Setelah mendengar penjelasan Yangeur barusan, kini Xiao Xiao berjalan pelan ke tepian kasur. Dengan kamar bernuansa merah emas, perkakas pajangan dan banyak barang unik lainnya. Seperti kepala rusa berbulu putih di paku di dinding, corak bata yang vulgar seperti gambar ukiran segerombol manusia mengelilingi orbit bulat dan lainnya.
"Tadi manusia random itu bilang nemuin aku di gunung reya bukan?" tanya Xiao Xiao pada Yangeur.
"Iya nona."
"Kamu tahu jalan menuju kesana ga?" tanyanya lagi.
"Tidak ada pernah kesana selain para kesatria nona, jika ada itu pasti orang orang dari dynasti atau pemerintahan. Jadi yangeur dan orang biasa seperti kami tidak akan pernah tahu dunia luar, kecuali.."
"Apa?"
"Kepala pelayan, karena dia dulunya bangsawan yang jatuh miskin. Jadi, kepala pelayan pasti tahu sesuatu."
"Ayok!"
Tanpa babibu Xiao Xiao menarik lengan yangeur dan menyeretnya ke depan jendela kayu.
Yangeur mengerutkan dahinya, "Apa yang akan kita lakukan?"
Xiao Xiao balas menatapnya, "Kabur lah, masa berak."
Dengan keahliannya selama jadi anak rantau, Xiao Xiao tentu tahu hal membobol jendela yang sengaja di kunci, apalagi hanya sebuah kayu biasa tanpa saint dari masanya.
"Lihat ke pintu, jangan sampe ada yang masuk!"
"Iya nona," yangeur berjalan ke pintu kamar, dia mengintip dari celah dan melihat beberapa pengawal di depan sana.
Setengah jam lamanya Xiao Xiao mengotak atik kunci yang entah berantah siapa yang mendesainnya, susah sekali untuk di bobol. Keringat hangat mengucur di dahi dan hidungnya, dengan teliti dia berusaha.
'Klakk'
Akhirnya kunci seuprit itu patah juga, "Anying tinggal teken doang juga!"
Rasa kesalnya memuncak, dia setengah jam mencari cara membuka kunci hanya dengan jepitan kecil miliknya yang tersisa, tapi ternyata tinggal ditekan kecil tanpa tenaga.
'Plekk'
'Ngeeeeeeekk..'
Dengan reyotnya kayu, jendela itu digeser ke samping. Pemandangan diluar sana rupanya tidak benar dengan dibayangkannya.
Ia membayangkan halaman rumput hijau atau mungkin halaman dan jalan lainnya. Tapi?
"Bagaimana nona?" tanya yangeur mendekatinya.
Xiao Xiao menghembuskan nafas sebal, "Kenapa ga bilang kalau di pinggirnya danau?" tanyanya tanpa menoleh, datar.
Yangeur nyengir sambil menunduk, meremas jemarinya malu malu, "Hehe, maaf nona yangeur juga tidak tahu. Pelayan rendahan seperti yangeur mana boleh jalan jalan di wilayah istana," jawabnya polos.
Dengan memutar bola matanya malas, Xiao Xiao langsung menaiki jendela dan, 'PLUNGG' dia terjun ke dalam air yang terlihat dalam itu.
"Hah? NON EMMM-" Yangeur menutup mulutnya dan melirik ke arah pintu.
Hampir saja dia berteriak, bisa bisa ketahuan aksi mereka.
"Nona.. Nona.." bisik yangeur memanggil.
Terlihat Xiao Xiao berenang ke arah tepian lain, yangeur bingung. Ia harus turun nyemplung juga atau harus berdiam diri saja sampai aksi mereka ketahuan.
"Kalau tuan tahu dan aku disini sendiri, bisa bisa aku di hukum gantung dan kepala ku di tancap di tiang wala kota."
Membayangkannya saja yangeur tak sanggup, tapi dia juga tidak bisa berenang. Dia mencari cara memikirkan cara keluar, panik.
Pintu kamarnya terbuka, terlihat yangeur menutupi wajah paniknya agar bisa melewati para pengawal.
"Hey! Tunggu!" ucap salah satu dari mereka.
Yangeur berhenti, pengawal yang memanggil pun mendekatinya dari belakang.
"Apa wanita itu masih pingsan?" tanyanya.
Yangeur menggeleng, "Tidak, dia susah bangun. Saya disuruhnya mengambil cemilan dan air teh," jawabnya tanpa gemetar, padahal hatinya jedag jedug.
Pengawal itu meneliti mimik wajah pelayan didepannya dengan curiga.
"Sudahlah! Biarkan saja dia pergi," teman pengawal itu menangkap temannya untuk berjaga kembali, untung saja.
"Houhhh.." nafas lega terlihat dari wajah yangeur itu.
Dia melanjutkan perjalanannya, mencari nona Xiao Xiao.
Di tempat lain, Xiao Xiao berjalan mengendap endap dipepohonan bunga merah muda, bajunya basah kuyup dengan rambut setengah basah.
Danaunya cukup dalam, untungnya dia sudah bisa berenang. Ilmu sekecil apapun rupanya sangat berguna dikeadaan genting seperti ini.
Xiao Xiao bersembunyi menyembunyikan tubuhnya dibalik pohon lebat di dekatnya, beberapa orang berlalu lalang dengan kesibukannya.
"Kalau terus gini gue ga akan bisa kabur," ujarnya pelan pada dirinya sendiri, "Harus ngelakuin sesuatu!" tegasnya lanjut berbicara.
Seorang wanita bergaun biru muda berjalan sendirian membawa keranjang bunga, dengan wajah yang masam dan murung.
Xiao Xiao memanfaatkan kesesempatan itu menariknya cepat dan memukul kepalanya keras dengan kepalan tangan.
"Akkk-"
Belum sempat berteriak, wanita muda itu sudah pingsan duluan.
"Hadeuhh.. Di pukul sekali aja langsung ga sadar, lemah banget." ucap Xiao Xiao dan mulai melucuti pakaian wanita muda itu.
Setelah beberapa menit, Xiao Xiao keluar memunculkan diri dengan pakaian berbeda. Rupanya dia menukar pakaiannya untuk bisa menyamar.
Dengan jalan yang aneh, terburu buru dan gelisah. Xiao Xiao menelusuri labirin taman di istana tersebut.
Orang yang menatapnya terlihat lekat menatap, berbisik bisik seakan menebar kebencian sekaligus ketakutan. Sepertinya dia salah memilih orang, justru dia malah jadi pusat perhatian.
"Eh itu kayaknya nona Safira," bisik para pelayan tersebut.
"Masa sih? Yang sering nempelin jenderal ya?" balas temannya.
"Eh shut jangan keras keras!" tegur temannya yang lain.
Xiao Xiao menoleh sekilas ditengah perjalanannya, apa maksudnya? Dengan pikiran kalut, dia lelah harus memikirkan hal seperti itu. Saat ini, ia hanya ingin kebebasan dan pulang. Mencari kepala pelayan dan pergi ke tempat dia ditemukan.
Xiao Xiao melirik kanan kiri depan belakang, tempat para pelayan rehat atau dapur besar. Satu pintu menarik perhatiannya, tampak sederhana tapi kebersihannya terjaga dan aura kelembapan yang terlihat, "Pasti itu dapur atau tempat rehat para pelayan. Aku harus coba kesana," dialog nya.
Ia berjalan mendekat ke pintu itu, seorang pelayan lainnya dari jauh melihat.
Setelah Xiao Xiao masuk ke ruangan itu, pelayan yang melihat itu hendak mencegahnya.
"Jangan! Jangan cari masalah sama dia," ucap pelayan lainnya.
"Tapi itu tempat terlarang! Kamu tahu sendiri kepala pelayan saja tidak berani masuk kesana, wanita itu malah masuk sembarangan!" marahnya.
"Udah lah, yang dihukum juga toh bukan kita. Dia mantu kesayangan nyonya, yang ada kita yang mati nanti karena cari masalah sama dia, ayok pergi!"
Dengan kesal dan sabar, mereka berdua pergi meninggalkan hal tersebut.
Di salam sana, Xiao Xiao meneliti tempat itu. Ruangan tersebut kosong, hanya ada cermin dari emas yang menghiasi dinding tempat itu. Dan 1 pintu lain didepan sana.
"Waww.. Ada juga tempat kaya gini disini," ucapnya berbicara sendiri.
Dia melihat ke pintu di depan sana, berjalan dan mendekat, sebuah tulisan dengan huruf asing terukir di pintu kayu ulin tersebut.
Awalnya dia tidak mengerti dan seakan buta membaca, tapi beberapa detik kemudian permata biru laut yang menggantung sebagai kalung itu mengeluarkan secercah cahaya tanpa Xiao Xiao sadari.
"Satu kali kamu ketuk, akan ada cahaya. Dua kali kamu ketuk, akan ada keberuntungan. Tiga kali kamu ketuk, kegelapan memakan mu," ucapnya tanpa sadar membaca.
Eh? Xiao Xiao bisa memahami kalimat itu. Wajah senangnya berubah perlahan menjadi bingung, "Ketukan? Coba ah!"
'TOK'
"AAAAKKKK!"
Baru sekali mengetuk, dan hampir dua kali tapi tak jadi. Xiao Xiao berteriak histeris, tangan seseorang menepuk pundaknya dibelakang.
"Siapa? Jangan ganggu ya!" tanya Xiao Xiao merungkuk menutupi kepala dan wajahnya, takut.