Chereads / Penyihir yang Terlahir Kembali / Chapter 30 - Bab 30: Ujian Kekuatan yang Tak Terduga

Chapter 30 - Bab 30: Ujian Kekuatan yang Tak Terduga

Bab 30: Ujian Kekuatan yang Tak Terduga

Aiko, Mikoto, dan Ryo melanjutkan perjalanan mereka setelah berhasil melewati ujian pertama, yang menguji keteguhan hati Aiko dalam menghadapi ketakutannya sendiri. Meskipun ujian pertama terasa seperti beban berat yang terlepas, mereka tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, dan ujian berikutnya menanti. Cahaya lembut yang mengiringi langkah mereka terasa seperti sebuah harapan yang jauh di depan, namun bayangan gelap tetap membuntuti mereka, menandakan bahwa ujian berikutnya akan jauh lebih sulit.

Setelah beberapa jam berjalan melalui hutan yang semakin rimbun, mereka tiba di sebuah lembah yang sunyi, dikelilingi oleh tebing-tebing tinggi yang seolah menekan mereka dari semua sisi. Udara di lembah itu terasa berat, dan tanah di bawah kaki mereka bergetar pelan, seperti ada sesuatu yang besar sedang menunggu mereka.

Di tengah lembah, sebuah batu besar berdiri tegak, tertutup oleh tumbuhan merambat yang hampir menyelimuti seluruh permukaannya. Aiko merasakan sebuah kekuatan yang tak terdefinisikan datang dari batu tersebut. Tanpa banyak bicara, mereka bertiga melangkah ke arah batu besar itu. Saat Aiko mendekat, sebuah suara menggema dari dalam batu.

"Selamat datang, pencari," suara itu bergema keras, mengguncang udara di sekitar mereka. "Ujian kedua adalah ujian dari kekuatan yang ada dalam diri kalian. Kekuatan yang sejati bukanlah kekuatan fisik semata, tetapi kekuatan untuk mengendalikan dan memahami kemampuan kalian. Untuk melanjutkan perjalanan ini, kalian harus menghadapinya."

Tiba-tiba, batu besar itu mulai memancarkan cahaya biru yang menyilaukan. Seiring dengan cahaya yang semakin terang, bentuk-bentuk bayangan mulai muncul di sekitar mereka, membentuk sosok yang sangat familiar—musuh-musuh dari masa lalu mereka, yang selama ini selalu menjadi halangan terbesar dalam perjalanan mereka.

Aiko mengingat semua pertarungan yang telah dia jalani sebelumnya. Musuh-musuh yang datang tidak hanya menguji fisik mereka, tetapi juga kekuatan pikiran dan jiwa mereka. Dalam sekejap, mereka melihat bayangan sosok pertama: seorang wanita penyihir dengan mata berkilat merah yang penuh dengan kebencian.

"Apakah kamu siap untuk menghadapi dirimu sendiri, Aiko?" kata sosok itu, suara yang terdengar seperti bisikan angin. "Kamu berpikir bahwa kamu bisa mengendalikan kekuatanmu? Kekuatan yang telah kamu pilih hanya akan menghancurkanmu. Aku adalah bagian dari dirimu yang tak bisa kamu lupakan—sisi gelap yang tersembunyi dalam dirimu."

Aiko merasakan hati yang berdebar. "Kamu... bukan diriku. Aku bukan gadis yang akan membiarkan kekuatan ini menguasai diriku. Aku akan mengendalikannya."

Namun, sosok penyihir itu hanya tertawa dingin. "Kau pikir begitu? Jika kamu mengendalikanku, kamu akan membunuh dirimu sendiri. Tak ada jalan kembali."

Aiko menggenggam tangannya, merasa panas dari dalam tubuhnya. Kekuatan yang dia miliki, kekuatan penyihir yang bisa berubah-ubah, terasa begitu kuat namun sangat berbahaya. Dia tahu bahwa untuk mengalahkan sosok ini, dia harus mengendalikan kekuatan itu, bukan membiarkannya menguasai dirinya.

"Mikoto, Ryo," Aiko berkata dengan suara yang penuh tekad, "aku harus menghadapinya. Aku harus mengendalikan kekuatanku. Kalian harus siap menghadapi ujian kalian juga."

Mikoto dan Ryo mengangguk, meskipun mereka tidak tahu apa yang akan datang, mereka tahu bahwa Aiko harus menghadapinya sendiri. Aiko berbalik dan memfokuskan pandangannya pada bayangan penyihir di depannya.

"Kekuatanmu mungkin kuat, tapi aku tidak akan membiarkan diriku kalah darimu," kata Aiko dengan suara mantap.

Sosok penyihir itu melambaikan tangannya, menciptakan gelombang energi yang besar, langsung menuju Aiko. Aiko tahu bahwa jika dia tidak mengendalikan kekuatannya, serangan ini bisa berakibat fatal. Dengan tangan terentang, Aiko mengumpulkan energi dari dalam dirinya, berusaha mengarahkan kekuatan itu ke titik tertentu dalam tubuhnya—tempat di mana energi tersebut bisa dikendalikan.

Setelah beberapa detik yang terasa seperti berabad-abad, Aiko merasakan kekuatan itu mereda dan terkendali. Cahaya biru yang semula menyilaukan itu kini berubah menjadi cahaya lembut yang menenangkan. "Aku mengendalikannya," Aiko berkata pada dirinya sendiri dengan lega. "Aku bisa mengendalikan kekuatanku."

Dengan satu gerakan cepat, Aiko mengirimkan kekuatan itu ke arah sosok penyihir yang kini mulai memudar. Sosok itu berteriak keras, menghilang dalam ledakan cahaya. Dengan jatuhnya bayangan pertama, sebuah suara bergema lagi, mengingatkan mereka bahwa ujian kedua belum berakhir.

"Ujian kedua belum selesai. Kekuatan yang kalian miliki akan terus diuji. Hanya mereka yang benar-benar memahami kekuatan mereka yang akan bertahan," suara itu mengingatkan.

Namun, Aiko merasa lebih kuat setelah mengendalikan kekuatannya. Dia tahu, meskipun ujian ini menguji kemampuannya untuk mengendalikan kekuatan, ada lebih banyak ujian yang menanti mereka. Ujian ketiga, yang berhubungan dengan masa lalu mereka, pasti akan jauh lebih sulit.

Mikoto dan Ryo mendekat, mengangguk dengan penuh rasa hormat pada Aiko. "Kamu sudah melewati ujian ini dengan luar biasa, Aiko. Tapi kita masih memiliki jalan panjang untuk ditempuh," kata Mikoto.

Ryo menambahkan, "Kekuatanmu bukan hanya pada kemampuanmu mengubah dirimu, Aiko. Kekuatan sejati terletak pada keputusan yang kita buat, dan cara kita menggunakan kekuatan itu untuk kebaikan."

Aiko mengangguk, meskipun merasa lega setelah berhasil mengendalikan kekuatan dalam dirinya, ia tahu bahwa ujian ketiga akan lebih berat. Mereka bertiga melangkah lebih jauh, siap menghadapi tantangan apa pun yang datang, dan menjaga tekad untuk menyelesaikan perjalanan ini.

 

Setelah melewati ujian kedua yang menguji kekuatan mereka, Aiko dan teman-temannya kini harus bersiap untuk ujian ketiga—sebuah ujian yang akan mengungkapkan kebenaran tentang masa lalu mereka. Apa yang akan mereka temui di ujian ketiga? Apakah mereka benar-benar siap untuk menghadapinya?