Bab 20: Pilihan Sang Keturunan
Ketika malam terasa semakin dalam, perpustakaan kuno yang dingin dan hening menjadi saksi atas keputusan besar yang harus diambil oleh Aiko. Di hadapan mereka, buku dengan ramalan yang mengerikan tetap terbuka, seperti sebuah lubang hitam yang menarik perhatian setiap orang di ruangan itu. Mikoto dan Ryo berdiri di sampingnya, memberikan dukungan dalam diam, sementara Aiko merenungkan kata-kata yang baru saja dia baca.
"Ketika cahaya dan kegelapan bertemu, saat itulah dunia akan dihancurkan dan dibentuk kembali."
Aiko menutup buku itu perlahan, mencoba menenangkan gejolak dalam hatinya. Tapi sebelum dia sempat berbicara, sebuah suara terdengar dari sudut ruangan.
"Kau akhirnya menemukannya, ya."
Ketiganya langsung waspada, menoleh ke arah sumber suara. Dari bayangan di antara rak buku, seorang pria tinggi dengan rambut putih panjang muncul. Matanya tajam seperti elang, dan dia mengenakan jubah hitam dengan simbol yang sama seperti di buku ramalan itu. Sosoknya tampak memancarkan aura otoritas dan bahaya.
"Siapa kau?" tanya Ryo, melangkah maju dengan tangan bersiap menggenggam pedangnya.
Pria itu tersenyum tipis, tatapannya langsung tertuju pada Aiko. "Aku adalah penjaga dari rahasia yang baru saja kalian buka. Namaku Kyros. Dan kau, Aiko, adalah pewaris dari kekuatan yang seharusnya tidak pernah terbangun."
Aiko menggertakkan giginya, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Jika kau tahu siapa aku, maka kau pasti tahu aku tidak akan mundur. Aku akan mencari tahu kebenaran, apapun resikonya."
Kyros mendekat perlahan, langkahnya begitu tenang namun penuh tekanan. "Kebenaran? Apa kau yakin kau siap mendengar kebenaran itu? Darah yang mengalir dalam dirimu adalah kutukan, Aiko. Itu adalah darah yang menyebabkan perang besar di masa lalu, yang menghancurkan segalanya dan membuat dunia ini seperti sekarang."
Mikoto memotong, suaranya penuh kemarahan. "Jangan memanipulasi dia! Jika kau tahu sesuatu, katakan saja dengan jelas!"
Kyros mengabaikan Mikoto dan tetap fokus pada Aiko. "Kekuatanmu berasal dari para dewa terbuang, para pemberontak yang mencoba mengambil alih surga. Mereka gagal, tapi darah mereka mengalir dalam dirimu. Kau adalah titisan dari mereka—sebuah bahaya bagi keseimbangan dunia ini."
Aiko terdiam, mencoba memproses apa yang dia dengar. Semua ini terasa terlalu besar untuk dipahami, tapi di dalam hatinya, dia tahu bahwa Kyros mengatakan sebagian dari kebenaran.
"Jika aku memang bahaya, kenapa aku diberikan kesempatan untuk hidup?" tanya Aiko akhirnya, suaranya terdengar lebih tegas dari yang dia kira.
Kyros berhenti, menatap Aiko dengan tatapan dingin. "Karena kau adalah kunci. Hanya kau yang bisa membuka pintu antara dunia para dewa dan dunia manusia. Dan jika pintu itu terbuka, kekacauan akan dimulai kembali."
"Kalau begitu," Ryo menyela, "kenapa kau tidak menghentikannya sekarang? Kenapa tidak menghancurkan kami sejak awal?"
Kyros tertawa kecil, tetapi tidak ada kehangatan dalam suara itu. "Karena aku bukan musuh kalian. Aku hanya penjaga, seseorang yang memastikan bahwa takdir berjalan sebagaimana mestinya. Pilihan tetap ada di tangan Aiko."
Suasana menjadi tegang. Kata-kata Kyros seolah menjadi beban tambahan bagi Aiko, yang kini merasa seperti boneka di tengah permainan besar antara kekuatan cahaya dan kegelapan.
"Apa yang kau inginkan dariku?" Aiko akhirnya bertanya, suaranya penuh dengan campuran ketakutan dan kemarahan.
Kyros tersenyum lagi, kali ini lebih serius. "Aku ingin kau membuat pilihan, Aiko. Kekuatanmu bisa membentuk ulang dunia, tapi apakah kau ingin dunia itu dipenuhi dengan kehancuran, atau kau ingin menghancurkan darahmu sendiri untuk melindungi apa yang ada sekarang? Hanya kau yang bisa memutuskan."
Mikoto melangkah maju, berdiri di samping Aiko. "Dia tidak harus memilih sendiri! Kami akan bersamanya, apa pun yang terjadi."
Kyros memandang Mikoto dengan ekspresi dingin. "Kesetiaanmu terpuji, tapi itu tidak mengubah apa pun. Pada akhirnya, ini adalah perjalanan Aiko, bukan perjalanan kalian."
Suasana di perpustakaan menjadi semakin tegang. Udara terasa berat, seperti dipenuhi dengan energi yang tak terlihat. Aiko merasakan dadanya sesak, tetapi dia tahu dia harus berkata sesuatu.
"Aku tidak akan memilih sekarang," kata Aiko akhirnya. "Aku belum tahu apa yang benar, tapi aku tidak akan membiarkan siapa pun memaksaku untuk membuat keputusan ini. Aku akan menemukan jalanku sendiri."
Kyros menatap Aiko dengan pandangan penuh arti, lalu mengangguk. "Pilihan yang bijak, setidaknya untuk sekarang. Tapi ingat, Aiko, waktu tidak akan menunggumu selamanya. Pintu itu akan terbuka cepat atau lambat, dan saat itu terjadi, kau harus siap."
Tanpa kata-kata lain, Kyros berbalik dan menghilang ke dalam bayangan, meninggalkan mereka bertiga dengan pikiran yang kacau.
Mikoto menatap Aiko dengan penuh kekhawatiran. "Apa kau yakin dengan keputusanmu?"
Aiko mengangguk pelan. "Aku harus yakin. Ini hidupku, dan ini kekuatanku. Aku tidak akan membiarkan orang lain menentukan jalanku."
Ryo meletakkan tangannya di bahu Aiko, memberikan dukungan. "Kalau begitu, kita akan terus mencari jawaban bersama. Kau tidak sendirian."
Aiko tersenyum kecil, meskipun hatinya masih dipenuhi dengan keraguan. Dia tahu bahwa perjalanan mereka belum selesai, dan tantangan yang lebih besar sedang menunggu di depan. Tapi untuk saat ini, dia merasa sedikit lebih kuat, mengetahui bahwa dia tidak perlu menghadapi semuanya sendirian.
Dengan itu, mereka melanjutkan pencarian mereka di perpustakaan, mencari jawaban yang tersembunyi di balik teks-teks kuno. Mereka tahu bahwa waktu mereka terbatas, dan pilihan Aiko akan segera menentukan nasib dunia.