Chereads / The Prince I'm Looking For / Chapter 4 - Surat Misi

Chapter 4 - Surat Misi

Buku halaman pertama, hanya sebatas catatan kecil. Ada yang aneh, sebelumnya Lidya lihat cover buku ini masih sama yang ia pegang sebelumnya, tapi anehnya sekarang sinopsis itu hilang. Seharusnya ada catatan ringkasan di belakang buku ini, tapi sudah tidak ada, menghilang. Entah ini buku yang sama atau berbeda, tapi Lidya yakin ini buku yang sama.

'Seseorang yang terkurung dibutuhkan untuk mengemban misi diluar jendela yang luas. Pahami misi dan selesaikan, pakailah permata biru laut ku dan jadikan dia penerjemah mu. Tidak ada kesempatan kedua dan jaga rahasia. '

Bukankah buku ini bersinopsiskan antartika dan teori teori konspirasinya? Aneh sekali.

"Kenapa isi bukunya kaya gini?" tanyanya pada diri sendiri, bingung. "Bukannya isinya teori sama konspirasi? Kok malah jadi catatan freak beginian? Ini yang nyiptain siapa coba ih?"

Lidya berusaha membaca halaman halaman selanjutnya, tapi halaman demi halaman tidak tersimpan catatan apapun, kosong.

"Ini apa apaan sih? Siapa yang buat ide gila kaya gini? Salah apa gue anjir!" Kesal sekali.

"Udah enak hidup gue adem ayem, kenapa gue harus di culik segala harus ngemban misi?"

"Dipikir gue ga punya kerjaan lain?"

"Dikasi duit ga? Engga kan? Terus ngapain?"

Perdebatan dengan batinnya yang tak terima itu bergejolak, "Tapi kalau gue ga lakuin ini semua, apa gue bakal baik baik aja? Gue ga akan kenapa napa? Orang disini aneh semua, baju, bahasa, dan? Euhh!" ucapnya emosi.

'Bukk!'

"Aaaaaak fucking shit!" umpatnya memberi jari tengah ke langit langit.

Lidya membanting buku tersebut, saking kesalnya dia baru sadar pakaiannya sudah berbeda.

"Hah? Hah? Ini gue?"

Meraba raba tubuhnya, pakaiannya dan aksesoris yang berada pada tubuh serta rambut nya.

Dia berlari kecil menuju cermin besar di samping jendela. Melihat pakaiannya yang tidak pernah dia lihat sebelumnya, dari negara manapun adat apapun, semuanya berbeda.

Pakaiannya mirip seperti hanbok traditional korea, tapi berbeda di segi model dan tatanan jahitan. Motif yang bermiripkan batik khas sunda, juga rambut yang di gerai dengan tusuk rambut mirip bulu elang namun berwarna hijau terang.

Lidya terduduk lemas, tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya. Ia melihat ke cermin, bandol permata begitu menyilaukan matanya, ia memakai kalung berbatu permata biru laut.

Ia menyentuh kalung yang melingkar di leher jenjangnya, begitu indah. Tapi, sejak kapan ia memakai kalung ini? Dia tidak pernah memilikinya. Apa jangan jangan dari yangeur? Ini menyulitkan.

"Kenapa gue tiba tiba bisa mengerti bahasa mereka? Gue juga tadi ngomong bahasa mereka. Apa karena kalung ini? Atau emang kebetulan aja?" Lidya menatap kalung biru laut itu di cermin dengan seksama.

Asik dengan pikiran kalutnya, Lidya teralihkan dengan suara bising diluar jendela. Ia beranjak bangun dan mengintip dari balik gorden emas kamarnya.

Seseorang tengah di cambuk dengan ganas oleh seseorang yang lain, mata Lidya melotot. Ini pertama kalinya ia melihat hal mengerikan secara langsung, dia benar benar shok.

Beberapa detik dia mencerna semua yang ia lihat, Lidya berbalik dan segera berlari keluar ruangan.

Saat pintu kamarnya dibuka, beberapa pengawal berjaga di depannya dan menghalangi jalan dengan tombak mereka.

"Tolong minggir, saya ada urusan," ucapnya dengan sopan.

Para pengawal bertopeng itu tidak menyahut apapun, setia di tempatnya. Dengan otak liciknya, dia membuat dua pengawal itu terkecoh.

"Liat tuh ada gajah terbang!" tunjuknya berakting melihat ke arah atas.

Yap benar, mereka terkecoh. Lidya memanfaatkan kesempatan itu untuk kabur dengan tubuh kecilnya.

Sial, ucap lirik para pengawal.

"Dia kabur, kalau tuan sampai tau kita bisa habis."

"Kejar bodoh!"

Lidya berlari cepat ke arah pintu keluar, sesampainya di kerumunan orang orang yang sedang menonton bala hukuman, gadis itu menjerit keras.

"Aaaaaakkkk stop stop berhenti!"

Semua orang termasuk pengawal pada terdiam, melirik aneh pada gadis yang berteriak itu, termasuk seseorang yang sedang di cambuk di atas batu dengan darah dimana mana.

"Lo semua ngapain orang ini? Ga liat dia hampir sekarat? Menurut pasal undang undang di negara manapun, ini namanya main hakim sendiri!"

"Lepaskan dia, lepas lep-"

Sebelum gadis itu bertindak lebih jauh, pengawal yang berada dekat dengannya segera mematahkan jarak antara leher Lidya dan pedang yang di pegangnya.

"Aa-apaan nih? Gue salah apa?" tanyanya ketakutan.

Semua orang menertawakan Lidya. Tapi terdiam setelah suara bass seseorang melerai semuanya.

"Biarkan dia!"

Semua orang yang menyaksikan tertunduk, seakan ketakutan dan kekhawatiran menerpa mereka.

Pedang yang memaku di lehernya pun ikut turun, bersamaan dengan para pengawal baju besi menertibkan diri mereka.

"Mahatuan?" pengawal yang sepertinya pemimpin dari kelompok penyiksa itu.

"Ada apa ini? Kenapa tamu ku kalian perlakukan demikian?" tanya orang tersebut sambil mendekati kerumunan.

Semua orang memberi ruang penuh padanya. Mereka berlutut, hanya Lidya dan orang yang diikat lah yang tidak berlutut.

"Nonna ini mengacaukan proses hukuman di tengah pekerjaan kami tuan, kami akan segera mengintrogasinya segera."

"Tidak perlu."

Pengawal itu mengertakkan gigi seperti orang kesal, "Tapi-"

"Ku bilang tidak perlu, sudah ku jelaskan dia adalah tamu ku. Seharusnya kalian memberikan penjelasan padanya bukan menakutinya," jelas orang yang di sebut sebut mahatuan.

Lidya? Dia mematung shok, dia mengenalnya. "SAMUEL?" Teriaknya tidak percaya.

"Tapi kok beda?" batinnya. Samuel yang ini tegap gagah dan sangat terlihat otot otot indah di balik baju mewahnya.

"Ada apa?" tanya pria yang di anggap nya samuel itu. "Siapa Samuel?"

Lidya menggelengkan kepalanya, tiba tiba saja kepalanya jadi pusing dan sangat pening. Dia melihat ke arah samuel, laki laki itu mendekat dan menangkap dirinya yang hampir terjatuh.

"Bukankah seharusnya kamu istirahat? Tubuh mu lemah sekali," ucap pria itu.

Ucapannya samar samar terdengar, sedangkan gadis itu hanya menunjuk seseorang yang hampir sekarat karena di cambuk dan di siksa oleh orang orang dari mereka. Tidak lama, kesadarannya hilang dan tubuhnya pun ambruk, Lidya pingsan.

***

Di dunia yang ditinggali sebelumnya, semua orang berbondong bondong panik karena mengetahui ada orang hilang dari mahasiswi mereka.

Pagi pagi sekali kepolisian membawa surat penggeledahan, mencari petunjuk hilangnya siswi bernama Lidya. Mereka menemui semua orang dan mencari keterangan serta Informasi dari mereka.

"Bisa saya tahu, kapan terakhir kali anda melihat korban?" tanya inspektur.

Mahasiswa tersebut merasa terintimidasi, dia adalah teman dekat Lidya bernama Amanda.

"Saya terakhir kali ketemu pas di 2 hari lalu pak, pas jam terakhir kelas. Kami sibuk masing masing, yang saya tahu Lidya pergi ke taman buat nyelesain project nya. Kalau saya ke kantin cari makan," jawab Amanda dengan jujur.

"Kamu tahu siapa yang patut di curigai di lingkungan teman kamu?"

"Saya ga mau su'dzon pak, tapi kayaknya bapak harus tanya Samuel. Dia mantan pacarnya Lidya."

Di ruang kelas yang hanya di isi 3 orang itu, inspektur dan ajudannya mencatat semua kesaksian yang di terima.

Berpindah pada kesaksian Samuel yang di datangkan. Laki laki itu hadir dengan pakaian lusuh tidak di setrika dan wajah yang sembab seperti orang sehabis menangis.

"Apa hubungan anda dengan korban yang hilang?" tanya pak polisi dengan intimidasinya.

Samuel menjawab dengan mata yang berkaca kaca, "Saya pacarnya pak."

"Ceritakan kesaksian anda saat terakhir kali bertemu dengan korban."

"Salah saya pak, pasti Lidya pergi karena sakit hati sama saya," jawab Samuel menunduk sedih.

"Maksudnya?" polisi itu bingung.

"Saya yang salah karena ga peduli sama pacar saya. Saya sering ngecewain dia dengan deket deket sama Ainun, padahal Lidya udah sering bilang buat saya jauhin Ainun. Terakhir saya lihat Lidya di perpustakaan sendirian, saya lagi sama Ainun. Saya denger suara dia teriak, tapi pas saya nyamperin dia udah ga ada, saya coba nyari kemana mana juga ga ketemu. Saya yakin Lidya liat saya sama Ainun, makanya dia kecewa terus pergi," panjang lebar Samuel jujur.

Di luar pintu ruangan, Ainun menunggu Samuel keluar. Dia mengigit jari seperti orang yang khawatir.

'Ceklek'

Pintu dibuka, Samuel keluar dan hendak pergi tanpa menatap Ainun.

"Samuel!" panggil Ainun memegang lengan siswa itu.

Pegangan itu ditampis nya kasar, tanpa menoleh Samuel berucap, "Kalau bukan gara gara lo ganggu hubungan gua sama Lidya, ini ga akan terjadi Ainun."

Wanita itu terdiam, dia menangis.

"Ta-tapi kamu duluan yang ngajak aku buat selingkuh!" Ainun tidak terima dengan ucapkan Samuel barusan.

Leher wanita itu di cekiknya sampai menambrak tembok. Terlihat wajah kesakitan dari wanita sok polos itu.

"Gua ga perduli, sialan. Gua deketin lu cuman mau manfaatin otak lu, ga lebih. Salah lo sendiri gampangan jadi cewek," dengan kalimat yang menyakitkan sekaligus merendahkan, Samuel melepas cengkramannya.

Ainun terbatuk batuk, nafasnya tersendat. Dia menatap Samuel kecewa. Tak pernah ia sangka pria yang di cintainya bisa mengatakan hal seperti itu.

"Lidya! Lidya Lidya! Kenapa dia terus? Aku juga punya hati, Samuel!" teriak Ainun.

Di dalam ruangan, 2 inspektur polisi itu mengintip dan menyimak obrolan mereka berdua, menyaksikan drama cinta segitiga.

"Aku udah sabar nunggu kamu putus sama dia, bahkan sampe nyerahin tubuh ak-"

"LO EMANG GA PERAWAN DARI AWAL SEBELUM SAMA GUA, AINUN!" Potong Samuel merasa muak.

"Harusnya lo inget, gua ga akan berani nyentuh lo kalau lo ga ngirim pap pap tete ke gua, sampe ke semua sosmed gua lo kirim pap harga diri lu!"

Ainun semakin terpojok, dia hanya bisa menangis.

"Lo beda sama Lidya. Lidya, dia bisa jaga kesuciannya buat gua, sedangkan lo? Perawan lu aja udah hilang sebelum sama gua kan? Lo ga lebih dari cewe murahan yang di obral demi di manfaatin sama orang!"

'PLAK!'

Satu tamparan keras mendarat di pipi Samuel. Tapi Ainun beranjak sadar, dia menatap Samuel dengan menyesal.

"Samuel aku ga sengaja," ucapnya hendak meraih wajah pria di depannya.

Pria itu hanya tertawa bengis, dia balik menatap wajah Ainun yang sudah berderai air mata, tak lupa memegang bekas tamparan di wajahnya.

"Dengan tamparan ini, gua anggap kita selesai. Ga ada lagi hubungan apapun, anggap kita ga pernah saling kenal. Gua muak terus terusan jadi budak lu, dasar cewe sialan!"

Setelah mengatakan hal tersebut, Samuel berjalan pergi meninggalkan Ainun yang masih merasa menyesal.

"Samuel! Samuel!"

Berulang kali Ainun memanggilnya, pria itu tak menoleh. Wanita itu berjongkok di lantai dengan kedua tangan menutupi wajah, dia menangis.

Sedangkan 2 inspektur polisi, mereka saling memberi kode, mengisyaratkan mereka baru saja mendapat petunjuk besar.