Bab 24: Jejak Sang Cahaya
Setelah melewati pintu yang menyilaukan, Aiko, Mikoto, dan Ryo mendapati diri mereka berdiri di sebuah padang rumput yang luas. Udara terasa lebih ringan di sini, dan angin lembut membawa aroma bunga yang segar. Langit di atas mereka bukanlah biru seperti biasanya, melainkan campuran warna-warna emas dan perak, seolah mencerminkan aura ilahi dari tempat itu.
"Ini... bukan dunia kita," gumam Mikoto, menatap sekeliling dengan kagum.
Aiko mengangguk. "Sepertinya kita berada di wilayah para dewa."
Ryo, yang berjalan beberapa langkah di depan mereka, memandang jauh ke horizon, di mana sebuah istana megah berdiri di atas awan. Bangunan itu bersinar, tampak seperti sumber cahaya yang menerangi seluruh dunia ini.
"Itu pasti tujuan kita," katanya sambil menunjuk ke arah istana.
Namun, sebelum mereka sempat melangkah lebih jauh, sebuah suara lembut tapi penuh wibawa terdengar di sekitar mereka.
"Kalian telah melangkah jauh, para pengembara."
Ketiganya langsung berjaga-jaga, melihat sekeliling untuk mencari asal suara tersebut. Tiba-tiba, seorang wanita muncul di depan mereka, melayang di udara. Rambutnya memancarkan kilauan emas, dan matanya bersinar seperti bintang. Dia mengenakan jubah putih dengan pola rumit yang tampak seperti cahaya yang berpendar.
"Siapa kau?" tanya Aiko dengan hati-hati.
Wanita itu tersenyum lembut. "Aku adalah Althea, penjaga batas antara dunia manusia dan dunia para dewa. Aku di sini untuk menguji apakah kalian layak untuk melangkah lebih jauh."
"Lagi ujian?" keluh Mikoto. "Bukankah yang tadi sudah cukup?"
Althea tertawa kecil. "Ujian yang kalian lewati tadi hanyalah permulaan. Itu untuk mengukur kekuatan hati kalian. Sekarang, aku ingin menguji hubungan kalian sebagai kelompok."
Aiko memandang teman-temannya. "Hubungan kami?"
Althea mengangguk. "Ya. Sebuah perjalanan seperti ini tidak bisa diselesaikan sendiri. Kalian harus membuktikan bahwa kalian bisa saling percaya dan bekerja sama, bahkan dalam keadaan paling sulit."
Dia mengangkat tangannya, dan dalam sekejap, padang rumput di sekitar mereka berubah menjadi labirin besar dengan dinding tinggi yang terbuat dari cahaya.
"Di dalam labirin ini," lanjut Althea, "kalian akan menghadapi tantangan yang hanya bisa diselesaikan jika kalian bersatu. Namun, hati-hati. Setiap kali kalian ragu atau tidak percaya satu sama lain, labirin ini akan menjadi semakin sulit."
"Kalau begitu, ayo kita mulai," kata Ryo tegas.
Althea mengangguk, lalu menghilang, meninggalkan mereka di depan pintu masuk labirin.
Tantangan Pertama: Bayangan Kepercayaan
Saat mereka melangkah ke dalam labirin, jalan di depan mereka bercabang menjadi tiga. Setiap jalan tampak sama, tidak ada petunjuk ke mana mereka harus pergi.
"Apa yang harus kita lakukan?" tanya Mikoto.
Sebelum mereka sempat memutuskan, tiga bayangan muncul di hadapan mereka. Bayangan itu berbentuk mirip dengan mereka sendiri, tetapi dengan aura gelap yang menakutkan.
Bayangan Aiko melangkah maju. "Jika kalian ingin melanjutkan, kalian harus memilih siapa yang akan melawan kami. Tapi ingat, hanya satu dari kalian yang bisa melangkah ke depan."
"Ini jebakan," kata Ryo sambil menggenggam pedangnya. "Jika kita memilih seseorang untuk melawan, itu akan menguji apakah kita saling percaya atau tidak."
Aiko mengangguk. "Kita harus membuat keputusan bersama. Siapa yang paling siap untuk ini?"
Mikoto melangkah maju. "Aku akan melakukannya. Kalian berdua sudah menghadapi banyak hal. Kali ini biarkan aku yang maju."
Aiko ingin menolak, tetapi melihat keteguhan di mata Mikoto, dia akhirnya mengangguk. "Baiklah, tapi hati-hati. Kami akan menunggumu di sini."
Mikoto melangkah ke depan, dan bayangan-bayangan itu segera menyerangnya. Namun, mereka tidak hanya menyerang dengan kekuatan fisik, tetapi juga kata-kata yang menyakitkan, mencoba menggoyahkan kepercayaannya pada dirinya sendiri dan teman-temannya.
"Kau tidak cukup kuat," kata salah satu bayangan.
"Mereka memilihmu hanya karena mereka ingin lepas dari tanggung jawab," kata bayangan lain.
Namun, Mikoto mengabaikan kata-kata itu, mengingat kenangan bersama Aiko dan Ryo. Dia tahu bahwa mereka percaya padanya, dan itu memberinya kekuatan untuk melawan bayangan tersebut. Dalam beberapa saat, dia berhasil mengalahkan mereka, dan jalan di labirin terbuka.
Tantangan Kedua: Jalan Terpisah
Setelah melanjutkan perjalanan, mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan dua pintu di depan mereka. Althea muncul lagi, kali ini dalam bentuk bayangan di dinding.
"Ada dua jalan di depan kalian," katanya. "Salah satu jalan adalah jalan yang benar, sementara yang lain membawa kalian ke dalam kegelapan yang tak berujung. Kalian harus memutuskan bersama, tetapi ingat, hanya satu suara yang boleh menjadi keputusan akhir."
"Kita harus memilih jalan mana?" tanya Ryo sambil memandang kedua pintu itu dengan cermat.
Aiko maju, mencoba merasakan sesuatu, tetapi tidak ada petunjuk yang jelas. "Aku tidak tahu. Semuanya terasa sama."
"Lalu bagaimana kita memutuskan?" Mikoto bertanya.
Mereka berdebat sejenak, tetapi akhirnya Ryo berkata, "Kita harus percaya pada Aiko. Dia adalah inti dari perjalanan ini. Jika ada yang bisa merasakan jalannya, itu dia."
Aiko terkejut dengan kepercayaan itu, tetapi dia tahu bahwa ini adalah tanggung jawabnya. Dia memejamkan mata, mencoba memusatkan pikirannya. Setelah beberapa saat, dia menunjuk ke pintu sebelah kiri.
"Kita harus ke sana," katanya yakin.
Tanpa ragu, Mikoto dan Ryo mengikuti Aiko. Ketika mereka melangkah melewati pintu itu, labirin di sekitar mereka memudar, dan mereka kembali ke padang rumput di depan istana.
Pertemuan dengan Althea
Althea muncul kembali di depan mereka, kali ini dengan senyum yang lebih lembut.
"Kalian telah membuktikan bahwa kalian bisa saling percaya," katanya. "Namun, perjalanan kalian belum selesai. Di dalam istana itu, kebenaran yang kalian cari akan terungkap, tetapi bersiaplah, karena tidak semua kebenaran mudah diterima."
Aiko menatap istana dengan tekad yang semakin kuat. Dia tahu bahwa tantangan yang lebih besar menunggu mereka, tetapi dengan Mikoto dan Ryo di sisinya, dia merasa siap menghadapi apa pun yang akan datang.
"Ayo kita selesaikan ini," kata Aiko, melangkah menuju istana.
Dengan langkah mantap, mereka bertiga mendekati pintu istana, siap membuka babak baru dalam perjalanan mereka.