Bab 11: Penjaga Lembah
Perjalanan mereka semakin berat saat mereka melangkah lebih dalam ke dalam Lembah Terlarang. Aiko dan teman-temannya mulai merasakan kehadiran makhluk-makhluk aneh yang semakin mendekat. Kegelapan semakin pekat, dan kabut yang semula tipis kini telah menyelimuti seluruh lembah, mengaburkan pandangan mereka. Meskipun Aiko telah berhasil mengalahkan beberapa makhluk bayangan, dia tahu ancaman yang lebih besar masih menunggu.
Ryo berjalan di depan, pedang terhunus, sementara Mikoto menjaga posisi belakang. Aiko melangkah di tengah, merasakan energi dalam dirinya berdenyut. Setiap langkah semakin terasa berat, seperti ada sesuatu yang menahan mereka maju. Perasaan tidak nyaman itu semakin meningkat, dan Aiko mulai merasakan bahwa mereka tidak hanya dikejar oleh makhluk, tetapi juga oleh sesuatu yang lebih kuat—sesuatu yang telah lama terpendam di dalam lembah ini.
"Pernahkah kalian mendengar tentang Penjaga Lembah?" tanya Mikoto dengan suara pelan, matanya masih mengamati setiap gerakan di sekitar mereka.
Ryo mengerutkan kening. "Penjaga Lembah? Apa itu?"
Mikoto mengangguk pelan. "Itu adalah sosok legendaris yang melindungi lembah ini. Ada cerita-cerita tentang makhluk yang bisa merubah bentuknya, mengendalikan alam, dan bahkan memanipulasi waktu di dalam lembah ini. Mereka tidak membiarkan siapapun memasuki wilayah ini tanpa izin mereka. Mungkin... kita sudah mendekati tempat mereka bersemayam."
Aiko merasakan getaran di udara, sebuah kekuatan yang berbeda dari sebelumnya. Energi itu lebih terarah dan lebih terfokus. Seolah ada sesuatu yang mengawasi mereka, memonitor setiap langkah yang mereka ambil. Aiko bisa merasakannya semakin dekat, dan dia merasa semakin cemas.
Tiba-tiba, di depan mereka muncul sosok besar, tinggi, dengan tubuh yang diselimuti oleh bayangan gelap. Wajahnya tersembunyi di balik topeng kuno, dan matanya bersinar dengan cahaya merah yang tajam. Penjaga Lembah.
"Kalian telah melanggar batas," suara Penjaga Lembah terdengar seperti gemuruh angin yang memecah keheningan. "Mengapa kalian datang ke tempat ini? Apa yang kalian cari?"
Aiko berhenti, menatap makhluk itu dengan hati-hati. "Kami mencari artefak yang tersembunyi di lembah ini. Itu adalah bagian dari misi kami."
Penjaga Lembah tertawa pelan, suaranya dalam dan menggetarkan. "Artefak... kalian tidak tahu apa yang kalian cari. Kekuatan yang terkandung di dalam lembah ini bukan untuk manusia biasa. Ini adalah tempat terlarang. Kalian akan mati jika mencoba mengaksesnya."
Mikoto memegang pedangnya dengan erat. "Kami tidak akan mundur. Kami memiliki alasan kuat untuk mencari artefak itu."
Penjaga Lembah melangkah maju, kakinya menginjak tanah dengan keras, dan dalam sekejap, tanah di sekitar mereka mulai berguncang. "Jika kalian ingin melalui tempat ini, kalian harus melewati ujian dari lembah. Hanya mereka yang benar-benar siap yang akan mendapatkannya. Kalian siap?"
Aiko menatap Penjaga Lembah dengan mata penuh tekad. "Kami siap. Kami tidak akan menyerah begitu saja."
Dengan satu gerakan tangan besar, Penjaga Lembah menciptakan sebuah portal gelap di depan mereka. "Jika kalian ingin terus hidup dan mendapatkan apa yang kalian cari, maka hadapilah ujian yang ada di dalam. Keputusan ada di tangan kalian."
Tanpa ragu, Aiko melangkah maju, memasuki portal gelap yang terbuka di hadapan mereka. Mikoto dan Ryo mengikutinya, meskipun mereka tahu ujian yang akan datang tidak akan mudah.
Begitu mereka memasuki portal itu, suasana berubah sepenuhnya. Mereka berada di sebuah dunia yang sangat berbeda—sebuah dimensi yang penuh dengan bayangan dan cahaya yang berputar-putar. Tanah di bawah kaki mereka tampak seperti kaca yang pecah, sementara langit dipenuhi dengan warna ungu gelap yang berputar-putar seperti energi yang tidak terkendali.
"Tempat ini... terasa berbeda," bisik Mikoto. "Apakah ini bagian dari ujian itu?"
Aiko memandang sekitar dengan hati-hati. "Aku tidak tahu, tapi kita harus tetap waspada."
Tiba-tiba, suara berat terdengar di sekitar mereka, mengalun seperti bisikan dari segala arah. "Ujian pertama dimulai. Kalian akan menghadapi ilusi yang paling menakutkan bagi kalian."
Seiring dengan suara itu, bayangan-bayangan mulai muncul di sekitar mereka. Di depan Aiko, sebuah bayangan besar muncul, menggambarkan dirinya yang lain—seorang gadis penyihir dengan kekuatan luar biasa, namun dalam bayangan itu, Aiko melihat dirinya sendiri terjatuh ke dalam kegelapan, dikelilingi oleh kekuatan yang tidak bisa dikendalikan.
"Apakah ini yang kamu takuti?" suara itu terdengar lagi, lebih dalam dan lebih mengerikan. "Kamu takut akan dirimu sendiri, bukan? Kamu takut akan kekuatanmu yang tak terkendali."
Aiko merasakan sebuah ketakutan yang dalam menggelora di dadanya, tapi dia berusaha untuk tetap tenang. "Ini hanya ilusi," gumamnya, berusaha meyakinkan dirinya sendiri. "Aku tidak akan terperangkap oleh ini."
Di sisi lain, Mikoto juga terdiam, tatapannya kosong, seperti dia sedang terjebak dalam ilusi yang tidak bisa dilawannya. Di depannya, ada bayangan dari masa lalunya—sebuah kenangan yang menghantui dirinya. Seorang saudara perempuan yang hilang, yang dalam bayangannya, selalu menyalahkannya atas kejadian itu.
"Mikoto!" seru Aiko, menyentuh bahunya, berusaha membangunkan temannya dari ilusi tersebut.
Namun, Mikoto masih terperangkap dalam penglihatannya, terhanyut dalam rasa bersalah dan kesedihan yang menyelimutinya. Aiko menggenggam tangannya dengan kuat, berusaha menyentuh kekuatan dalam dirinya untuk menembus ilusi tersebut.
"Ayo, Mikoto! Ini bukan kenyataan! Ini hanya pikiranmu!" Aiko berseru, matanya penuh dengan keyakinan.
Seiring dengan kata-kata itu, bayangan Mikoto mulai memudar, dan Mikoto perlahan membuka matanya. "Aiko... terima kasih." Mikoto menarik napas panjang, tampak sedikit terkejut, tetapi akhirnya berhasil keluar dari ilusi itu.
"Jangan biarkan dirimu terperangkap," kata Aiko, dengan penuh keyakinan. "Kita akan keluar dari sini bersama."
Namun, ujian belum selesai. Ilusi lainnya mulai bermunculan, dan kali ini, yang muncul adalah bayangan dari Ryo—bayangan dirinya yang terjatuh dalam keputusasaan, kehilangan semua orang yang ia cintai karena kegagalannya. Namun, Ryo juga tidak menyerah. Dengan tekad yang sama, dia menghadapi bayangannya, mengusir rasa takut itu.
Ketiganya akhirnya berhasil menghadapi ujian mereka masing-masing dan keluar dari ilusi tersebut. Meskipun lelah, mereka merasa lebih kuat daripada sebelumnya.
Di hadapan mereka, Penjaga Lembah muncul kembali, matanya bersinar tajam. "Kalian telah melewati ujian pertama. Tetapi ingat, ujian sejati baru saja dimulai. Apa yang kalian cari bukanlah sesuatu yang mudah untuk ditemukan."
Aiko mengangguk, wajahnya penuh tekad. "Kami tidak akan berhenti. Kami akan menemukan artefak itu dan mengalahkan kegelapan yang mengancam dunia."
Penjaga Lembah menatap mereka dengan evaluasi yang tajam. "Baiklah. Kalian telah membuktikan bahwa kalian memiliki keberanian untuk melanjutkan perjalanan ini. Lanjutkan pencarian kalian... tetapi ingat, setiap langkah membawa risiko yang lebih besar."
Dengan itu, mereka melanjutkan perjalanan mereka ke bagian terdalam Lembah Terlarang, tahu bahwa ujian yang lebih berat menanti di depan mereka. Namun, mereka juga tahu bahwa mereka tidak akan pernah menyerah—tak peduli betapa sulitnya perjalanan ini.