Chereads / Petualangan di Anuraya / Chapter 5 - Pertemuan dengan yang mistis

Chapter 5 - Pertemuan dengan yang mistis

Angin berhembus lembut dari arah barat, membawa bisikan halus yang terdengar seperti lagu-lagu kuno yang tidak dapat dimengerti. Setiap nada dan nada dalam suara itu seolah merasuk ke dalam tubuh Arka dan Sari, menghilangkan sebagian rasa takut yang baru saja mereka alami.

Arka berdiri di depan, tubuhnya tetap waspada, tetapi tatapannya berubah. Ia memandang ke arah barat, tempat suara itu berasal, dan merasa ada sesuatu yang memanggil mereka.

"Arka… suara itu…" Sari berbisik, suaranya hampir tenggelam oleh desiran angin.

"Aku mendengarnya juga," jawab Arka dengan nada serius. Ia menoleh padanya, matanya menyiratkan kebingungan dan keinginan untuk tahu lebih banyak. "Aku tidak tahu apa itu, tapi… sepertinya kita harus ke sana."

Sari ragu sejenak, tetapi kemudian mengangguk. Tubuhnya masih lelah setelah pelarian mereka, tetapi ia merasakan sesuatu yang aneh—seolah suara itu tidak berbahaya, malah memberikan rasa tenang yang sulit dijelaskan.

Arka membantu Sari berdiri, memastikan ia bisa berjalan dengan stabil. Mereka mulai melangkah ke arah barat, meninggalkan sungai dan makhluk besar yang sebelumnya mengejar mereka.

Namun, makhluk itu tidak benar-benar menghilang. Di kejauhan, di balik bayang-bayang pepohonan, dua mata merahnya masih memperhatikan mereka, tetapi ia tidak bergerak.

Hutan di depan mereka semakin berubah. Semak-semak bercahaya yang sebelumnya mereka lihat kini digantikan oleh tanaman merambat yang menjulur seperti tali-tali besar, bergelantungan dari pohon-pohon tinggi. Aroma bunga manis bercampur dengan bau tanah basah memenuhi udara.

Arka berjalan di depan, tongkat kayunya siap di tangan, sementara Sari mengikuti di belakangnya. Setiap langkah mereka ditemani oleh suara bisikan halus yang terus memandu, seolah-olah membentuk jalur yang tidak terlihat.

"Apa menurutmu ini jebakan?" tanya Sari akhirnya, memecah keheningan di antara mereka.

Arka tidak langsung menjawab. Ia memandang ke sekeliling, mencoba mencari tanda-tanda bahaya. "Aku tidak tahu. Tapi kalau itu jebakan, kenapa dia tidak langsung menyerang kita tadi?"

Sari mengangguk pelan, meskipun rasa ragu masih menghantuinya. "Dunia ini… terlalu banyak yang tidak kita mengerti."

Arka menoleh padanya, memberikan senyum tipis. "Itu benar. Tapi kita tidak bisa hanya berdiri diam. Kalau ada yang memandu kita, mungkin itu satu-satunya harapan kita untuk bertahan."

Perjalanan mereka berlanjut. Sesekali, Sari berhenti untuk memperhatikan bunga-bunga atau tanaman aneh yang mereka temui. Salah satu bunga berwarna biru terang bahkan tampak seperti bernafas, kelopaknya membuka dan menutup perlahan-lahan.

"Lihat ini, Arka," kata Sari, menunjuk bunga itu. "Dunia ini benar-benar… luar biasa. Bahkan di tengah semua bahayanya, ada keindahan seperti ini."

Arka berhenti sejenak untuk melihat bunga itu. "Ya. Tapi aku tidak akan menyentuhnya kalau aku jadi kau."

Sari tertawa kecil. "Kau benar. Siapa tahu bunga ini bisa meledak."

Mereka melanjutkan perjalanan dengan percakapan kecil seperti itu, mencoba mengalihkan perhatian dari ketegangan yang terus mengikuti mereka.

Setelah berjalan selama beberapa jam, mereka tiba di sebuah area terbuka yang berbeda dari hutan sebelumnya. Tanah di sini tertutup lumut bercahaya, memberikan warna hijau keemasan yang memancar lembut di bawah cahaya bulan yang kini menggantikan matahari.

Di tengah area itu berdiri sebuah pohon besar dengan batang putih bersinar. Cabang-cabangnya menjulang tinggi ke langit, dan daunnya yang transparan memantulkan cahaya seperti kristal.

"Tempat ini… terasa berbeda," kata Sari, suaranya penuh kekaguman.

Arka mengangguk, tetapi ia tetap waspada. "Ya. Tapi jangan lengah. Kita tidak tahu apa yang ada di sini."

Ketika mereka mendekati pohon itu, suara bisikan yang memandu mereka semakin jelas. Namun kali ini, suara itu berubah. Bukan lagi hanya bisikan, tetapi kata-kata yang terdengar seperti nyanyian, meskipun dalam bahasa yang tidak mereka mengerti. Dari balik pohon besar itu, sesosok makhluk perlahan muncul.

Ia tinggi, jauh lebih tinggi dari manusia biasa, dengan tubuh yang ramping tetapi terlihat kuat. Kulitnya berwarna putih pucat dengan pola-pola bercahaya yang bergerak di sepanjang tubuhnya, seperti aliran air. Matanya besar dan berwarna perak, memancarkan kehangatan yang sulit dijelaskan.

Makhluk itu mengenakan pakaian yang terlihat seperti anyaman cahaya, dengan jubah panjang yang melambai lembut meskipun tidak ada angin. Di tangannya yang panjang dan ramping, ia memegang tongkat yang tampak seperti cabang pohon, tetapi bercahaya seperti kristal.

"Siapa… atau apa itu?" bisik Sari, matanya terpaku pada makhluk itu.

Makhluk itu melangkah maju dengan tenang, gerakannya seperti meluncur di atas tanah. Ia berhenti beberapa meter di depan mereka, memandang mereka dengan mata peraknya yang lembut.

"Selamat datang, anak-anak manusia," katanya dengan suara yang terdengar seperti nyanyian. "Aku telah menunggumu."

Arka dan Sari saling berpandangan, kebingungan tercermin di wajah mereka.

"Menunggu kami?" tanya Arka akhirnya, suaranya penuh kehati-hatian. "Apa maksudmu?"

Makhluk itu tersenyum tipis. "Perjalananmu telah tertulis di aliran dunia ini. Kau telah dipilih untuk sesuatu yang lebih besar dari yang bisa kau bayangkan."

Sari melangkah maju, meskipun rasa takut masih membayanginya. "Dipilih? Untuk apa? Kami bahkan tidak tahu kenapa kami ada di sini."

Makhluk itu mengangguk pelan, seolah memahami kebingungan mereka. "Dunia ini, Anuraya, adalah tempat yang jauh berbeda dari dunia asalmu. Tapi ia membutuhkan kalian. Tanpa kalian, keseimbangan akan runtuh."

"Keseimbangan?" tanya Arka dengan nada skeptis. "Kami bahkan tidak tahu apa yang terjadi di sini. Dunia ini penuh dengan monster dan bahaya."

Makhluk itu menatapnya dengan tatapan lembut tetapi tegas. "Karena itulah kalian di sini. Dunia ini berada di ambang kehancuran, dan kau adalah kunci untuk menyelamatkannya."

"Kunci? Bagaimana caranya?" tanya Sari, suaranya penuh keingintahuan.

Makhluk itu mengangkat tongkatnya, menunjuk ke arah mereka. "Kekuatanmu, potensi yang ada dalam dirimu, akan membawamu pada jawabannya. Tapi sebelum itu, kau harus belajar. Kau harus bertahan."

Makhluk itu mengulurkan tangannya, dan dari tanah, dua benda perlahan muncul.

Yang pertama adalah sebuah belati kecil dengan bilah berwarna hitam pekat, tetapi ujungnya bersinar dengan cahaya biru lembut. Sarung belati itu terbuat dari bahan yang tampak seperti kulit tetapi terasa lebih halus. Yang kedua adalah sebuah benda kecil berbentuk lingkaran, seperti bola kristal yang berisi cahaya berputar di dalamnya.

"Ambillah ini," kata makhluk itu. "Kalian akan membutuhkan mereka dalam perjalananmu."

Arka melangkah maju dan mengambil belati itu, merasakan bobotnya yang pas di tangannya. Sari mengambil bola kristal itu, merasakan energi hangat yang mengalir dari dalamnya.

"Apa ini?" tanya Sari.

Makhluk itu tersenyum. "Belati itu akan menjadi senjata yang kau butuhkan untuk bertahan. Dan bola itu… adalah kunci untuk membuka kekuatan yang tersembunyi di dalam dirimu."