Chereads / The Regressed Son of Duke is Messiah / Chapter 3 - Penyaliban Messiah

Chapter 3 - Penyaliban Messiah

Setelah dimasukkan ke penjara bawah tanah, Sang Penyelamat,Leo disiksa dengan cambuk terus menerus selama dua hari dua malam oleh para algojo dengan cambuk dari tulang, dan besi sehingga tubuhnya pun bercucuran darah, serta mereka memahkotainya dengan mahkota duri yang membuat kepalanya bercucuran darah.

Lalu, setelah dua hari disiksa dengan cambukan, Leo dipaksa memikul salibnya ke alun-alun Zehida, ibukota Kekaisaran Zehid, tempat dimana ia akan diekskusi.

Di alun-alun, Leo dipaku di tangan dan kakinya di kayu salib dan disalibkan diantara dua pembunuh berantai yang paling keji dalam sejarah Kekaisaran Zehid, dimana mereka sebelumnya telah dipilih oleh kaisar langsung untuk menemani penyaliban Leo.

Selain disalibkan, dia juga menanggung ejekan dan hujatan dari masyarakat yang hadir.

Leo yang melihat ini hanya bisa menundukkan kepalanya dan setetes air mata jatuh dari matanya, kesedihan bercampur kekecewaan menyelimuti dirinya.

Di sana, dia dijemur dibawah terik matahari hingga enam jam lamanya. Di dahinya juga ditulis kejahatannya yang berbunyi, 'Leo dari Ruida, Pengkhianat Dunia, Penghina Dewi Suci Skadi.'

Selama kurun waktu itu dunia menjadi gelap, langit bergemuruh, dan bumi berguncang hebat karena tetesan air mata sang penyelamat.

Orang-orang tidak menyadarinya, mereka begitu bodoh. Mereka mengira bahwa Dewi Skadi yang mereka sembah murka karena penghinanya masih hidup. Mereka berlutut dan bersujud untuk memohon-mohon.

"Oh Dewi Skadi, tolong tenangkanlah amarahmu! Kami telah membawa sang pendosa ke tiang salib yang cocok untuk dirinya! Tolong ampuni kami!"

Mereka semua berteriak dan menangis seperti orang gila. Bukan hanya mereka saja, tetapi orang-orang penting yang berkumpul dari seluruh dunia juga berlutut memohon ampun, dan para anggota gereja memainkan salib-salib yang mereka pegang untuk berdoa pada Dewi yang mereka percayai.

Lalu, Paus mengambil alih. Dia berkata dengan suara menggelegar dibantu dengan sihir suara dan angin.

"Oh para hamba Dewi sekalian! Kita tidak bisa berlama-lama lagi! Jika noda ini tidak segera mati maka murka Dewi akan jatuh ke dunia! Pengkhianat Leo harus segera mati!"

Teriakannya disambut oleh teriakan-teriakan rakyat yang marah.

"Seperti yang dikatakan Paus! Bajingan sampah ini harus mati sekarang! Ayo bunuh dia!"

Banyak orang yang mulai marah terutama para petani mengangkat garpu yang biasa mereka gunakan untuk membersihkan rerumputan. Mereka berniat menusuk sang penyelamat.

Akan tetapi, Pahlawan menghentikan kegilaan mereka.

"Ayo, ayo tenanglah sedikit, kalian semua! Aku mempunyai metode yang lebih baik dari apa yang bisa kalian pikirkan!" ucap sang Pahlawan dengan semangat menggelegar.

Lalu, ada seseorang yang bertanya.

"Metode macam apa yang Anda pikirkan, Pahlawan?" tanyanya.

Pertanyaan itu juga diangguki oleh yang lainnya, mereka penasaran dengan metode macam apa yang dipikirkan seorang pahlawan yang mengalahkan demon king dan demon god.

Pahlawan itu tertawa mendengar pertanyaan rakyat jelata tersebut.

"Hahahah! Tentu saja hanya ada satu bukan!? Langit dan bumi sedang marah, itu artinya jasadnya tidak boleh ada di dunia ini! Oleh karena itu, kita harus membakarnya bersama dengan kayu salib yang menyertainya!" ucap Pahlawan dengan tawa girangnya yang jelek.

Perkataan Pahlawan ini diamini oleh orang-orang, mereka berpikir itu ide yang sangat bagus untuk membakar seorang pengkhianat dunia yang juga telah menghina Dewi Skadi dan mencemooh gereja.

Melihat dukungan ini, sang Pahlawan mengalihkan pandangannya ke arah Paus dan raja-raja yang hadir untuk meminta persetujuannya.

"Bagaimana menurut kalian? Itu bagus bukan? Bumi tidak akan mau menerima jasadnya, dan langit tidak akan menerima jiwanya! Ini waktu yang sempurna untuk membakarnya!"

Lalu, para raja mengangguk setuju sementara Paus berpikir sebentar sebelum akhirnya mengangguk.

"Baiklah, ayo lakukan itu"

Lalu, Paus mengalihkan pandangannya ke arah saintess dan berkata,"Saintess kami, tolong bakar dia, dan hancurkan kenajisan yang ada di dunia!"

Saintess yang mendengar perintah ini mengangguk, dan mulai berjalan ke hadapan Leo, sang Penyelamat.

"Apa kamu ada kata-kata terakhir, Leo sang pengkhianat dunia?" tanya saintess dihadapan Leo.

Leo hanya diam sebelum akhirnya berbicara. Dia mengadahkan kepalanya ke langit.

"Ya Tuhanku, ampunilah orang-orang bodoh ini, sesungguhnya mereka tidak tahu menahu tentang apa yang mereka perbuat."

Lalu, dia mengalihkan pandangannya kepada salah satu penjahat yang disalib disampingnya.

"Sesungguhnya jika masih ada zaman setelah ini maka Tuhanlah yang akan menegakkan cahaya-Nya di dunia. Akan tetapi, sayangnya tidak akan ada lagi hari esok."

Lalu, dia memandang ibu dan ayahnya beserta adik perempuannya yang berada dirangkulan sang Pahlawan. Dimana saat itu Pahlawan merangkul adiknya dan beberapa gadis lainnya, termasuk mantan tunangannya.

"Ayah, ibu, lihatlah aku! Inilah anakmu! Anak yang kalian besarkan, dan berakhir kalian fitnah dan hancurkan!" Kemudian dia berkata pada adiknya,"Adikku, lihatlah aku! Inilah kakakmu! Kakak yang menyayangimu sejak engkau kecil, tetapi engkau benci dan engkau fitnah karena cinta yang busuk dihatimu, dan kegilaanmu pada Pahlawan!". Terakhir, dia memandang mantan pelayan pribadinya yang telah bersamanya sejak dia kecil dan berkata,"Rika..., Kamu telah melakukan dosa yang paling dibenci-Nya..."

Lalu, dia memandang langit sekali lagi, dan tetesan air mata kembali jatuh dari matanya. Air mata itu bukanlah bening melainkan berwarna merah layaknya darah yang tumpah. Dia lalu berseru ke arah langit,

"Eli..., Eli..., lama sabakhtani?" ("Ya Tuhanku, Ya Tuhanku, mengapa Engkau meninggalkanku?")

Sesudah itu, dia tahu bahwa segala sesuatu telah selesai maka berkatalah ia untuk menggenapkan nubuat yang tertulis di Kitab Suci–:"Aku haus!"

Maka tetesan air hujan turun dari langit, dan itu jatuh ke mulutnya. Lalu, ia meminum air hujan tersebut.

Setelah itu, berkatalah ia,"Sudah selesai." Lalu ia menundukkan kepalanya.

Leo berseru dengan suara yang nyaring lalu menyerahkan nyawanya kepada Dia.

"Ya Tuhanku, ke dalam tangan–Mu lah kuserahkan nyawaku."

Lalu, dibakarlah ia oleh saintess di tiang salib dengan api putihnya, dan seorang prajurit yang muak dengan perkataannya menusuk jantungnya dengan tombak hingga darah mengucur deras. Dan, meninggallah sang penyelamat dunia di tiang salibnya. Tubuhnya yang suci dihinakan di dunia, bukan hanya oleh manusia saja, tapi oleh ras-ras lainnya. Orang-orang bodoh yang tidak mengerti apa-apa. Orang-orang yang menjadi budak dewi rendahan. Orang-orang yang berdosa berat karena ketidaktahuannya.

Tubuhnya hangus dibakar dan tidak akan meninggalkan jejak. Akan tetapi, sebelum itu, para masyarakat yang hadir melempari dirinya yang sudah tidak bernyawa dengan kotoran hewan, dan buah-buahan serta sayur-sayuran busuk. Jasadnya juga dihujani oleh lemparan batu hingga jasadnya mulai hancur, dan akhirnya lenyap oleh api.

Setelah kematian sang penyelamat, dan jasadnya dilenyapkan oleh api dari dunia, alam semesta itu sendiri mulai menghitam, matahari yang bersinar mulai memerah terang dan membesar, bumi juga berguncang hebat, hewan-hewan mengeluarkan teriakan kesedihan dan amarahnya. Pepohonan mengamuk, dan para roh menunjukkan kemarahannya.

Ya, itu bukan amarah dewi rendahan, melainkan amarah alam semesta pada dunia, terutama pada makhluk yang mendiaminya.