Dua pasang mata menatap gelapnya pintu masuk gua yang berbentuk rahang raksasa. Sinar matahari terakhir memantulkan bayangan seram dari duri-duri kecil di atas bukit batu yang menjadi bingkai pintu masuk. Arka berdiri tegak, tongkat kayunya di tangan, sementara Sari berdiri lebih dekat ke belakang, wajahnya memancarkan rasa gelisah.
"Apa menurutmu dia di dalam?" tanya Sari, suaranya hampir berbisik.
Arka tidak segera menjawab. Matanya menyipit, mengamati setiap detail yang bisa ia lihat dari kegelapan di dalam gua. Bau tajam yang tidak ia kenal menyeruak keluar, seperti campuran darah dan sesuatu yang membusuk. Ia mengangkat tangannya, memberi isyarat kepada Sari untuk tetap diam.
Di tanah, bekas cakar besar tergores dalam. Jejak itu mengarah ke dalam gua, bercampur dengan noda darah yang sudah mengering. Potongan tulang kecil berserakan di sekitar pintu masuk, beberapa di antaranya masih segar dengan sisa daging.
"Dia pasti di sini," kata Arka akhirnya, suaranya rendah tetapi tegas. "Ini sarangnya."
Sari melangkah lebih dekat, meskipun tubuhnya jelas gemetar. "Apa yang akan kita lakukan? Kita tidak mungkin masuk, kan?"
Arka menggeleng. "Kita tidak siap. Tapi aku ingin tahu apa yang sebenarnya kita hadapi. Kalau dia keluar lagi, kita harus tahu caranya bertahan."
Sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh, suara berat terdengar dari dalam gua. Suaranya rendah, seperti gemuruh batu besar yang tergeser, tetapi perlahan berubah menjadi geraman yang dalam.
Sari mundur satu langkah, matanya membelalak. "Arka…"
Arka mengangkat tangannya lagi, memberi isyarat untuk diam. Tubuhnya kaku, tetapi matanya tetap fokus pada kegelapan. Ia tahu makhluk itu mendekat, dan ia tahu mereka tidak punya banyak waktu.
Bayangan besar mulai terlihat di ambang gua. Dua bola mata merah menyala muncul lebih dulu, menatap mereka dengan tajam seperti bara api. Suara langkah berat terdengar jelas, mengguncang tanah setiap kali makhluk itu melangkah lebih dekat.
Makhluk itu keluar sepenuhnya dari gua, memperlihatkan tubuhnya yang besar dan menakutkan. Tubuhnya seperti campuran serigala dan reptil, dengan sisik-sisik gelap yang keras dan punggung yang dipenuhi duri-duri kecil. Cakarnya panjang dan tajam, dan rahangnya yang besar dipenuhi taring yang meneteskan air liur.
Makhluk itu menggeram keras, suaranya mengguncang udara di sekitar mereka. Ekor panjangnya berayun pelan, menghantam tanah dengan suara yang berat.
"Dia lebih besar dari yang kulihat semalam," bisik Sari, tubuhnya gemetar.
"Kita tidak bisa tinggal di sini," kata Arka dengan tegas. Ia meraih tangan Sari dan menariknya. "Lari!"
Mereka berlari secepat mungkin, menerobos semak-semak tebal dan akar-akar pohon yang mencuat dari tanah. Suara langkah berat makhluk itu terus terdengar di belakang mereka, disertai geraman yang semakin keras.
Arka memimpin di depan, memastikan setiap langkah aman, sementara Sari mengikuti dengan napas terengah-engah.
"Arka! Dia terlalu cepat!" seru Sari dengan nada panik.
Arka menoleh ke belakang, melihat makhluk itu semakin mendekat. Matanya menyala dengan kebencian, dan cakarnya mencabik-cabik semak-semak di jalannya.
"Kita harus memecah jalur!" kata Arka.
"Apa maksudmu?" tanya Sari dengan nada bingung.
"Kita harus membuatnya kehilangan jejak. Kalau tidak, kita tidak akan pernah lolos."
Arka melihat ke arah kanan, di mana pepohonan tampak lebih rapat. Ia menarik Sari ke arahnya, melompati akar-akar besar dan menerobos semak-semak tebal.
Namun, suara langkah makhluk itu semakin keras, dan Arka menyadari bahwa mereka kehabisan waktu.
Sari mulai melambat. Napasnya berat, dan langkahnya semakin goyah.
"Sari, kau baik-baik saja?" tanya Arka, meskipun ia tidak bisa berhenti.
"Aku… aku tidak bisa," jawab Sari dengan suara terputus-putus. Ia kehilangan keseimbangan dan hampir terjatuh.
Arka berhenti mendadak, menangkap tubuh Sari sebelum ia jatuh sepenuhnya. Ia melihat wajah Sari yang pucat, dan ia tahu tubuhnya sudah mencapai batas.
"Dengar, kau tidak bisa berhenti di sini. Dia terlalu dekat," kata Arka dengan nada tegas.
Namun, sebelum Sari bisa menjawab, suara geraman keras terdengar di belakang mereka. Arka menoleh dan melihat makhluk itu semakin mendekat, matanya yang merah menyala penuh kebencian.
Arka menghela napas panjang, lalu dengan satu gerakan, ia mengangkat tubuh Sari ke dalam pelukannya. Ia menggendongnya di depan seperti seorang putri.
"Arka! Apa yang kau lakukan?" protes Sari, wajahnya memerah.
"Menyelamatkan kita berdua," jawab Arka singkat. "Pegangan yang kuat."
Meskipun membawa beban tambahan, Arka berlari lebih cepat dari sebelumnya. Tubuhnya yang telah berubah sejak tiba di dunia ini memberinya kekuatan yang luar biasa. Ia melompat melewati akar-akar pohon besar dan menerobos semak-semak tanpa melambat sedikit pun.
Sari, yang awalnya menolak, akhirnya menyerah. Ia memeluk leher Arka dengan erat, wajahnya tersembunyi di dadanya.
"Kau tahu ini memalukan, kan?" gumamnya.
"Lebih baik malu daripada mati," jawab Arka sambil melompat melewati akar pohon besar.
Setelah beberapa menit berlari tanpa henti, Arka akhirnya melihat sebuah sungai kecil di depan mereka. Airnya mengalir deras, dan di sepanjang tepiannya terdapat bebatuan besar yang bisa digunakan untuk berlindung.
Arka menurunkan Sari dengan hati-hati di salah satu batu besar di tepi sungai.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya, menatapnya dengan cemas.
Sari mengangguk pelan, meskipun napasnya masih berat. "Aku hanya… butuh waktu sebentar."
Namun, sebelum mereka bisa berbicara lebih jauh, suara geraman keras terdengar dari hutan. Makhluk itu muncul di tepi sungai, tubuhnya yang besar terlihat lebih menakutkan dalam cahaya matahari yang memudar.
Namun, sebelum makhluk itu bisa melangkah lebih jauh, sesuatu yang aneh terjadi. Angin lembut berhembus dari arah barat, membawa suara seperti bisikan. Suara itu terdengar halus, tetapi cukup jelas untuk membuat makhluk itu berhenti.
Arka juga merasakan keanehan itu. Ia memandang ke arah barat, di mana suara itu berasal.
"Apa itu…?" gumamnya.
Sari juga memandang ke arah yang sama, wajahnya menunjukkan rasa ingin tahu bercampur kebingungan.
Makhluk itu menggeram lagi, tetapi kali ini suaranya tidak sekeras sebelumnya. Ia melangkah mundur perlahan, seperti terganggu oleh sesuatu yang tidak terlihat. Arka menarik Sari dengan hati-hati, mengajaknya bergerak menuju arah barat, mengikuti suara aneh itu.