Cerita dimulai dengan seorang gadis Elf terduduk dibawah mendung dan gerimis, menangisi jasad Elf lain yang tergeletak ditindih puing-puing bangunan berlmuran darah. "Untuk apa semua ini terjadi?" bisiknya dengan kecil diantara kobaran asap dan bekas-bekas perang yang sudah sunyi disekitarnya.
Pada suatu masa di Aerth, ketika peradaban berbagai ras masih berdampingan, kepemimpinan dunia diputuskan bergiliran di antara mereka pergenerasi. Suatu Era baru ditandai oleh Isla Spanya, seorang gadis Elf berambut putih seputih salju, yang kejeniusannya dalam sihir diakui di seluruh Aerth. Penemuannya yang revolusioner menjanjikan kemajuan bagi semua ras, namun tanpa disadari, benih-benih konflik mulai tumbuh di balik kemakmuran semu.
Awalnya, hanya perselisihan kecil antara Elf dan Manusia mengenai wilayah sengketa tanah. Namun, seiring waktu, persaingan ini meruncing. Kebanggaan Elf atas ras mereka, yang semakin membengkak berkat kontribusi Isla, berubah menjadi arogansi yang merusak hubungan antar ras. Mereka mulai memandang rendah ras lain, menganggap diri mereka superior. Para Dwarf, yang bangga dengan keahlian mereka dalam menempa dan menciptakan teknologi, merasa terhina dan diremehkan. Persaingan teknologi berubah menjadi permusuhan yang mendalam, setiap inovasi Dwarf dianggap sebagai tantangan rivalitas bagi dominasi sihir Elf.
Bagi Isla pribadi dia sebenarnya senang dengan kehadiran para Dwaf yang membantu mempercepat perkembangan sihir dan teknologi secara bersamaan, dimatanya semua ini akan berdampak positif dan mempermudah banyak orang tanpa memandang ras.
Di sisi lain ketegangan semakin meningkat ketika Raja Elf saat itu, seorang pemimpin yang keras kepala dan picik, bukannya meredam konflik, justru memperkeruh suasana. Retorika rasis dan tindakan diskriminatifnya bagaikan bahan bakar yang menyulut api kebencian di antara ras-ras lain. Ras telinga hewan, yang biasanya menjaga netralitas, mulai merasa terancam dengan meningkatnya arogansi Elf. Ras aquatic, yang selalu menjunjung tinggi kedamaian, mulai mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk, meskipun dengan berat hati. Ras siluman, dengan kekuatan fisik mereka yang luar biasa, mulai menunjukkan ketidaksabaran dan kemarahan mereka secara terbuka. Bahkan ras iblis dan setengah kadal keturunan naga, yang dikenal individualistis dan sulit dipersatukan, mulai membentuk aliansi rahasia untuk menghadapi ancaman bersama.
"kenapa? kita semua sama, kita seharusnya saling bahu membahu memantu satu sama lain bukan mengkotak-kotakan setiap ras!" Kecam Isla kepada sang Raja
"Anak muda, kita ini Ras High Elf, ras terpilih, dari semua ras hanya kitalah yang memiliki rupa dan sihir serupa dengan para dewa, itu adalah bukti kita keturunan dan sangat di sayangi oleh para dewa! tidak rendahan seperti Dwarf apalagi iblis!" Ucap sang raja dengan nyaring sampai berdiri-diri menjelaskan
mendengar hal itu Isla langsung berkomentar "tidak kau salah tuan-"
"tidak! kau Isla Gadis tengik tahu APA!, JIKA KAU MENYURUHKU BERHENTI ITU SAMA SAJA MENGHINA DEWA!!!" Ucap raja sampai berteriak teriak "KELUAR! AKU TIDAK INGIN MELIHAT WAJAH MEMALUKAN SEPERTIMU DI SEKITAR ISTANA LAGI!" titah raja dengan ekspresi masam dan dengki
Isla yang merasa tidak memiliki kuasa diusir dan digiring para penjaga dia langsung ditendang keluar istana dengan hina dan segala penemuan dan projek penelitiannya di ambil alih kerajaan Elf, hingga tidak ada yang tersisa.
Diluar Istana ketegangan yang terpendam akhirnya meledak. Sebuah insiden kecil di pasar perbatasan, perkelahian yang dipicu oleh hinaan seorang Elf terhadap seorang Dwarf, memicu kerusuhan massal yang meluas dengan cepat. Teriakan pedagang, suara barang-barang yang berjatuhan, dan aroma darah yang menyengat memenuhi udara. Perdamaian yang rapuh selama ini hancur berkeping-keping dalam sekejap. Tanpa diduga, kudeta besar pun tak terhindarkan, dipicu oleh kemarahan dan keputusasaan yang telah lama terpendam.
Meskipun kekuatan sihir Elf sangat dahsyat dan mampu memukul mundur serangan dari berbagai ras, tetapi ras Dwarf dengan teknologinya bekerja sama dengan ras bertelinga hewan, dengan koneksi mistis mereka dengan alam, memberikan perlawanan yang sengit dan tak terduga. Mereka memanfaatkan kekuatan alam dan pengetahuan menjadi satu kesatuan—Badai disertai hujan bola meriam, Tsunami dengan peledak tanpa henti, dan kekuatan alam dan pengetahuan lainnya—untuk melawan sihir Elf, menciptakan keseimbangan yang mengerikan di medan perang. Peperangan yang brutal dan berlarut-larut, berhari-hari, berminggu-mingu, bahkan bertahun-tahun, meninggalkan bekas luka yang dalam di Aerth, baik secara fisik maupun emosional.
Di tengah kekacauan yang semakin meluas, Isla menyaksikan dengan ngeri bagaimana ciptaannya, yang seharusnya membawa kemajuan dan kesejahteraan, justru digunakan sebagai senjata dalam perang yang menghancurkan. Ia melihat teman-temannya, keluarganya, dan orang-orang tak bersalah lainnya tewas di medan perang yang mengerikan. Keputusasaan dan kemarahan mulai menguasai dirinya, perlahan-lahan meruntuhkan keyakinannya.
Dibawah hujan gerimis dan tangis "untuk apa semua ini?" bisiknya menatap jasad-jasad yang ia jelas kenali, mati dalam perang tidak berkesudahan, dan mengorbankan semua orang yang tidak bersalah, matanya kosong dan ekspresinya diselimuti kesedihan, gadis periang dan optimistik itu dalam sekejap menghilang seolah ditelan bumi.
Beberapa hari, setelah kejadian itu, pertempuran yang sangat dahsyat memuncak, Isla berdiri seorang diri di atas bukit yang sisinya mencondong kearah istana kerajaan, dari tempatnya berdiri terlihat istana yang merupakan simbol kebanggaan dan kekuasaan Elf. Pemandangan di sekelilingnya adalah kehancuran total. Air mata bercampur dengan debu dan darah di wajahnya, mencerminkan kepedihan yang mendalam. Dengan kekuatan yang melampaui batas mahluk hidup manapun, didorong oleh amarah dan keputusasaan yang memuncak, cahaya sihir mulai terkumpul di sekitar tubuhnya kemudian berkumpul dan menjadi sangat terang menyala-nyala menyelimuti Isla, seperti matahari di siang hari, chaya biru neon itu benar menyilaukan semua mata, saking terangnya sampai terasa menusuk di mata, Isla kemudian mengangkat kedua tangannya kemudian dengan sihir itu mengangkat seluruh singgasana dan kastil Kerajaan pusat dunia tinggi keatas langit, kemudian dengan cepat melemparkannya ke tengah padang gurun terluas di Aerth. Gempa bumi bergetar dahsyat, awan debu raksasa membubung ke langit, menutupi matahari dan menciptakan kegelapan sesaat. Retakan besar menganga di tanah bekas istana, seperti luka menganga yang takkan pernah sembuh, simbol kehancuran peradaban Elf.
"Terkutuklah kalian orang-orang arogan!"
Dari bibir berdarah Isla, keluar kutukan yang mengerikan, bukan sekadar mantra sihir, melainkan luapan kepedihan, kemarahan, dan penyesalan yang mendalam. Kutukan itu mengubah High Elf menjadi Dark Elf, ras yang dikutuk dan diasingkan bahkan oleh kaum mereka sendiri. Pemandangan itu bukan hanya kekalahan militer, tetapi juga kehancuran total peradaban Elf.
Namun, kehancuran itu tidak membawa kedamaian yang diharapkan. Setiap ras, yang tadinya bersatu dalam penderitaan untuk melawan Elf, kini saling curiga dan berebut kekuasaan yang ditinggalkan. Perjanjian lama dilanggar dengan kejam, memicu perang yang lebih brutal dan mengerikan dari sebelumnya. Aerth sekali lagi menjadi lautan darah dan air mata.
Kali ini Isla tidak berkutik, dirinya sempat tergeletak pingsan karena kelelahan kehabisan energi sihir. Di tengah kekacauan yang tak tertahankan itu, seorang pemuda misterius tiba-tiba muncul di hadapan Isla. Tidak ada yang tahu dari mana dia berasal. Dalam pandangan yang buram dan setengah sadar Isla melihat pakaiannya yang sederhana, tanpa lambang atau simbol ras manapun. Namun, matanya memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan yang luar biasa, sangat kontras dengan kengerian di sekeliling mereka. Ia mengulurkan tangan pada Isla, senyum tipis namun tulus menghiasi wajahnya.
"Senang bertemu denganmu aku Sean," ucapnya dengan suara tenang dan ramah, seolah mereka bertemu di tempat yang damai, bukan di tengah medan perang yang berlumuran darah. "Bolehkah aku membantumu nona?"
Tertatih Isla menatap tangan yang terulur itu dengan tatapan kosong dan curiga, mencoba memahami kehadiran sosok misterius ini di tengah kehancuran dunia. Ia melihat ke wajah Sean, mencari petunjuk tentang identitas dan tujuannya. Tidak ada jawaban di sana, hanya ketenangan dan kehangatan yang terasa aneh dan tidak pada tempatnya di tengah kekacauan ini. Di belakang Sean, tidak ada pasukan, tidak ada bendera, hanya kehancuran yang tak berujung. Dia adalah sebuah misteri yang berjalan di tengah kiamat, sebuah harapan atau ancaman baru di dunia yang telah hancur.