Suasana di ruang perawatan pelayan, Pelangi, kini lebih tenang. Xiao Xiao terus berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang perawatan, wajahnya penuh kecemasan.
Ia masih terbayang dengan keadaan Pelangi yang sangat mengkhawatirkan tadi, kehabisan darah, tubuhnya yang lemah dan wajah pucatnya yang terlihat seperti hampir tak bernyawa.
Semua itu adalah akibat dari tindakan Jenderal Alaghar yang seolah tak peduli dengan penderitaan orang lain, bahkan orang-orang di bawah kekuasaannya sendiri.
Sementara di dalam ruangan, Pelangi kini mendapatkan perawatan yang terbaik. Namun, meskipun dia tahu bahwa pelayan itu sedang dirawat dengan baik, Xiao Xiao merasa ada sesuatu yang sangat mengganggunya. Kecemasan yang ada di hatinya tak bisa dihilangkan hanya dengan memastikan Pelangi aman. Ada sesuatu yang lebih besar yang ia takuti.
Tiba-tiba, langkah seorang pelayan terdengar mendekat. Xiao Xiao yang masih dalam kebingungannya menoleh dan melihat seorang pelayan datang menghampirinya.
"Nona Xiao?" Pelayan itu bertanya dengan hormat, suara lembut namun penuh perhatian.
Xiao Xiao menatap pelayan itu dengan pandangan kosong sejenak, sebelum menjawab dengan suara yang agak gugup, "Kenapa?"
Pelayan itu ragu sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan, "Mahatuan Jenderal menunggu anda di kamarnya, nona. Tuan juga menyuruh saya menyiapkan anda sebelum hari pernikahan anda besok."
Mendengar kata-kata itu, Xiao Xiao merasa seakan ada batu besar yang jatuh ke dadanya. Nafasnya tertahan, dan pikirannya langsung melayang jauh, teringat pada pernikahan yang akan dipaksakan padanya besok. Dia tidak pernah ingin itu terjadi, tapi tak ada pilihan lain yang tersisa. Semua ini hanya sebuah permainan, dan dia hanyalah pion yang tak bisa melawan.
"Perintah Jenderal..." Xiao Xiao mengulang kata-kata itu pelan, seakan mencoba memahaminya dalam keheningan yang menyelimuti. Wajahnya terlihat ragu, antara keengganan dan kewajiban yang harus dia jalani.
Pelayan itu tetap berdiri dengan sikap hormat, namun ada kesan kepedulian yang tergambar di matanya. "Nona Xiao, jika Anda membutuhkan waktu lebih banyak, saya bisa memberitahukan tuan..."
Xiao Xiao menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan emosinya yang hampir meledak. Dia menatap pelayan itu dengan sorot mata yang lebih lembut.
"Tidak apa-apa. Aku hanya butuh waktu sejenak untuk menenangkan diri."
Pelayan itu mengangguk dan memberikan ruang bagi Xiao Xiao untuk berpikir. Namun sebelum pergi, dia menambahkan.
"Jangan khawatirkan pelayan itu, nona. Kami akan merawatnya dengan baik. Anda harus kuat untuk menghadapi apa yang akan datang."
Xiao Xiao memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan diri. Kata-kata itu bergaung di telinganya. Kekuatan... apakah dia benar-benar punya kekuatan untuk melawan semua ini?
Semua yang dia inginkan adalah kebebasan, sebuah kesempatan untuk memilih jalan hidupnya sendiri, bukan dikendalikan oleh orang lain.
Setelah beberapa detik, Xiao Xiao mengangguk pelan. "Terima kasih. Aku akan datang... segera."
Pelayan itu tersenyum tipis, memberikan Xiao Xiao sedikit kenyamanan dalam keadaan yang sangat menekan.
Dia hanya bisa berharap bahwa suatu hari nanti, semuanya akan berubah. Namun saat ini, satu-satunya pilihan yang tersisa adalah mengikuti perintah Jenderal Alaghar, meskipun hati dan jiwanya menentang keras.
Ada rasa suka pada sisi lembut sang jenderal, hanya saja kini rasa suka itu tertutup dengan rasa takut dan benci.
Pelayan itu terdiam, tapi ekspresinya menunjukkan rasa iba. "Nona... saya tahu ini sulit. Tapi jika ada sesuatu yang bisa saya lakukan untuk membantu..."
Xiao Xiao menatapnya lekat-lekat, seolah mencari kejujuran di balik kata-kata itu.
"Membantu? Apa yang bisa kau lakukan?"
Pelayan itu menggigit bibirnya, ragu, sebelum menjawab, "Ada tempat di sisi istana yang tersembunyi. Jika Anda ingin pergi, saya bisa menunjukkan jalannya."
Xiao Xiao menghela napas panjang, lalu menggeleng perlahan. "Tidak. Jika aku lari, dia akan mengejar, dan semuanya akan semakin buruk."
Pelayan itu menunduk. "Saya mengerti, Nona. Tapi tawaran saya tetap berlaku."
Setelah pelayan itu pergi, Xiao Xiao berdiri di depan pintu kamar Jenderal dengan perasaan berat. Setelah mengetuk, terdengar suara rendah dari dalam.
"Masuk!"
Pintu terbuka perlahan. Di dalam, Jenderal Alaghar sedang berdiri di dekat jendela besar, memandang bulan yang menggantung di langit malam. Tatapan tajamnya langsung tertuju pada Xiao Xiao saat dia melangkah masuk.
"Kau akhirnya datang," ucapnya.
Suaranya datar, namun penuh dengan sesuatu yang sulit dijelaskan, seperti peringatan atau janji. Xiao Xiao sendiri menunduk sedikit, berusaha mengendalikan amarah dan rasa takutnya.
"Apa yang kau inginkan, Jenderal? Bukannya sudah cukup aku dipaksa menikah denganmu?"
Alaghar tersenyum tipis, langkahnya mendekat dengan perlahan. "Cukup? Xiao Xiao, kau belum tahu arti kata itu. Tapi aku pastikan kau akan memahaminya setelah ini."
Xiao Xiao mundur satu langkah saat Jenderal semakin dekat. "Aku bukan rakyat negeri ini, Jenderal. Kau tidak bisa terus mempermainkanku seperti ini! Aku berhak pulang dan pergi kemanapun yang aku mau, tanpa terkekang olehmu!"
"Tapi kamu itu milikku," jawab Alaghar dengan suara yang lebih dalam, matanya menelusuri wajah Xiao Xiao. "Mulai besok, tidak akan ada lagi batas antara kita," lanjutnya.
Xiao Xiao hendak membalas, tapi sebelum dia sempat membuka mulut, Jenderal Alaghar menarik tangannya, menarik tubuhnya lebih dekat. Tangan kuatnya menggenggam pinggang Xiao Xiao, menariknya hingga hampir menyentuh dadanya.
"Lepaskan aku!" Xiao Xiao memberontak, tapi Alaghar tidak memberi celah.
"Diam," bisiknya, dan dalam sekejap, bibirnya menghantam bibir Xiao Xiao dengan penuh hasrat.
Ciumannya tidak hanya kasar, tapi juga penuh dengan keinginan yang menguasai. Bibir Alaghar bergerak dengan dominasi, memaksa Xiao Xiao merasakan kekuatannya. Tangan pria itu kini menahan tengkuknya, menjaga agar Xiao Xiao tidak bisa menjauh.
Xiao Xiao mencoba melawan, namun tubuhnya membeku di antara emosi yang bergejolak, amarah, ketakutan, dan sesuatu yang tidak ingin dia akui.
Ketika Alaghar sedikit melonggarkan ciumannya, dia bergumam di dekat bibir Xiao Xiao, suaranya serak. "Besok, kau akan benar-benar milikku. Tapi malam ini... aku ingin memastikan kau tahu tempatmu."
Mata Xiao Xiao berkaca-kaca, tapi dia tidak ingin terlihat lemah, "Kau mungkin memiliki tubuhku, Jenderal," katanya dengan suara yang bergetar.
"Tapi hatiku bukan milikmu, dan tidak akan pernah menjadi milikmu!"
Alaghar tersenyum kecil, seperti menikmati tantangan itu. "Kita lihat saja nanti."
Dia melepaskan Xiao Xiao, membiarkan wanita itu mundur beberapa langkah. Dengan tangan yang gemetar, Xiao Xiao menyeka bibirnya yang terasa panas, menatap Alaghar dengan campuran kebencian dan ketidakberdayaan.
"Keluar," perintah Alaghar sambil berbalik menuju kursinya. "Istirahatlah. Besok akan menjadi hari besar kita."
Xiao Xiao tidak berkata apa-apa lagi. Dia berbalik dan berjalan keluar, meninggalkan ruangan itu dengan hati yang hancur dan perasaan yang berkecamuk. Di luar pintu, dia berhenti sejenak, merasakan napasnya yang tersengal-sengal. Tangannya mengepal erat.