Pagi datang membawa keheningan yang tidak biasa di apartemen Sellena. Udara terasa sangat dingin, meskipun matahari sudah mulai menyinari jendelanya. Sellena bangkit dengan rasa lelah yang masih menggantung, memikirkan semua hal yang dia temukan semalam.
Tatapannya beralih ke berkas-berkas yang berserakan di mejanya. Semua petunjuk menunjuk pada satu nama: Adrian Harto. Sosok itu seperti teka-teki yang harus ia pecahkan dengan cepat, meskipun instingnya terus memperingatkan akan bahayanya.
Ponselnya tiba-tiba bergetar di meja. Sebuah pesan anonim muncul.
"Berhenti mencari, atau kau akan menyesal."
Sellena menatap pesan itu dengan wajah tegang. Jantungnya berdetak cepat, tetapi bukan karena takut, melainkan penasaran. Siapa yang mengirim pesan ini? Mengapa ada yang begitu terganggu dengan penyelidikannya?
Bukannya berhenti, Sellena malah semakin termotivasi untuk melanjutkannya. Ia menyadari bahwa apa pun yang sedang ia kejar, seseorang tidak ingin ia menemukan jawabannya. Tapi sekarang, dia tak punya alasan untuk mundur lagi.
Dengan hati-hati, Sellena mengenakan jaketnya dan membawa dokumen-dokumen penting ke tas kecilnya. Hari ini, dia memutuskan untuk mencari seseorang yang bisa membantunya—Arya, seorang wartawan lepas yang dia tahu pernah menulis artikel tentang Adrian beberapa tahun lalu sebelum menghilang dari media.
------
Kafe Tua di Sudut Kota
Arya adalah pria berusia awal tiga puluhan dengan sikap waspada dan tatapan yang sangat tajam. Dia duduk di sudut kafe, sorot matanya mencermati setiap gerak Sellena ketika dia mendekat.
"Jadi, kau ingin tahu tentang Adrian Harto?" tanya Arya langsung, tanpa basa-basi, setelah Sellena langsung duduk di depannya. Suaranya tenang, tetapi ada nada serius yang terselip.
Sellena mengangguk. "Aku tahu dia pernah terlibat dalam sesuatu yang besar, dan aku yakin dia punya hubungan dengan Nolan, tunanganku."
Arya menghela napas panjang, menyesap kopinya dengan tenang. "Jika kau ingin aku bicara, kau harus tahu satu hal: orang seperti Adrian Harto bukan seseorang yang kau mainkan dengan mudah. Dia punya pengaruh lebih dari yang bisa kau bayangkan."
"Aku tidak mencari masalah," kata Sellena mantap. "Aku hanya ingin tahu kebenarannya."
Arya tertawa kecil, tanpa humor. "Kebenaran? Tidak ada yang sederhana tentang itu." Ia mengeluarkan sesuatu dari sakunya—sebuah foto lama. Dalam foto itu, tampak Adrian berdiri di sebuah pesta formal, berdampingan dengan beberapa pria berseragam. Salah satunya adalah Nolan.
Sellena meraih foto itu, matanya terfokus pada wajah Nolan yang terlihat begitu serius dan sangat tampan. "Apa yang mereka lakukan bersama?" tanyanya pelan.
"Operasi bayangan," bisik Arya, hampir tak terdengar. "Adrian menggunakan pengaruh dan uangnya untuk menggerakkan operasi ilegal di bawah radar pemerintah. Orang seperti Nolan hanyalah pion dalam permainan besar ini."
Kata-kata Arya menampar Sellena dengan keras. "Nolan… ikut terlibat?"
Arya mengangguk perlahan. "Dia tidak punya pilihan, Sellena. Aku yakin dia terpaksa. Tapi itu artinya dia tahu terlalu banyak hal. Dan ketika seseorang tahu terlalu banyak di dunia Adrian, biasanya mereka akan… hilang."
Hati Sellena seakan berhenti berdetak. Ia menatap Arya dengan tatapan tak percaya. "Hilang? Kau bilang… Adrian mungkin ada hubungannya dengan kematian Nolan?"
"Itulah yang aku curigai," kata Arya dingin. "Tapi ini lebih dalam dari itu. Jika kau terus menggali, mereka akan mengejarmu. Kau tidak bisa main-main dengan orang-orang ini."
------
Malam yang Tak Tenang
Sellena kembali ke apartemennya dengan langkah yang sangat berat. Hatinya penuh dengan rasa marah, sedih, dan kecewa. Ia ingin percaya bahwa Nolan adalah korban dari semua ini, tetapi kenyataan yang terungkap membuatnya sulit untuk berpikir jernih.
Saat malam semakin larut, Sellena merasa ada yang tidak beres. Suara langkah kaki samar terdengar dari lorong apartemennya. Jantungnya berpacu cepat, matanya melirik ke pintu. Siapa yang ada di sana?
"Sellena…" Sebuah suara dalam, yang sangat familiar namun menakutkan, berbisik dari balik pintu.
Sellena membeku di tempatnya, rasa takut menjalar ke seluruh tubuhnya. Perlahan, dia mendekati pintu. Namun, sebelum dia sempat mengintip melalui lubang kecil di pintu, suara keras menghentak.
BRAK!
Pintu apartemennya didobrak dengan paksa. Sellena berteriak keras, mencoba lari ke balkon, tetapi sosok pria berjas hitam sudah berdiri di ruang tamunya.
"Berhenti mencari tahu," kata pria itu dingin, dengan mata tajam menusuk Sellena. "Atau kau akan berakhir seperti Nolan."
Pernyataan itu membuat Sellena gemetar. Dia mundur, dan hampir saja terpeleset. Tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang menolak tunduk pada rasa takut itu. Dengan suara yang bergetar namun penuh keberanian, dia berkata:
"Jika kau pikir ancamanmu akan membuatku berhenti, kau salah. Aku akan mencari tahu apa yang terjadi pada Nolan, dan aku akan menghancurkan semua kebohongan kalian."
Pria itu menyeringai, lalu berjalan keluar tanpa sepatah kata lagi, meninggalkan pintu apartemen Sellena yang hancur dan jantungnya yang berdegup kencang. Tetapi lebih dari itu, dia meninggalkan tekad yang semakin kuat dalam hati Sellena.
Apa pun yang terjadi, Sellena berjanji, dia tidak akan menyerah, demi pria yang dia cintai, yaitu Nolan.