Chereads / Penyamar Dari Tanah Legendaris Mistik / Chapter 7 - Kekacauan di Kekaisaran Utara

Chapter 7 - Kekacauan di Kekaisaran Utara

Denting logam beradu dengan beton menghancurkan kesunyian sore bersalju itu. Gema langkah berat dari mecha logam raksasa mengguncang tanah, memecah kehancuran di setiap sudut kota utama Kekaisaran Utara. Jalan-jalan dipenuhi puing-puing bangunan yang roboh, asap hitam mengepul dari berbagai titik, mendukung langit kelabu dan cuaca dingin yang menusuk. Suara jeritan warga yang panik bercampur dengan raungan mesin membuat suasana semakin mencekam.

Aisya, Sean, dan Cino berdiri membeku sejenak di atas puing-puing, menyaksikan monster logam itu menghancurkan apa saja yang ada di depannya.

"Astaga... A-apa itu?!" Aisya menelan ludah, tangannya meremas gagang pedangnya. Mata hijaunya membulat saat melihat salah satu mecha melibas sebuah menara kecil dengan satu hentakan. "Bagaimana kita melawan itu?" katanya, suaranya hampir tenggelam oleh raungan mesin.

"Kita cari tahu sambil jalan. Jangan berhenti bergerak," Sean menjawab cepat. Matanya menganalisis setiap gerakan golem besi raaksasa itu, mencari pola di antara serangan liar yang menghancurkan bangunan di sekitarnya.

Cino, yang berdiri di depan mereka, mencengkeram pedangnya erat. "Serangannya lambat meski kekuatannya besar. Itu... Mecha, Mungkin persendiannya adalah titik lemahnya," katanya, dengan nada tegas meskipun sedikit keraguan tersirat di wajahnya.

Ini adalah kali pertama semua orang melihat mekanisme Robot semoderen dan sebesar itu, secara konsep mereka mungkin pernah mendengar dongeng masa lampau tentang mekanisme mahluk seperti golem besi dengan dialiri energi Aetherium yang disebut Mecha, tapi secara tampilan dan kemampuan, mahluk ini jauh sekali dari ilmu pengetahuan dua peradaban, timur maupun barat.

Tiba-tiba, salah satu mecha menghantam bangunan tinggi di belakang mereka. Ledakan keras memekakkan telinga, dan serpihan puing beterbangan ke segala arah.

"Menghindar!" Cino memerintahkan, menarik Aisya untuk berlindung di balik tembok yang hampir runtuh. Salah satu mecha berbalik, mata merah menyala di helmnya memindai area sekitar. Saat itu, suara ledakan lain dari arah kiri membuat monster itu berbalik ke arah baru.

"Nova, Nusa, EstoMido! Bawa kelompok healer pergi!" teriak Cino sambil mengintip dari balik perlindungan mereka. "Kami akan mengalihkan perhatian mereka."

Nova mengangguk dari kejauhan, EstoMido sebelum aba-aba, sudah bersiap di belakang memimpin pelarian dengan keahlian kaburnya, dia menggiring semua orang ketempat lebih strategis untuk berlindung, Tara dengan perisai tebalnya yang terus menangkis serangan energi dari mecha-mecha itu, menyusul terakhir, sambil melepaskan cahaya energi yang sangat besar dan kuat sampai menumbangkan beberapa mecha sekaligus, serangan terakhirnya adalag isyarat menutupi mundur mereka. "Jangan mati, kalian!" seru Nova sebelum nampak kehabisan tenaga menghilang ke dalam lorong sempit bersama yang lain.

Mecha itu mendekat, langkahnya mengguncang bumi seperti gempa kecil. Sean melompat ke depan, mengayunkan pedangnya dengan tenaga penuh ke lutut logam mecha tersebut. Suara logam berderak memenuhi udara saat pedangnya mengenai sendi. Cino menyusul, menyerang dengan pukulan vertikal yang memotong kabel-kabel kecil di sisi lengan mecha.

"Dia goyah!" seru Aisya dari belakang. Ia memanfaatkan momen itu untuk menebas tegas pedangnya yang kini menyala meluncurkan gelombang sihir hijau ke arah sendi yang rusak. Energi hijau itu menyelimuti bagian yang diserang, dan mecha tersebut melambat secara nyata.

Mecha itu terhuyung, satu lututnya menyentuh tanah. dia terdiam sejenak dalam pose mematung seolah sedang memproses ancaman baru, Sebelum mereka bisa merayakan, lampu merah di helmnya bersinar lebih terang, dan tubuhnya mulai bersinar dengan energi biru. Tiba-tiba, mecha itu bergerak lebih cepat, ayunan lengannya menciptakan angin yang cukup kuat untuk menghancurkan tembok di belakang mereka.

Sean berguling ke samping untuk menghindari pukulan maut itu, sementara Cino terlempar ke belakang, tubuhnya menghantam puing-puing. "Ini buruk! Serangan kita malah memperkuat mereka!" teriak Cino sambil batuk, mencoba berdiri lagi.

"Kita butuh rencana baru!" Aisya berteriak, menarik Sean ke belakang sebelum mecha lain menghantam tanah di dekat mereka. Dia memutar pedang sihirnya, menggores udara sampai membuat percikan diantaranya, menciptakan perisai hijau untuk melindungi mereka dari serpihan logam yang beterbangan.

"Fokus pada satu titik!" Sean memerintah, melompat ke arah lengan mecha yang baru saja menghancurkan tembok. Dengan sekali tebas, dia berhasil memotong salah satu kabel utama di bahunya. Mecha itu berhenti sejenak, tetapi hanya untuk meregenerasi ulang kekuatan dan kerusakannya.

"Aku butuh waktu!" Aisya berteriak. Ia mulai merapal mantra yang lebih besar, sihir hijau berkilauan mengalir di udara sekitarnya. Energi itu tampak menenangkan sekaligus menyelimuti mecha dengan aura yang perlahan melemahkan gerakannya.

"Cino, lindungi aku!"

Cino, meski masih terhuyung, ia mendesak fisiknya mencapai titik performa, dengan otot-ototnya yang memadat, berdiri di depan Aisya dengan wajah yang sangat serius dan tatapan tajam. Pedangnya terangkat tinggi, menebas lengan-lengan mecha itu dengan brutal sambil menahan serangan mecha yang lain. "Cepat, Aisya! Aku tidak tahu berapa lama aku bisa bertahan!" teriaknya, berusaha menahan tekanan yang membuat lututnya hampir menyerah.

Tepat saat mecha terbesar mengarahkan meriam energinya pada mereka, sebuah ledakan besar mengguncang udara. Dari langit-langit reruntuhan, Arisu muncul dengan kilatan pedang yang memotong jalur energi mecha tersebut. Mata merah mecha itu berkedip-kedip, lalu mati.

"Hallo semua ada yang kangen aku?" ucap Arisu, meski suaranya parau dan wajahnya kusam nampak kelelahan, nada dan ekspresinya masih saja datar. Jika di perhatikan lagi, rambutnya berantakan, dan baju perangnya pun penuh goresan hasil pertempuran.

"Arisu!" seru Sean, segera menghampirinya.

"Kita harus pergi sekarang!" Arisu berteriak. "Mereka akan segera bangkit lagi dalam hitungan detik!"

Tepat saat ia berbicara, mata merah mecha itu mulai menyala kembali, tubuh logamnya bergemuruh seperti binatang buas yang terbangun.

"LARI!" Arisu memimpin mereka mundur melalui lorong sempit.

Aisya memanfaatkan kesempatan itu untuk merapalkan mantra perlindungan terakhir, menciptakan penghalang sihir yang memperlambat gerakan mecha yang mengejar mereka. Di belakangnya, suara langkah berat mecha semakin dekat, membuat setiap detik terasa seperti akhir dari segalanya.