Chereads / Penyihir yang Terlahir Kembali / Chapter 19 - Bab 19: Labirin Takdir

Chapter 19 - Bab 19: Labirin Takdir

Bab 19: Labirin Takdir

Aiko berdiri di tengah ruangan yang hening, pikiran dan hatinya berputar cepat. Kata-kata bayangan itu bergema di telinganya, tak bisa ia lupakan. Keturunan dewa terbuang, kekuatan yang terpendam, dan pilihan yang harus diambil. Semuanya terasa seperti sebuah beban yang tak bisa dipikul oleh satu orang saja.

"Aiko…" suara Mikoto terdengar lembut, penuh kekhawatiran. Dia dan Ryo berdiri di belakangnya, memberi ruang agar Aiko bisa merenung sejenak. Namun mereka semua tahu, pertempuran dalam diri Aiko baru saja dimulai.

Aiko memutar tubuhnya dan menatap keduanya. "Aku harus memahaminya lebih dalam," jawab Aiko dengan suara yang lebih tegas, meskipun ada keraguan di matanya. "Kekuatan ini, darah yang mengalir dalam diriku, itu bukan sesuatu yang bisa kuabaikan begitu saja. Tapi aku tidak tahu bagaimana menghadapinya."

Mikoto menatap Aiko, memahami kebingungannya. "Kita semua pernah merasakan hal yang sama. Tapi kita tidak sendirian. Kita ada untuk satu sama lain."

Ryo mengangguk setuju. "Mikoto benar. Tak peduli seberapa besar ancaman atau rahasia yang kita hadapi, kita akan menghadapinya bersama."

Aiko menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. "Kalian benar. Aku tidak bisa menghadapi ini sendiri." Namun meskipun Aiko merasa lega dengan dukungan mereka, di dalam hatinya masih ada satu pertanyaan yang membekas. Apa yang akan terjadi jika aku memilih untuk menerima kekuatan ini?

Tiba-tiba, suara dari dalam kepala Aiko mengusik ketenangannya. Suara itu lembut namun penuh dengan kekuatan, seakan datang dari tempat yang jauh.

"Aiko... jangan takut."

Aiko terkejut. "Siapa…?"

Suara itu kembali terdengar, kali ini lebih jelas dan lebih dekat. "Aku adalah bagian dari dirimu, kekuatan yang terkunci dalam darahmu. Jangan ragu untuk mengungkapkannya. Takdirmu sudah ditentukan sejak lama."

Aiko memegangi kepalanya, merasa seolah ada sesuatu yang bergerak dalam dirinya, menembus batas kesadarannya. Kekuatan itu—sesuatu yang telah lama tersembunyi dalam dirinya—seakan mulai bangkit, berusaha untuk keluar. Tetapi ia merasa bingung dan takut akan konsekuensinya.

"Kita harus ke tempat yang lebih aman," kata Ryo, menyadari ketegangan yang melanda Aiko. "Mungkin kita bisa mencari jawaban lebih lanjut di perpustakaan kuno atau di tempat yang lebih penuh dengan pengetahuan."

Aiko mengangguk. "Ya, aku setuju. Aku merasa ada banyak hal yang harus kita pelajari tentang darahku dan kekuatan ini."

Mereka bertiga mulai berjalan menyusuri jalan yang gelap, menuju sebuah tempat yang Aiko ingat dengan samar—sebuah perpustakaan kuno yang tersembunyi jauh di dalam dimensi ini. Aiko merasa bahwa tempat itu mungkin bisa memberinya petunjuk tentang apa yang harus dilakukan selanjutnya. Mereka tidak tahu apa yang akan mereka temui di sana, namun mereka tahu bahwa jawaban atas pertanyaan mereka mungkin tersembunyi di dalam tumpukan buku-buku kuno itu.

Perjalanan mereka terasa semakin berat seiring waktu berlalu. Keheningan yang mencekam melingkupi mereka, hanya terdengar langkah kaki mereka yang bergema di koridor gelap. Namun, Aiko merasakan sesuatu yang semakin kuat dalam dirinya, seakan sebuah kekuatan yang tersembunyi sedang bergerak lebih cepat daripada yang dia harapkan. Suara-suara itu, bisikan yang datang dari dalam dirinya, semakin jelas terdengar.

"Aiko, apakah kamu baik-baik saja?" tanya Mikoto, yang mulai melihat ekspresi gelisah pada wajah Aiko.

Aiko menoleh, matanya penuh dengan kebingungan. "Aku… aku merasa seperti ada sesuatu yang bergerak dalam diriku. Sesuatu yang tak bisa kuontrol."

Ryo menatapnya dengan penuh perhatian. "Kekuatan itu sedang terbangun, Aiko. Mungkin sudah saatnya kamu menghadapinya."

Saat mereka mencapai pintu perpustakaan kuno itu, Aiko merasa ada sesuatu yang berbeda. Pintu itu tampak usang dan tertutup rapat, tetapi entah mengapa Aiko merasa bahwa pintu itu hanya bisa terbuka jika dia siap menghadapinya. Dengan tangan yang gemetar, dia meraih pegangan pintu dan mendorongnya.

Pintu terbuka dengan suara berderak, dan di hadapan mereka terbentang sebuah ruangan luas yang dipenuhi rak-rak buku tebal yang menjulang tinggi. Udara di dalamnya terasa dingin, seakan bertahun-tahun tidak tersentuh. Namun ada sesuatu yang membuat Aiko merasa tenang—sebuah perasaan yang seolah-olah ruang ini menyambut mereka.

Mikoto melangkah maju dan mulai memeriksa beberapa buku yang tergeletak di meja. "Sepertinya banyak informasi yang bisa kita gali di sini. Buku-buku ini pasti mengandung pengetahuan tentang kekuatan yang kamu miliki."

Aiko berjalan pelan, mendekati sebuah rak yang terlihat lebih tua dari yang lain. Di sana, di antara tumpukan buku yang hampir tidak bisa dibuka karena debu yang menutupi, dia menemukan sebuah buku dengan sampul yang terlihat sangat usang. Namun, di sampul itu terdapat simbol yang sangat familiar—sebuah tanda yang pernah dilihat Aiko di dalam mimpinya, di dalam bayangan masa lalunya.

"Apa ini?" Aiko bertanya, suaranya hampir berbisik.

Dia membuka halaman pertama, dan sebuah tulisan yang hampir tidak terbaca terlihat di sana. Namun, saat Aiko mulai membacanya, kata-kata itu mulai terasa hidup, seolah mengalir langsung ke dalam pikirannya.

"Keturunan yang terlupakan akan terbangun. Darah yang mengalir adalah kunci dari takdir yang telah ditentukan. Ketika cahaya dan kegelapan bertemu, saat itulah dunia akan dihancurkan dan dibentuk kembali."

Aiko terdiam, matanya melebar. "Ini… ini adalah ramalan."

Ryo dan Mikoto mendekat, membaca dengan seksama. Mikoto bertanya, "Apa maksud dari cahaya dan kegelapan bertemu? Dan mengapa dunia akan dihancurkan?"

Aiko menggenggam buku itu erat-erat. "Aku tidak tahu. Tapi satu hal yang jelas—aku harus memilih. Apakah aku akan menerima takdir ini, ataukah aku akan berjuang melawannya?"

Mereka bertiga saling berpandangan, dan Aiko merasakan beratnya keputusan yang harus diambil. Perjalanan ini baru saja memasuki babak baru—babak yang penuh dengan rahasia, pilihan, dan takdir yang harus dijalani. Namun satu hal yang pasti, Aiko tidak akan mundur. Tak peduli apa yang harus dia hadapi, dia akan menghadapinya dengan tekad yang lebih kuat.

Dan dengan itu, mereka melangkah lebih dalam ke dalam labirin takdir yang semakin rumit, siap untuk menghadapi apapun yang menunggu mereka.