Malam menyelimuti rumah tua itu dengan sunyi. Suara jangkrik ramai bersahutan di luar, tetapi bagi mereka bertiga, suasana terasa tegang seperti bom waktu yang akan menunggu meledak.
Sellena memandang dokumen yang masih tergeletak di atas meja tua di hadapannya. Pikirannya penuh dengan bayangan Adrian dan ancamannya. Ia tahu mereka hanya punya sedikit waktu untuk bertindak dalam hal ini.
"Aku harap kita tidak menyesal dalam mengambil langkah ini," ucap Dika, memecah keheningan sambil terus mengetik. Tangannya sibuk memasukkan data-data penting ke jaringan anonim.
"Kita tidak punya pilihan lain," balas Arya dengan nada berat. "Setiap detik, Adrian makin dekat dengan kita. Jika kita diam, semua orang yang tahu soal ini pasti akan disingkirkan, dan kejahatannya akan terus berlanjut."
Sellena hanya terdiam. Ada konflik dalam dirinya—takut untuk melanjutkan, tapi juga terlalu terlambat untuk mundur lagi. Matanya mulai menatap purnama yang tergantung di langit. Cahaya itu begitu terang, tetapi rasanya seperti menusuk hati. Ia teringat Nolan, senyum dan pengorbanannya yang terus membayang di pikirannya.
"Apa selanjutnya setelah ini?" tanya Sellena akhirnya.
Arya menarik napas panjang. "Jika dokumen ini menyebar dengan cukup luas, Adrian akan kehilangan kontrol. Tapi kita tahu dia tidak akan menyerah tanpa perlawanan."
Malam semakin larut. Mereka tahu bahwa di luar sana, Adrian dan anak buahnya sedang berusaha untuk mencari dan menemukan mereka. Dika bekerja sangat keras, ia menyusup ke berbagai platform untuk mendistribusikan dokumen-dokumen itu ke banyak jaringan.
Namun, saat pekerjaan hampir selesai, tiba-tiba alarm di laptop Dika berbunyi. Matanya membelalak. "Sial, seseorang melacak kita!"
"Secepat itu?!" Arya berdiri dengan wajah yang sangat serius.
"Mereka menggunakan sistem pengacau sinyal, ini canggih sekali. Mereka pasti sudah dekat," ujar Dika dengan panik.
Sellena merasakan darahnya membeku seketika dan jantungnya hampir copot. Dia memegang tangan Arya. "Kita harus pergi sekarang!"
Arya mengangguk. "Dika, ambil semua datanya, kita lakukan sisanya nanti!"
Mereka segera berkemas dan meninggalkan rumah tua itu. Dalam perjalanan keluar, lampu-lampu mobil terlihat di kejauhan. Arya tahu itu bukan tanda yang baik.
"Kita harus berpisah," ucap Arya tiba-tiba sambil menghentikan mobil di persimpangan kecil.
"Tunggu, apa maksudmu?" tanya Sellena.
"Mereka pasti mengikuti mobil kita. Sellena, kau dan Dika ambil jalan kecil ini, aku akan mengalihkan perhatian mereka," jelas Arya dengan tegas.
"Dan kalau mereka menangkapmu?!" suara Sellena gemetar.
Arya menatapnya dengan penuh keyakinan. "Aku sudah siap untuk semua inj. Yang terpenting, dokumen ini harus sampai di tangan yang tepat. Aku percaya padamu, Sellena."
Sellena ingin sekali membantah, tetapi ia tahu Arya benar. Ia menggenggam tangan Arya sejenak sebelum akhirnya melangkah pergi bersama Dika.
Mobil Arya melaju ke arah berlawanan, dengan lampu-lampu mobil yang mendekat mengejarnya. Sementara itu, Sellena dan Dika melangkah dengan cepat di tengah kegelapan malam, hanya ditemani cahaya purnama yang seolah menjadi petunjuk jalan mereka berdua.
Sellena tahu, ini belum berakhir. Perjalanan mereka baru saja dimulai, dan cakrawala yang mereka tuju kini tampak retak oleh banyaknya ancaman. Namun di hatinya, ia bertekad bahwa apa pun yang terjadi, kebenaran harus terungkap.
-------