Bab 10: Lembah Terlarang
Setelah menemukan artefak pertama, Aiko dan teman-temannya bergegas menuju tujuan berikutnya. Informasi yang mereka dapatkan dari Sera mengarahkan mereka ke sebuah lembah yang dikenal sebagai Lembah Terlarang. Lembah ini dipercaya menyimpan salah satu artefak kuat yang dapat membantu Aiko dalam menguasai kekuatan magisnya. Namun, tempat ini juga terkenal karena banyaknya makhluk dan jebakan mematikan yang menghalangi siapapun yang berani memasuki wilayahnya.
Aiko berjalan dengan langkah tegap, meski perasaan cemas dan takut terus menggelayuti pikirannya. Setiap langkah terasa semakin berat, seolah-olah dunia sekitarnya penuh dengan bahaya yang tersembunyi. Mikoto berjalan di sampingnya, mengamati dengan waspada, sementara Ryo berada di depan, pedang di tangan, siap menghadapi apapun yang datang.
"Lembah Terlarang... Sepertinya namanya tidak berlebihan," Mikoto berkomentar, matanya melihat-lihat sekeliling mereka yang mulai tampak lebih gelap dan sunyi. "Tempat ini benar-benar terasa seperti penuh dengan ancaman."
Ryo berhenti sejenak dan menatap lembah di depannya. "Lembah ini terkenal dengan banyaknya makhluk yang terperangkap di dalamnya. Sebagian besar adalah monster yang tak dikenal, dan ada kabar bahwa beberapa dari mereka berasal dari dimensi lain."
Aiko mengangguk, merasakan ketegangan di udara. "Kita harus tetap hati-hati. Ini mungkin tidak akan mudah."
Saat mereka terus berjalan menuruni lembah, sebuah kabut tebal mulai menyelimuti mereka. Udara menjadi semakin dingin, dan suara alam yang biasa terdengar seperti hilang. Keheningan yang aneh menyelimuti tempat itu, membuat mereka semakin waspada.
"Apa yang terjadi?" tanya Mikoto, memegang pedangnya dengan lebih erat. "Ada yang tidak beres di sini."
Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki berat dari kejauhan, disertai dengan gemuruh yang semakin mendekat. Aiko merasakan energi gelap yang kuat mengalir, dan sepertinya mereka sedang diawasi. Tanpa peringatan, bayangan-bayangan hitam melesat dari kabut dan menuju mereka dengan kecepatan tinggi.
"Serangan!" teriak Ryo, menarik pedangnya dan bersiap.
Aiko merasakan kekuatan magis dalam dirinya bergolak, tetapi kali ini, dia mencoba untuk tetap tenang. Ini adalah momen di mana dia harus mengendalikan kekuatan itu, atau semuanya bisa berakhir dengan bencana.
Bayangan-bayangan itu mulai terwujud menjadi makhluk besar dengan tubuh gelap dan mata merah menyala. Mereka tampak seperti binatang buas, namun dengan kekuatan magis yang memancar dari tubuh mereka. Aiko tidak sempat berpikir panjang—dia tahu apa yang harus dilakukan.
"Panggil kekuatan itu!" kata Sera dalam pikirannya, suaranya terdengar dalam hati Aiko. "Kamu bisa mengendalikannya, Aiko. Percaya pada dirimu sendiri."
Aiko menutup matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam. Ketika matanya terbuka, ada kilauan cahaya biru yang memancar dari dalam dirinya. Tangan Aiko terangkat, dan dari telapak tangannya, cahaya biru yang kuat memancar, membentuk perisai pelindung di sekeliling mereka.
Mikoto dan Ryo terkejut melihat Aiko mengeluarkan kekuatan seperti itu. "Aiko!" seru Mikoto. "Kamu berhasil!"
Aiko mengangguk, meskipun masih terengah-engah. "Aku... aku bisa merasakannya. Kekuatan ini... aku mulai bisa mengendalikannya."
Makhluk-makhluk bayangan itu menyerang dengan cepat, namun perisai yang dibentuk Aiko berhasil menahan serangan mereka. Namun, mereka tidak menyerah begitu saja. Salah satu makhluk besar itu memukul perisai dengan cakar tajamnya, membuat perisai itu retak sedikit demi sedikit.
"Jangan biarkan mereka menghancurkan pertahananmu!" Sera memperingatkan dalam pikirannya.
Aiko mengerahkan lebih banyak kekuatan, dan kali ini, perisai itu mengeluarkan ledakan energi yang menghancurkan makhluk bayangan yang menyerang. Makhluk itu terpelanting ke belakang, menghilang dalam kabut yang menyelimuti lembah.
Namun, serangan itu hanya sementara. Tiba-tiba, lebih banyak makhluk muncul dari kabut, semakin banyak, semakin ganas. Mereka mengelilingi Aiko dan teman-temannya, siap untuk menyerang lagi.
"Ini tidak bisa terus berlangsung," kata Ryo, menatap makhluk-makhluk itu dengan penuh kewaspadaan. "Kita harus menemukan artefaknya segera sebelum kita kehabisan tenaga."
Aiko merasa tubuhnya mulai lelah akibat terus-menerus mengeluarkan energi. Kekuatan sihirnya sangat kuat, tetapi juga memerlukan banyak energi untuk dikendalikan. Perisai yang dia buat mulai melemah, dan makhluk-makhluk itu semakin mendekat.
"Aiko, kamu harus fokus," kata Sera lagi, lebih tegas. "Pusatkan energi dalam dirimu. Temukan inti dari kekuatanmu yang sejati."
Aiko mencoba untuk fokus, matanya tertutup rapat. Dalam keheningan batinnya, dia merasakan kekuatan itu berputar di dalam dirinya, seperti pusaran angin yang mulai menguat. Perlahan, perasaan itu berubah menjadi sebuah aliran energi yang terfokus pada satu titik—tangan kirinya, yang mulai memancarkan cahaya biru yang lebih terang dan lebih besar.
"Ayo, Aiko!" seru Mikoto, melihat perubahan dalam diri Aiko.
Dengan satu gerakan cepat, Aiko mengangkat tangan kirinya tinggi, mengarahkan energi itu langsung ke makhluk-makhluk bayangan yang mengelilinginya. Cahaya biru itu meledak keluar, menyelimuti makhluk-makhluk tersebut dalam sekejap. Dalam hitungan detik, semua bayangan itu hancur dan menghilang.
Ketenangan kembali menyelimuti lembah, dan kabut perlahan mulai menghilang. Aiko terjatuh ke lutut, tubuhnya lelah setelah mengerahkan kekuatan yang begitu besar.
"Aiko!" Mikoto dan Ryo berlari menghampirinya.
"Apa yang... apa yang terjadi?" Aiko berbisik, kelelahan.
Sera muncul di hadapannya, senyum bangga terlukis di wajahnya. "Kamu baru saja menunjukkan kekuatan sejati yang ada dalam dirimu, Aiko. Itulah potensi sesungguhnya dari warisanmu."
Aiko memandang tangan kirinya, yang masih memancarkan sedikit cahaya biru. "Aku... aku melakukannya?"
"Ya," jawab Sera. "Kamu baru saja mengambil langkah besar dalam perjalananmu. Tetapi ingat, ini baru permulaan. Kekuatan ini akan terus tumbuh, dan ancaman yang menantimu semakin besar."
Ryo membantu Aiko berdiri, matanya penuh kekhawatiran. "Tapi kita harus tetap waspada. Lembah ini tidak hanya dipenuhi dengan makhluk gelap. Ada sesuatu yang lebih besar yang menunggu kita di dalam."
Aiko mengangguk, meski masih terengah-engah. "Kita harus terus maju. Artefak itu ada di sini, dan kita tidak akan berhenti sampai kita menemukannya."
Dengan semangat yang baru ditemukan, mereka melanjutkan perjalanan mereka melalui Lembah Terlarang. Namun, Aiko tahu bahwa ancaman yang lebih besar sedang menunggu mereka, dan petualangan ini akan semakin berbahaya. Tetapi satu hal yang pasti—dia tidak akan mundur.