Bab 29: Ujian Hati yang Tak Terduga
Aiko, Mikoto, dan Ryo melanjutkan perjalanan mereka meninggalkan desa yang misterius itu. Meski ketiga sahabat itu merasa lebih waspada setelah pertemuan dengan pria tua, tekad mereka tetap kuat. Mereka tahu bahwa setiap langkah yang mereka ambil mendekatkan mereka pada tujuan utama: Kuil Cahaya. Namun, saat mereka melewati hutan lebat yang terletak di kaki gunung, mereka mulai merasakan perubahan yang aneh. Semakin dalam mereka memasuki hutan, semakin banyak perasaan tak menentu yang menyelimuti mereka.
"Ada sesuatu yang aneh di sini," kata Mikoto dengan suara yang bergetar. "Seperti... ada sesuatu yang mencoba menguji kita."
Ryo mengangguk perlahan. "Aku merasakannya juga. Sepertinya kita sudah berada di wilayah yang tidak biasa."
Aiko menatap ke depan, mencoba untuk tetap tenang. "Jangan khawatir. Kita hanya perlu fokus. Petunjuk dari pria tua itu jelas—ujian pertama adalah ujian hati kita."
Saat mereka berjalan lebih jauh, suasana semakin mencekam. Angin berhembus kencang, dan suara-suara aneh terdengar dari dalam hutan. Tiba-tiba, tanah di bawah mereka mulai bergetar, dan sebuah portal muncul di hadapan mereka, bersinar dengan cahaya misterius. Tanpa kata-kata, mereka bertiga melangkah masuk ke dalam portal itu, merasa seolah-olah dunia di sekitar mereka berputar dan berubah dalam sekejap.
Ketika mereka membuka mata, mereka mendapati diri mereka berada di dalam ruangan yang besar dan gelap. Di sekeliling mereka, bayangan samar bergerak, menciptakan suasana yang tidak menyenangkan. Di tengah ruangan, sebuah patung besar berdiri dengan tatapan kosong, seolah-olah menunggu sesuatu.
"Ini... ujian hati?" Aiko bertanya dengan hati-hati.
"Saya rasa kita tidak punya pilihan selain melanjutkan," jawab Mikoto, tampaknya lebih tegang dari biasanya.
Ryo mengangguk, memandang sekeliling dengan cemas. "Kita harus siap menghadapi apa pun."
Tiba-tiba, suara menggema di seluruh ruangan, mengisi ruang dengan intensitas yang membuat ketiga remaja itu terdiam.
"Selamat datang, pencari," suara itu berkata, penuh misteri. "Ujian pertama adalah ujian dari hati. Untuk melanjutkan perjalanan ini, kalian harus menghadapi ketakutan terbesar kalian. Hanya dengan menghadapinya, kalian akan mendapatkan jalan ke ujian berikutnya."
Aiko merasakan detak jantungnya semakin cepat. "Ketakutan terbesar kami...?"
Tiba-tiba, bayangan-bayangan yang ada di sekitar mereka mulai berubah, membentuk sosok-sosok yang sangat familiar. Aiko melihat dirinya sendiri, namun dengan penampilan yang sangat berbeda. Ia melihat dirinya sebagai seorang gadis penyihir yang penuh dengan kebingungan dan keraguan. Mata dirinya yang lain berkilat dengan cemoohan, seolah meremehkan setiap langkah yang Aiko ambil.
"Apa yang kamu inginkan, Aiko?" suara dari bayangan itu terdengar dalam benaknya. "Kamu memilih untuk menjadi seorang gadis penyihir. Tapi apa yang kamu dapatkan? Semua orang yang kamu sayangi akan meninggalkanmu. Kamu tidak akan pernah bisa kembali ke kehidupan lamamu."
Aiko menggigil, merasa terjebak antara kebingungannya dan rasa takut yang mendalam. Sosok dirinya yang lain melangkah maju, wajahnya penuh dengan keangkuhan. "Tidak ada jalan untuk kembali. Dunia ini tidak akan menerima perubahanmu. Kamu memilih kekuatan, tapi itu akan menghancurkanmu. Kamu hanya akan terus merasakan kehilangan."
Mikoto dan Ryo tampak bingung, tetapi mereka tahu bahwa ini adalah bagian dari ujian yang harus mereka hadapi. Mikoto menoleh pada Aiko, memberikan tatapan penuh dukungan. "Aiko, ini hanya bayangan. Ini bukan kenyataan."
Aiko menatap sosok bayangan dirinya yang semakin mendekat. "Aku... aku tidak tahu siapa aku lagi," kata Aiko, suara terbata-bata. "Aku memilih jalan ini karena aku ingin melindungi dunia ini. Tapi... apa benar aku bisa melakukannya? Apa aku bisa menjadi diri sendiri lagi?"
Bayangan itu tertawa kecil, penuh dengan kebencian. "Tidak ada kembali untukmu, Aiko. Pilihanmu sudah mengikatmu pada takdirmu. Kekuatan ini akan menghancurkanmu, dan semuanya akan menjadi sia-sia."
Aiko merasakan seluruh tubuhnya bergetar. Tiba-tiba, kenangan tentang semua yang telah dia lalui bersama Mikoto dan Ryo datang kembali. Dia ingat perjuangan mereka, saat-saat penuh ketegangan yang mereka hadapi bersama. Namun, dia juga ingat alasan dia memilih jalan ini—untuk melindungi dunia, untuk melawan kegelapan yang mengancam.
"Tidak," Aiko berkata dengan suara yang lebih tegas. "Aku tidak akan mundur. Aku memilih jalan ini karena aku ingin melindungi orang-orang yang aku sayangi. Aku tahu aku mungkin tidak bisa kembali ke masa lalu, tapi aku tidak akan menyerah. Aku bukan gadis yang takut akan masa depan. Aku adalah Aiko, dan aku akan berjuang dengan caraku sendiri."
Dengan kata-kata itu, bayangan dirinya yang lain mulai menghilang, perlahan-lahan memudar hingga hilang sama sekali. Suasana gelap di ruangan itu mulai tersingkap, digantikan oleh cahaya lembut yang semakin terang.
Suara menggema kembali. "Kamu telah menghadapinya, Aiko. Ujian pertama telah selesai. Hanya mereka yang memiliki keteguhan hati yang bisa melanjutkan perjalanan ini. Sekarang, jalanmu menuju ujian kedua akan terbuka."
Aiko merasakan beban di hatinya sedikit berkurang. Dia tahu, meskipun ujian pertama ini berhasil dia lewati, perjalanan mereka belum berakhir. Kekuatannya masih diuji, dan masa lalu yang masih menghantuinya akan terus menjadi ujian yang lebih berat. Namun, dia tidak sendirian. Mikoto dan Ryo ada di sampingnya, dan bersama-sama, mereka akan menghadapi ujian berikutnya.
Ketiganya saling menatap, berjanji untuk tidak mundur, apapun yang akan datang.
Dengan ujian hati yang telah dilewati, Aiko dan teman-temannya melangkah menuju ujian berikutnya, yang akan menguji kekuatan mereka lebih dalam lagi. Namun, Aiko tahu satu hal: hanya dengan keteguhan hati dan tekad yang kuat, mereka akan bisa mengalahkan segala rintangan yang ada di depan mereka.