Chereads / Penyihir yang Terlahir Kembali / Chapter 25 - Bab 25: Gerbang Keabadian

Chapter 25 - Bab 25: Gerbang Keabadian

Bab 25: Gerbang Keabadian

Pintu istana yang megah berdiri di hadapan Aiko, Mikoto, dan Ryo. Terbuat dari kristal yang berkilauan, pintu itu memancarkan aura yang mendebarkan. Di setiap sudutnya, terukir lambang-lambang yang terlihat seperti campuran berbagai kepercayaan dunia, seolah-olah melambangkan harmoni antar dimensi.

"Tempat ini terasa seperti pusat dari segala sesuatu," gumam Mikoto.

Ryo mengangguk, matanya menyapu lambang-lambang itu. "Ini bukan hanya istana para dewa. Ini adalah tempat di mana kebenaran tentang dunia kita mungkin disimpan."

Aiko maju dengan langkah mantap, merasa ada sesuatu yang memanggilnya dari balik pintu itu. Ketika dia mendekati pintu, suara Althea kembali terdengar, kali ini tidak dalam wujud bayangan, tetapi dari arah langit.

"Gerbang ini tidak bisa dibuka hanya dengan kekuatan fisik atau sihir. Hanya mereka yang hatinya selaras dengan takdir yang bisa melangkah lebih jauh."

"Selaras dengan takdir?" ulang Aiko, bingung.

Mendadak, pintu itu mulai bersinar terang, dan di depannya muncul sebuah lingkaran bercahaya. Lingkaran itu memancarkan simbol-simbol yang terlihat hidup, bergerak dan berubah-ubah seperti sedang mencari sesuatu.

"Ketiganya harus mengungkapkan alasan mereka melangkah sejauh ini. Jika alasan kalian cukup murni, pintu ini akan terbuka. Namun, jika tidak…" Suara Althea menggantung, tetapi ketiga teman itu memahami implikasinya.

 

Pengakuan Ryo

Ryo melangkah maju pertama. Dia menatap lingkaran bercahaya itu dengan tegas, meskipun ada sedikit keraguan di matanya.

"Aku di sini karena aku ingin melindungi," katanya. "Aku pernah kehilangan orang yang penting dalam hidupku karena kelemahanku sendiri. Tapi aku tidak akan membiarkan itu terjadi lagi, terutama pada mereka yang kuanggap sebagai keluarga. Aku akan terus maju, tidak peduli seberapa sulit jalannya."

Lingkaran itu menyala terang, simbol-simbolnya berputar lebih cepat seolah mengakui niatnya.

 

Pengakuan Mikoto

Mikoto melangkah maju berikutnya. Meskipun wajahnya terlihat gugup, dia mengambil napas dalam-dalam dan berbicara dengan suara yang lebih tenang.

"Aku di sini karena aku percaya pada teman-temanku," katanya sambil melirik ke arah Aiko dan Ryo. "Selama perjalanan ini, aku menyadari bahwa kekuatanku tidak berarti apa-apa jika aku tidak bisa percaya pada mereka yang ada di sisiku. Aku ingin terus bersama mereka, melindungi mereka seperti mereka melindungiku."

Sekali lagi, lingkaran itu bersinar terang, mengakui kebenaran dalam hatinya.

 

Pengakuan Aiko

Aiko adalah yang terakhir melangkah maju. Dia berdiri diam selama beberapa saat, merasakan beban tak terlihat yang menekannya. Dia tahu ini adalah saat yang paling penting.

"Aku… di sini karena aku ingin memahami siapa diriku sebenarnya," katanya akhirnya. "Dari awal, aku merasa seperti orang yang terjebak di antara dua dunia—manusia dan sesuatu yang lebih besar dari itu. Tapi semakin jauh aku melangkah, semakin aku sadar bahwa aku tidak bisa menemukan jawabannya sendiri. Teman-temanku telah membantuku menemukan kekuatan dan keberanian untuk terus maju. Aku ingin mencari kebenaran, bukan hanya untuk diriku sendiri, tetapi untuk semua orang yang terhubung dengan perjalanan ini."

Lingkaran bercahaya itu tiba-tiba bersinar begitu terang hingga ketiganya harus menutup mata. Saat mereka membuka mata kembali, lingkaran itu lenyap, dan pintu kristal mulai terbuka perlahan, mengeluarkan suara bergetar seperti lagu yang bergema di udara.

 

Masuk ke Istana

Saat pintu itu terbuka, mereka melangkah masuk ke dalam aula besar yang tampak tak berujung. Lantainya terbuat dari cermin yang memantulkan bayangan mereka, tetapi pantulan itu tidak sepenuhnya sama. Dalam cermin itu, Aiko melihat wujudnya sebagai laki-laki, Mikoto melihat dirinya dengan aura cahaya yang lebih kuat, dan Ryo melihat sosoknya yang lebih muda, penuh dengan luka masa lalu.

"Tempat ini..." Mikoto memulai, tapi kata-katanya terputus ketika sebuah sosok besar muncul di ujung aula.

Sosok itu tidak memiliki bentuk tetap. Ia tampak seperti kabut yang berubah-ubah, dengan kilauan cahaya bintang di dalamnya. Suaranya terdengar dalam tetapi damai, seperti ribuan suara berbicara dalam harmoni.

"Selamat datang, para pencari. Aku adalah Penjaga Akhir, wujud terakhir sebelum kebenaran terungkap. Tapi kebenaran selalu memiliki harga. Apakah kalian siap membayar harga itu?"

Ketiganya saling memandang, lalu mengangguk serempak.

"Kami siap," jawab Aiko dengan tegas.

Penjaga Akhir mulai berpendar, mengeluarkan energi yang mengelilingi mereka. Di saat itu, ruang di sekitar mereka berubah menjadi serangkaian kenangan, bukan hanya kenangan mereka sendiri, tetapi juga kenangan dunia—peperangan, kehancuran, cinta, dan harapan.

"Kalian harus menghadapi kebenaran tentang dunia ini, tentang siapa kalian sebenarnya, dan tentang pilihan yang harus kalian buat. Bersiaplah, karena perjalanan ini akan menguji segalanya yang kalian yakini."

Dengan kata-kata itu, ketiganya diselimuti cahaya, dan mereka merasa seperti ditarik ke dalam sesuatu yang jauh lebih besar dari apa pun yang pernah mereka alami sebelumnya.

Perjalanan ke inti kebenaran telah dimulai.