Suatu Ketika di bawah langit yang biru, langit cerah yang diujung cakrawalanya dihiasi banyak gumpalan-gumpalan awan empuk menjulang kelangit, membawa angin segar yang menyelinap melalui tepi-tepian pegunungan es di utara dan berhembus halus kembali dari hamparan pasir di ujung timur. Diatas bukit yang tenang, dengan pohon apel tua yang harum bunganya tercium dan buah-buah segar menjuntai diantaranya, memerah dan nampak segar dialiri embun air yang menyatu menjadi setetes air mengkilap diatas merahnya. Aku duduk bersandar dibawah pohon itu, dimendungi dari Cahaya matahari yang siap menampakkan seluruh kemampuannya, kemudian suara Langkah mendekat dari sisi lain bukit, aku tau jelas suara Langkah kecil dan penuh kehati-hatian itu.
"Mau berapa lama lagi kau disini?!" begitu ucapnya, seorang Elf muda yang kejeniusannya sampai terdengar ke tanah airku.
"Isla…" panggilku, pada Elf muda baik hati dan di berkahi "kemari dan duduklah dulu sebentar, kita nikmati dunia yang damai ini dulu sejenak"
"Damai?" balasnya Nampak sedikit heran, aku tau sorot matanya tidak hengkang menatap tajam diriku, dia terlalu tegang dan kurang memperhatikan sekitar,
"iya coba kau lihat semua pemandangan ini," ucapku sambil memandangi dunia dan seluruh cakrawalanya, langkah Isla semakin dekat dan semakin dekat
"Huh?" sesampainya di puncak bukit itu dia melihat segalanya, timur, barat, dan utara, matanya menyapu setiap sisi, setiap sudut, bahkan setiap warna yang bisa dia Lukis dalam ingatan, bibir pinknya terbuka sedikit seolah berusaha mencari napas yang terhenti, matanya melebar berkaca-kaca memantulkan setiap penampakan alam dan seisinya.
"haha tuhan memang luar biasa bukan?!" ucapku
"Seperti... lebih dari itu… ku-kupikir" ucapnya dengan wajah mematung kagum tidak bisa berhenti menatap apa yang terhampar di hadapannya seolah segala stress, Lelah, dan tekanan hidupnya selama ini bukanlah apa-apa, air matanya mulai menyatu di sudut matanya kemudian tak terbengdung lagi kemudian mengalir sampai menetes pada akhirnya.
Melihat ekspresi dan perasaannya yang Kembali tenang membuat jiwaku tersegarkan kembali "syukurlah dikau menyukainya" bisikku dengan halus.
"Bagai mana perasaanmu Isla Spanya…" diriku mencoba mencairkan suasana, Isla langsung bergegas mengangkat kedua tangannya, dan dengan bagian dari lengan dari kemeja yang kupinjamkan dia mengosok-gosok wajahnya yang basah dan pipinya yang memerah itu.
"Um!" singkatnya sambil mengaguk
"baiklah tabahkan dirimu!" ucapku karena part selanjutnya akan segera dimulai, aku berbalik kearah hutan pepohonan Bluewood besar di sisi itu, kemudian menepuk Pundak mungilnya dan dirinya tanpa ba-bi-bu langsung mengikuti langkahku.
Kami terus berjalan-dan terus berjalan, menembus hutan, gunung, bahkan lautan, sampai pada suatu titik aku memintanya menutup mata dan mengikatkan penutup mata padanya. Perjalanan setelah ini tidak akan bisa dilihat dengan mata langsung. Isla yang begitu mempercayaiku beitu saja mengikuti perintah seolah dia sudah tau dan mengenal betul siapa aku.
Where?(Sudut pandang Isla)
Namanya Sean, setelah perang besar itu mulai berkecamuk entah darimana dia datang dan menyelamatkanku, membawaku jauh dari kekacauan bahkan cukup jauh sampai aku tidak mengenali lagi struktur ekosistem, hewan dan tanaman disekitar, segalanya sampai berbeda baik warna, bentuk, dan hawa keberadaannya. Menggendongku jauh dan jauh sampai pada suatu tempat yang damai dan dioenuhi keberagaman beitu damai sampai aku tidak bisa berkata-kata 'indah sekali tempat ini' batinku terperangah dengan pemandanan alam yang sangat eksotis.
Di suatu Ketika, Ketika dia bilang kita akan ke bagian selanjutnya… aku kurang memahami apa yang dia maksud, tetapi melihat sorot matanya, melihat auranya, segalanya begitu meyakinkan, tidak ada logika yang mendasari keingignanku untuk terus mengikutinya, tetapi semua gimik yang ia berikan membuatku termotivasi lagi untuk mengulang semuanya dari awal.
"jadi… apakah engkau seorang pengelana tuan… Sean?" tanyaku yang sudah hampir mati penasaran terkurung diam
"Waah tidak usah pakai tuan nona manis, panggil Sean saja, ngomong-ngomong… Pengelana ya?" ucapnya sambil memegang dagu dan mencoba menatap salah satu alisnya yang terangkat "haha, boleh juga dirimu boleh memanggilku begitu haha" sambungnya
"Sean sang pengelana kah…" ucapku termenung sejenak
"huft lucu juga mendengarnya dari mulutmu" balas sean dengan senyum dan tawa hangat
Perjalanan diakhiri di suatu tempat, Ketika dia mulai memintaku untuk menutup mata, kupikir disinilah ahkir dan kami akan segera berpisah. "mulai dari sini, kau akan melihatku sebagai sesuatu yang berbeda lagi" ujar Sean, entah apa maksudnya
"mau kemana kita?" aku kebinungan, tubuhku yang dihuyungnya kesana kemari, sampai segalanya terasa berputar-putar saja mulai terasa kelelahan,"sabar… sedikit lagi" ucap Sean, *Duar "AAAA!" aku sontak berteriak, suara ledakan dahsyat di hadapan kami tepat memekik telingaku, hempasan angin dan debu yang begitu kuat sampai-sampai mendorong, menggetarkan lutut, hingga mengganggu keseimbanganku, apa yang sebenarnya dilakukan Sean? Aku tidak tau rasanya seperti baru saja sesuatu yang sangat besar jatuh di depan kami. Kemudia Sean mengajakku maju beberapa Langkah, aku yang khawatir melangkah kecil dengan gemetar, sampai segala struktur tanah yang kupijak terasa lebih kokoh dan halus.
"sudah, kau boleh membuka matamu!" ucap SeanDari Cahaya yang sudah lumayan lama tidak kulihat, siluet gambaran-gambaran benda asing sedikit demi sedikit Nampak, segala hal yang begitu asing berada di sekelilingku, buku-buku melayang, bola dunia yang terproyeksikan cahaya, artefak-artefak aneh yang terpajang di dinding, kolam mencurigakan di Tengah ruangan, hingga yang paling mencolok dan menarik perhatianku adalah satu box peralatan, box itu begitu berkilau dan Nampak ekslusif, peralatan didalamnyapun nampak terbuat dari bahan yang spesial, meski tidak memahami jenis logam apa yang digunakan aku memperhatikan setiap detail dan halusnya setiap bentuk dan tempaan benda-benda itu, semuanya Nampak berkialauan dan tegas.
"Palu, pedang, panah, jirah, topeng, ransel, dan sebuah buku" bisikku tak sengaja "apa ini?"
"tujuh bagian dari Art of Judgment" ucap Sean sambil sedikit meirik kearah box itu, aku terperangah mengengar nama itu, benar-benar keren kurasa karena selama ini nama-nama alat yang kubuat selalu jelek dan Kerajaan selalu mengubah nama pemberianku.
"Art of Judgment, nama yang bagus…" ucapku sambil menghela napas sambil menahan diri untuk tidak menyentuh benda-benda itu, namun Sean diam saja seolah dia sedang memperhatikan sesuatu yang lebih penting.
Cahaya biru bersinar terang dihadapan Sean memproyeksikan perang yang sedang berlangsung, melihat hal itu ingatanku akan kebengisan perang, teman-temanku, saudara dan orang tuaku yang menjadi korban Kembali mnecuat, menusuk dari pikiran ke hati.
"Kau harus melihat ini Isla" ucap Sean, matanya terpaku kedalam medan perang yang sedang berlangsung, yang kulihat disana hanya perang, perang dan perang. Tidak berkesudahan, manusia menyerang Demi human, Kurcaci yang menyerang siluman, Lizardmen yang menyerang kaum Iblis, dan terkadang posisi penyerangan benar-benar acak seperti diantara mereka melakukan permusuhan keliling dan yang terakhir bertahan hidup pemenangnya.
"perang penghabisan…" aku melontarkan komentar
"ya, mereka berperang hanya untuk memberimakan keegoisan masing-masing" Ujar Sean
"memberimakan- keegoisan?" balasku ingin menilik maksud perkataan Sean lebih jelas
"ya, mereka hanya bersaing satu sama lain sampai kaum yang lainnya musnah dan yang tersisa hanya kaumnya… lalu setelah itu apa?" lanjut sean dengan wajah datar dan dingin "ras sesama mereka akan saling memusuhi satu sama lain dan berperang lagi untuk menentukan siapa pemimpin mutlaknya, memalukan" tutup sean kali ini dengan mimic wajah murung seolah jijik melihat semua yang terjadi.
"semua orang ingin kekuasaan… bahkan akan saling membunuh sesame rasnya untuk mendapatkan kekuasaan itu" ucapku, kemudian dalam murungnya sean mengangguk
"wahai, Isla cendikiawan jika kau di pilih dan diberikan kesempatan untuk mengatur ulang dunia, tetapi dengan kekurangan kau tidak bisa mengatur perilaku mahluk hidupnya, kau akan melakukan apa?" tanya Sean kepadaku dengan wajah serius, melihat perubahan mendadak ini membuatku sedikit gugup dan menelan ludah
"Aku…" seketika aku teringat segala kelaliman raja dan ras Elf yang begitu RASIS dan menyimpulkan,
"jika saja dunia ini bisa kuatur sesuka hati, tanpa bisa mengatur pemikiran dan kehendak mahluk didalamnya… maka, aku akan memisahkan setiap ras terletak pada benua yang berbeda-beda, membiarkan mereka memiliki pemimpin mereka sendiri dan menatur hierarkinya masing-masing"
"tapi mereka akan saling membunuh sesama rasnya lagi untuk mendapatkan gelar raja di rasnya" balas Sean, aku mengangguk memahami konsekuensi itu, tetapi hanya itu pilihan yang muncul di kepalaku, seolah trauma masalalui begitu menyelimuti. Tetap teguh jika semua ini tidak akan terjadi jika setiap ras tidak terkumpul pada satu wilayah dan tidak di hagemoni pada satu pemerintahan saja.
"baiklah" ucap Sean dia berjalan kearah box alat Art of Judgement tadi "bagaimana jika kita atur ulang dunia sebagai mana yang kau inginkan" lanjut Sean dengan senyum hangatnya yang kembali, disini aku benar-benar dilanda kebingunan, apa maksud perkataanya itu,
"mengatur ulang dunia? Apa maksudmu?" tanyaku dengan pikiran yang terlalu penuh mengelola setiap informasi yang ada. Kemudian ingatan yang paling menusukku Kembali muncul, kematian-kematian oang yang tidak bersalah, dalam imaji diriku dikerumuni jiwa-jiwa tidak bersalah dan menuntutku untuk menyudahi segalanya, ini benar-benar membuat pikiranku menggila.
"Ya, jawab saja… setuju atau tidak?" Tanya Sean kali ini sambil menatap Kembali proyeksi Cahaya itu
"YA! Aku ingin menubah semuanya seperti yang kukatakan tadi!" jawabku, kemudia sean lengsung meaih sisi-sisi dari box itu dan seperti mendorong setiap sudutnya, mengompresnya menjadi lebih kecil, dan segala isinya juga ikut terkompres, mengecil dan terus menecil sampai terlipat menjadi kubus kecil segenggaman tangan Sean, Cahaya kubus perpaduan antara warna magenta, cyan dan hijau neon. Kemudian berubah mentuk lagi menjadi palu kecil,
"jika kau sudah mantap aku akan mengetok palu ini" ucap sean yang mengenggam ganggang palu itu
"ya!" tegasku, *TOK… seketika gelombang suara ketukan merambat kesegala arah terdengar sampai kesuluh penjuru dunia dan bergetar dalam benak setiap orang, disusul dengan Cahaya yang sangat terang, sampai seluruh Aerth di selimuti dalam cahaya itu, semua manpak jelas di Proyeksi yang tadinya menyoroti perang, sampai segala tayangan menjadi putih polos tidak meninggalkan titik apapun.
"apa yang kau lakukan Sean?" kebingungan demi kebingugan menyelimutiku. Apakah dunia berakhir begini saja? Hanya dengan satu Gerakan?