Chereads / Penyamar Dari Tanah Legendaris Mistik / Chapter 10 - Menuju Puncak gunung jormungand

Chapter 10 - Menuju Puncak gunung jormungand

Udara semakin tipis saat mereka menaiki lereng bersalju yang tajam, gunung es Jormungand menjulang di atas mereka seperti makhluk yang mengawasi dalam keheningan. Nova berjalan di belakang rombongan, matanya tertuju pada Sean yang memimpin tanpa ragu, seolah mengetahui setiap langkah yang harus diambil.

"Mengapa?" pikir Nova. Pertanyaan itu terus terulang di kepalanya. Kenapa tidak ada satu pun dari mereka yang mempertanyakan arahan Sean? Kelemahan para mecha sudah jelas. Bukankah mereka seharusnya fokus pada persiapan strategi berikutnya? Kenapa justru mendaki gunung ini? Aisya, Cino, bahkan Arisu—tidak ada yang mengajukan keberatan. Nova mengepalkan tangan di saku mantel tebalnya. Keraguan itu mulai menggerogoti pikirannya, tetapi ia memilih diam, membiarkan kebingungannya terpendam.

Mereka tiba di sebuah cekungan yang terlindung dari angin, tempat sempurna untuk beristirahat. Cino mulai menyalakan api unggun kecil, sementara Aisya duduk di dekatnya, menggosok-gosokkan kedua tangannya untuk mengusir dingin. Arisu, seperti biasa, duduk terpisah, mengasah pedangnya dengan gerakan lambat dan metodis.

"Aku akan memeriksa daerah sekitar," ujar Sean tiba-tiba. Suaranya tenang, tetapi penuh otoritas. Ia meraih pedangnya dan melangkah menjauh, meninggalkan mereka dalam keheningan yang hanya diisi oleh suara retakan api.

Nova akhirnya mengumpulkan keberanian untuk berbicara. Ia memandang Cino, Aisya, dan Arisu secara bergantian. "Kenapa kalian mengikuti Sean tanpa bertanya apa pun? Apa tidak ada yang merasa aneh dengan semua ini?"

Aisya menoleh, tersenyum lembut. "Aku mengenalnya cukup lama, Nova. Sean tidak pernah membuat keputusan tanpa alasan. Kalau dia merasa kita harus ke puncak gunung ini, aku yakin itu penting."

"Keyakinanmu begitu kuat padanya?" Nova mendesak.

"Ya," jawab Aisya tegas. "Sean sudah membuktikan dirinya berulang kali. Dia tidak pernah mengecewakan kita."

Cino, yang duduk di dekat api unggun, mengangkat bahu. "Bagiku, ini soal insting. Sean tahu sesuatu yang tidak kita tahu, dan aku percaya itu. Dia punya cara untuk melihat hal-hal yang orang lain lewatkan. Selama ini, instingku tidak pernah salah tentang dia."

Nova berpaling ke Arisu, yang tetap sibuk dengan pedangnya. "Bagaimana denganmu, Arisu? Kau juga tidak mengatakan apa-apa."

Arisu berhenti mengasah pedangnya, memandang Nova dengan ekspresi datar. "Karena aku tahu sesuatu yang kalian tidak tahu," katanya. "dulu kudengar desas desus pihak Kekaisaran pernah melakukan misi rahasia puncak gunung ini. Aku tidak tahu detailnya, tapi fakta bahwa Sean membawa kita ke sini… itu berarti sesuatu."

Nova mengerutkan kening. "Apa kau tahu apa yang mereka cari?"

Arisu menggeleng. "Tidak. Semua informasi tentang misi itu dirahasiakan, bahkan dari orang-orang sepertiku. Tapi satu hal yang pasti, Sean tahu sesuatu yang tidak kita tahu, dan itu cukup bagiku untuk mengikuti."

Nova terdiam, mencoba mencerna jawaban mereka. Tapi Aisya yang memecah kesunyian. "Aku juga penasaran dengan Sean, Nova. Ada banyak hal tentang dirinya yang belum kita pahami."

Cino mengangguk, menambahkan, "Kemampuannya kadang membuatku berpikir. Aku betul-betul ingat bagaimana dia menyembuhkan dirinya sendiri setelah serangan Euro waktu itu, Kecepatan pemulihannya tidak masuk akal. Lalu caranya meniru gerakan orang lain—sempurna, seperti cermin."

Arisu menyela, "Itu belum termasuk kekuatan fisiknya. Ada laporan dari utara yang menggambarkan betapa cerdasnya dia. Laporan-laporan itu berbicara tentang pencapaian yang tidak mungkin dilakukan manusia biasa."

Nova menarik napas dalam, rasa penasaran semakin tumbuh di dadanya. Ia menatap api unggun, mencoba menyatukan potongan-potongan informasi itu dalam pikirannya.

"Jadi… menurut kalian, siapa sebenarnya Sean?"

Aisya menatap Nova, lalu tersenyum lembut. "Itulah mengapa aku di sini, Nova. Aku ingin tahu lebih banyak tentang Sean. Setiap keputusannya selalu membuatku bertanya-tanya. Tapi aku yakin, kali ini, kita akan mengetahui lebih banyak tentang masa lalunya."

Cino menambahkan sambil menggosok tangannya yang kedinginan, "Aku pikir kita semua penasaran, Nova. Itulah sebabnya aku tetap di sini. Sean selalu punya sesuatu yang dia sembunyikan, dan aku ingin melihat sejauh mana misteri itu terungkap."

"siapa sebenarnya Sean..." sekali lagi ucap Nova dengan pelan seolah berbisik

Tidak ada yang menjawab. Keheningan yang menggantung di udara lebih berat dari sebelumnya, hanya dipecahkan oleh suara langkah ringan Sean yang kembali mendekati kelompok mereka. Ia berhenti di tepi lingkaran api, memandang mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Daerah sekitar aman," katanya singkat, sebelum duduk di dekat api tanpa berkata apa-apa lagi.

Nova menatapnya dengan mata penuh pertanyaan dan penasaran yang lebih dalam, tetapi memilih untuk menyimpannya untuk saat lain. Satu hal yang pasti: Sean bukanlah orang biasa, dan puncak gunung ini mungkin akan memberikan jawaban yang mereka cari.