalu tahu cara membuatku lemah," ujarnya sambil menatapnya penuh makna.
Andi membalas tatapannya, bibirnya membentuk senyum kecil. "Kamu yang bikin aku nggak bisa tahan."
Keduanya terdiam sejenak, hanya suara desahan lembut yang terdengar di antara mereka. Tiara merangkul Andi lebih erat, merasakan kehangatan yang sekarang melingkupi mereka berdua.
"Aku suka begini," bisiknya, dengan suara lembut.
Andi mengeratkan pelukannya, "Dan aku juga."
Mereka berdua terlelap dalam suasana penuh kedamaian, membiarkan kenikmatan malam itu terus terngiang di hati.
Ketika Tiara sudah tertidur dalam pelukannya, Andi tetap tidak beranjak. Dia menatap langit-langit dengan senyum kecil di wajahnya, memeriksa ponselnya untuk melihat hasil yang telah mereka peroleh selama streaming tadi.
Dengan tenang, dia membuka aplikasi dan menemukan angka yang mengejutkan. "15 juta," ucapnya dengan suara lembut, membacakan jumlah yang tertera di layar.
Andi terdiam sejenak, mengamati angka tersebut dengan penuh kepuasan. "Semua ini sepadan," bisiknya pelan, lalu kembali menatap Tiara yang tertidur dengan damai di pangkuannya.
Dia tahu bahwa malam ini bukan hanya tentang gairah, tetapi juga tentang keberhasilan mereka dalam meraih sesuatu yang lebih besar. Andi menutup aplikasi dan meletakkan ponselnya di samping, kembali memeluk Tiara dengan lembut, menikmati malam yang terasa begitu sempurna.
Ketika pagi tiba, Tiara sudah menyiapkan sarapan untuknya. Ada pancaran kebahagiaan yang terpancar dari senyumnya, terlihat jelas di wajahnya yang segar.
"Woy, bangun! Nanti makanannya dingin," teriak Tiara sambil menggoyangkan Andi yang masih terbaring.
Andi mengerjap-ngerjap, masih setengah sadar. "Eh, tumben lo masak?" tanya Andi dengan senyum nakal, menggodanya.
Tiara hanya tertawa kecil, matanya bersinar. "Itu kan wajar, aku kan udah punya suami sekarang," jawabnya sambil menggoda, dengan senyum penuh makna.
Andi menatapnya, tertawa. "Suami? Berarti aku juga harus dapat hak-hak seorang suami dong?"
Tiara mendekat, tangannya menyentuh pipi Andi lembut. "Tentu, tapi jangan harap aku akan melayani sepenuhnya," sahut Tiara sambil tersenyum menggoda.
Andi hanya tertawa dan menggelengkan kepala, merasa pagi ini terasa lebih indah dari biasanya.
Dengan duduk di pangkuannya, Tiara menceritakan pengalamannya selama ini. Matanya tampak sendu, tapi senyum tipis tetap menghiasi bibirnya.
"Orang-orang itu hanya ingin menikmati tubuhku, bukan mencintai aku," ucap Tiara, suaranya lembut namun penuh makna.
Andi menatapnya dengan penuh perhatian, mendengar setiap kata yang keluar dari mulutnya. "Kenapa kamu berpikir begitu?" tanyanya dengan lembut, tangannya merangkul pinggang Tiara.
Tiara mendongak, menatap Andi dalam-dalam. "Karena aku tahu, mereka hanya melihat apa yang ada di luar. Tidak peduli siapa aku sebenarnya, yang mereka inginkan hanyalah tubuhku. Tidak pernah ada yang peduli dengan perasaan atau jiwaku."
Andi menggenggam tangannya dengan lembut, mencoba memberikan ketenangan. "Tapi aku berbeda, Tiara. Aku peduli denganmu. Aku tidak hanya ingin tubuhmu, aku ingin kamu sepenuhnya."
Tiara tersenyum, air matanya mengalir perlahan. "Terima kasih, Andi. Aku tahu kamu berbeda."
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati momen kehangatan dan saling percaya yang baru saja tercipta.