Pertarungan di gudang Adrian berubah menjadi kekacauan besar. Anak buah Adrian, yang awalnya tampak memegang semua kendali, segera panik ketika menyadari siaran langsung semua kejahatan Adrian sudah menyebar ke seluruh penjuru. Sirene polisi yang semakin mendekat menambah ketegangan di antara mereka.
"Serang mereka sekarang!" teriak Adrian kepada anak buahnya.
Sellena, Arya, dan Dika bergerak dengan sangat cepat. Mereka berlindung di balik peti kayu besar di dalam gudang itu, mencoba untuk menemukan jalan keluar sambil tetap mempertahankan dokumen penting yang mereka bawa.
"Dika, ada cara untuk mengalihkan perhatian mereka?" Arya bertanya sambil menembakkan peluru untuk melindungi posisi mereka.
"Beri aku satu menit!" Dika membuka laptopnya dan mulai mengetik dengan sangat lihai dan cepat. "Aku akan mematikan semua lampu di gedung ini."
Selama beberapa detik yang terasa seperti seabad itu, suara ketikan Dika dan tembakan dari arah penjaga Adrian memenuhi udara. Tiba-tiba, seluruh gudang menjadi gelap gulita.
"Sekarang!" teriak Arya.
------
Kegelapan yang Membantu
Di tengah kegelapan itu, mereka hanya menggunakan senter kecil yang sudah disiapkan sebelumnya. Sellena merasa adrenalinnya berdesir dalam nadinya ketika ia mengikuti Arya menyelinap di antara lorong-lorong gudang sempit itu.
"Mereka pasti ke arah ini!" suara salah satu penjaga Adrian bergema.
Arya menarik Sellena ke salah satu ruangan kecil di sisi gudang, sementara Dika mengunci pintu dari dalam. Mereka terdiam, mencoba menahan napas, mendengarkan suara langkah kaki para penjaga yang semakin dekat.
"Kita harus keluar sebelum semua polisi datang, atau kita semua akan tertangkap begitu saja oleh Adrian," bisik Arya dengan tegas.
"Tapi bagaimana caranya? Semua pintu utama dijaga," jawab Sellena, matanya penuh dengan kekhawatiran.
Dika tersenyum kecil meskipun dalam kondisi yang tegang. "Kalian lupa aku jago dalam hal ini?" Ia mengeluarkan ponsel kecil dari tasnya dan menunjukkan denah beberapa gedung. "Ada pintu keluar darurat di belakang. Tapi kita harus bergerak dengan cepat."
---
Keputusan Berani
Ketika mereka keluar dari dalam ruangan, suasana gudang masih sangat mencekam. Adrian, yang kehilangan semua kendali atas anak buahnya, tampak sedang berbicara melalui telepon dengan seseorang.
"Mereka harus disingkirkan malam ini juga. Aku tidak peduli berapa harga yang harus dibayar!" teriak Adrian penuh amarah.
Sellena memandangi Adrian dari jauh. Ia menggenggam erat dokumen di tangannya. "Arya, kita tidak bisa membiarkannya kabur kali ini."
Arya menoleh. "Jangan bertindak gegabah, Sellena. Kita sudah punya cukup bukti untuk menjatuhkannya. Fokus kita adalah keluar hidup-hidup dari sini."
"Tapi kalau dia lolos sekarang, dia bisa saja menyusun kekuatan lagi," ujar Sellena dengan nada tegas.
Dika menengahi. "Aku bisa melacaknya saja nanti. Saat ini, kita harus pergi. Pilihannya ada di tanganmu, Sellena."
Setelah beberapa detik yang terasa sangat panjang, Sellena akhirnya mengangguk. "Baiklah, kita keluar dari sini."
---
Kebenaran yang Terungkap
Mereka berhasil mencapai pintu keluar darurat tanpa terdeteksi sedikit pun. Di luar gedung, suara sirene polisi semakin keras, diiringi oleh lampu-lampu yang menerangi area gudang.
"Polisi akan menangani sisanya," kata Arya sambil membawa mereka menuju mobil yang diparkir tak jauh dari lokasi itu.
Sellena, yang duduknya di kursi belakang, memandangi dokumen di tangannya. Perasaan lega bercampur rasa bersalah menyelimuti hatinya. Dia menangis begitu keras. Semua perjuangan ini bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk Nolan dan semua orang yang menjadi korban dari Adrian.
"Aku harap semuanya berakhir di sini," ucapnya pelan.
Arya menatapnya dari kaca spion. "Ini belum selesai, Sellena. Tapi kita sudah lebih dekat dengan keadilan."
---
Fajar yang Baru
Ketika mereka akhirnya mencapai tempat persembunyian yang baru, berita tentang operasi penggerebekan gudang Adrian mulai menyebar di berbagai media. Sosok Adrian menjadi sorotan utama, dan skandal yang melibatkan namanya mulai terkuak satu per satu, dengan lurus.
Dika membuka kembali laptopnya, menunjukkan siaran langsung di salah satu situs berita independen. "Mereka mempublikasikan dokumen-dokumen yang tadi kita salin. Orang-orang akan tahu siapa dia sebenarnya."
Sellena menatap layar itu dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu, perjuangan mereka belum sepenuhnya selesai, tetapi ini adalah langkah besar menuju keadilan yang besar.
Di luar, matahari terbit dengan indahnya, seolah-olah menjadi simbol harapan yang baru setelah malam yang penuh dengan ketegangan.
"Aku tidak akan berhenti sampai dia benar-benar jatuh," ujar Sellena sambil menggenggam erat medali pemberian Nolan di tangannya.
Arya tersenyum kecil. "Kau adalah pejuang, Sellena. Dan bersama-sama, kita akan pastikan kegelapan ini."