Bab 26: Kebenaran yang Terpecah
Aiko, Mikoto, dan Ryo merasa seperti berada di tengah ruang kosong tanpa batas. Mereka berdiri dalam keheningan yang mencekam, sementara udara di sekitar mereka terasa tebal, penuh dengan tekanan yang seakan datang dari segala arah. Di hadapan mereka, sosok Penjaga Akhir mulai terbentuk, kali ini lebih jelas dan nyata, seperti entitas yang terbuat dari cahaya yang berpendar. Suaranya, dalam dan penuh makna, terdengar menggema di ruang tanpa batas itu.
"Selamat datang di Inti Kebenaran," ujar Penjaga Akhir dengan suara yang mengalir seperti arus sungai. "Di sini, kalian akan melihat asal mula dunia ini, asal-usul kekuatan yang kalian miliki, dan juga takdir yang harus kalian pilih."
Ketiganya saling bertukar pandang, tak ada kata-kata yang terucap. Mereka tahu bahwa apa yang akan mereka temui di sini adalah kebenaran yang lebih besar dari apa yang mereka bayangkan selama ini. Penjaga Akhir melambaikan tangannya, dan tiba-tiba, ruang kosong itu berubah menjadi lautan kenangan yang berputar, penuh dengan gambaran peristiwa dari masa lalu yang jauh.
Mereka menyaksikan dunia yang sangat berbeda dari yang mereka kenal, dunia yang diciptakan oleh para dewa sebagai tempat untuk hidup berdampingan dengan manusia. Namun, gambaran itu segera berubah menjadi kisah yang lebih kelam. Mereka melihat peperangan besar antara para dewa dan manusia, sebuah perang yang disebut 'Perang Fana.' Perang itu menyebabkan kehancuran besar, mengubah tatanan dunia dan menghancurkan keseimbangan yang ada.
"Dunia yang kalian kenal sekarang bukanlah seperti ini pada awalnya," kata Penjaga Akhir dengan nada penuh penyesalan. "Para dewa menciptakan dunia manusia sebagai tempat untuk hidup berdampingan, tetapi manusia sering kali mengkhianati para dewa. Keinginan untuk kekuasaan membuat mereka melawan bahkan yang paling kuat di antara mereka. Akibatnya, para dewa memutuskan untuk menciptakan dunia baru yang terpisah dari dunia mereka, tapi kekuatan yang tersisa dari perang itu masih ada di dunia manusia."
Aiko menatap gambaran yang terpampang di depan matanya. Sosok-sosok dewa yang sebelumnya dianggapnya makhluk sempurna kini terlihat sama rentannya dengan manusia—terperangkap dalam konflik dan kekuasaan. Perasaan tidak percaya menguasai dirinya, namun saat dia melihat lebih jauh, dia mulai menyadari bahwa dunia yang ada saat ini—dunia yang selama ini dia jalani—adalah hasil dari kehancuran tersebut.
"Lalu kekuatan yang kami miliki berasal dari sana?" tanya Aiko, suaranya bergetar. "Dari para dewa itu?"
Penjaga Akhir mengangguk perlahan. "Ya. Kekuatanmu, dan kekuatan yang ada di dalam dirimu, adalah sisa-sisa dari para dewa yang bertempur dalam Perang Fana. Para penyihir yang ada sekarang ini adalah keturunan dari mereka yang bertahan hidup setelah perang. Namun, kekuatan ini bukan tanpa konsekuensi. Ia adalah pedang bermata dua, bisa menjadi alat untuk menyelamatkan dunia atau justru menghancurkannya, tergantung pada bagaimana kalian memilih untuk menggunakannya."
Aiko merenung, merasakan berat kata-kata itu. Seumur hidupnya, dia hanya mengenal dunia yang dia jalani, dunia yang penuh dengan misteri tentang siapa dirinya sebenarnya. Sekarang dia tahu bahwa ada lebih banyak hal yang tak diketahui, lebih banyak rahasia yang tertutup rapat.
Tiba-tiba, gambaran itu berubah lagi, kali ini lebih fokus pada dirinya sendiri. Di depan mereka, muncul gambar seorang pemuda yang tampak seperti Aiko, tetapi dengan wajah yang penuh ketidakpastian, tanpa kekuatan atau takdir besar yang membebani pundaknya. Dia melihat sosok itu dengan rasa bingung yang semakin dalam.
"Aiko," Penjaga Akhir melanjutkan, "Kau adalah jembatan antara dua dunia, dunia manusia dan dunia dewa. Kekuatanmu untuk berubah bentuk, menjadi seperti yang kau inginkan, adalah simbol dari dualitas takdirmu. Namun, kau juga merupakan ancaman bagi dunia ini, karena kegelapan ingin mengambil kendali atas kekuatan yang ada di dalam dirimu."
Aiko menelan ludah, sulit untuk menerima kenyataan itu. "Aku... bukan hanya manusia biasa?"
"Bukan. Kau adalah hasil dari dua dunia yang saling bertentangan. Dewa yang bernama 'Pencipta Cahaya' memilihmu untuk menjadi pembawa cahaya, namun kekuatan gelap juga menginginkan dirimu. Pilihan yang kau buat akan menentukan nasib dunia ini. Apakah kau akan membawa harapan atau kehancuran?"
Pertanyaan itu menghantam Aiko dengan keras. Kekuatan yang dia miliki, yang selama ini dia anggap sebagai hadiah atau kutukan, ternyata adalah keputusan besar yang harus dibuat. Apa pun yang dia pilih, dunia yang dia kenal akan berubah selamanya.
Setelah itu, Penjaga Akhir beralih ke Mikoto dan Ryo.
"Mikoto, kekuatanmu adalah refleksi dari kemurnian hati manusia. Namun, kau akan dihadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Akan ada saat di mana kau harus memilih antara kebahagiaan pribadi dan melindungi mereka yang kau cintai. Itu adalah ujian terbesar bagimu," kata Penjaga Akhir dengan nada serius.
Mikoto, yang semula tampak tenang, terlihat sedikit terkejut dengan kata-kata itu. "Melindungi mereka yang aku cintai... apakah itu berarti aku harus mengorbankan diriku?"
Penjaga Akhir hanya diam, seolah memberi ruang bagi Mikoto untuk berpikir.
Selanjutnya, Ryo dipanggil. "Ryo, kau adalah sosok yang dibentuk oleh luka masa lalu. Namun, luka-luka itu memberikan kekuatan padamu. Pilihanmu adalah apakah kau akan terus hidup dalam bayang-bayang masa lalu atau melepaskan semuanya dan bergerak maju."
Ryo menggigit bibirnya, matanya menyiratkan pergulatan batin yang dalam. "Aku akan melepaskan masa laluku. Aku tak akan membiarkan bayangan itu menguasai hidupku lagi."
Setelah mereka semua mendengar kata-kata Penjaga Akhir, suasana menjadi semakin tegang. Aiko tahu bahwa apa pun yang mereka hadapi selanjutnya akan jauh lebih sulit daripada apa yang sudah mereka lewati. Kebenaran tentang dunia ini, dan takdir mereka masing-masing, kini tergantung pada pilihan yang akan mereka buat.
"Sekarang," kata Penjaga Akhir dengan suara berat, "kalian harus membuat pilihan. Dunia ini berada di ambang kehancuran, dan hanya kalian yang bisa menentukan nasibnya. Pilihlah dengan hati-hati, karena keputusan kalian akan mengubah segalanya."
Aiko menatap kedua temannya, Mikoto dan Ryo, sebelum akhirnya dia menundukkan kepalanya, merasakan seluruh dunia yang terhubung dalam beban keputusan yang akan dia buat. Perasaan takut, ragu, dan tekad semuanya bercampur menjadi satu. Saat dia membuka matanya, dia tahu, waktunya telah tiba untuk memilih.