Bab 9: Pencarian Dimulai
Hari itu, Aiko, Mikoto, dan Ryo berdiri di depan sebuah rumah tua yang terletak di pinggiran kota, dikelilingi oleh pepohonan besar yang tampak seperti menyembunyikan banyak rahasia. Rumah ini adalah tempat pertama yang mereka tuju setelah pertemuan dengan Sera. Menurutnya, rumah ini menyimpan petunjuk penting mengenai kekuatan Aiko dan artefak yang mereka cari.
"Apa kita benar-benar harus pergi ke sini?" tanya Mikoto, mengangkat alisnya. "Rumah ini tampaknya sangat... menyeramkan."
Ryo memandang rumah itu dengan hati-hati. "Sera mengatakan tempat ini menyimpan petunjuk penting. Kita tidak bisa melewatkan kesempatan ini."
Aiko melihat rumah itu dengan tatapan penuh rasa ingin tahu. Meski tempat itu tampak tua dan usang, ada perasaan aneh yang mengusik dirinya, seolah-olah rumah ini menyimpan banyak kenangan yang tertinggal. Sera telah memberitahukan mereka bahwa ini adalah salah satu tempat yang memiliki hubungan dengan kekuatan Aiko. Rumah ini dulunya milik seorang penyihir legendaris yang merupakan bagian dari garis keturunan penyihir kuno yang sama dengan Aiko.
"Baiklah," kata Aiko, bertekad. "Kita harus mengecek. Siapa tahu ada petunjuk yang bisa membantu kita."
Mereka bertiga berjalan masuk ke dalam rumah yang telah lama tidak terurus ini. Pintu kayu besar terbuka dengan suara berderit, dan mereka disambut oleh udara dingin dan aroma debu yang pekat. Di dalam, ruangannya luas dan penuh dengan rak-rak buku tua, meja-meja kayu besar, dan benda-benda yang tampaknya telah bertahun-tahun ditinggalkan. Hanya ada sedikit cahaya yang masuk melalui jendela yang berdebu.
"Tempat ini terasa berbeda," bisik Mikoto, matanya memindai ruangan dengan cermat. "Seperti ada sesuatu yang mengawasi kita."
Ryo berjalan lebih dulu, mengangkat pedangnya dengan waspada. "Berhati-hatilah. Tempat seperti ini seringkali penuh dengan jebakan."
Aiko berjalan mengikuti mereka, jantungnya berdebar-debar. Meski dia tidak bisa menjelaskan mengapa, dia merasa seolah ada sesuatu yang memanggilnya di dalam rumah ini. Sebuah kekuatan yang familiar dan misterius, seolah mengingatkannya pada sesuatu yang telah lama hilang dalam hidupnya.
Mereka mulai menjelajahi setiap sudut rumah. Di ruang utama, mereka menemukan sebuah meja kayu besar yang tertutup oleh gulungan-gulungan kertas kuno. Aiko berjalan mendekat dan dengan hati-hati membuka salah satu gulungan kertas tersebut. Di dalamnya, ada simbol-simbol sihir yang sangat mirip dengan simbol yang dia lihat dalam mimpi-mimpinya. Simbol-simbol itu sepertinya mengarah pada kekuatan yang sangat besar dan kuno, yang mengalir dalam darahnya.
"Tunggu, ini..." Aiko bergumam. "Ini seperti simbol-simbol sihir yang pernah aku lihat dalam mimpi."
Mikoto menatapnya dengan cemas. "Kamu yakin? Apa itu berarti kekuatanmu sudah muncul dalam mimpimu sebelumnya?"
Aiko mengangguk, meskipun tidak sepenuhnya yakin. "Aku rasa begitu. Tapi kenapa simbol-simbol ini ada di sini? Apa hubungannya dengan rumah ini?"
Ryo memeriksa sekitar meja itu, matanya menangkap sesuatu yang mencolok. "Lihat, ada sesuatu di bawah meja ini," katanya, menunjuk pada sebuah kotak kayu kecil yang tersembunyi di balik meja.
Aiko, Mikoto, dan Ryo mendekat dan mulai membuka kotak itu dengan hati-hati. Begitu terbuka, mereka menemukan sebuah batu kristal yang bersinar lembut, dengan tulisan kuno yang terukir di permukaannya. Batu itu tampak seperti benda yang sangat penting, dengan energi magis yang terasa kuat meskipun hanya dengan menyentuhnya.
"Apa ini?" tanya Mikoto, matanya bersinar penuh rasa ingin tahu.
Ryo memegang batu itu dengan hati-hati, merasakannya sejenak sebelum menjawab, "Ini... ini sepertinya sebuah artefak. Mungkin ini salah satu kunci yang Sera bicarakan."
Aiko merasakan getaran di dalam dirinya begitu dekat dengan batu itu. Ada perasaan yang mengalir, seolah batu itu terhubung langsung dengan kekuatan dalam dirinya. Tanpa berpikir panjang, dia meraih batu tersebut. Begitu tangannya menyentuhnya, tiba-tiba batu itu memancarkan cahaya biru yang terang.
"Aiko, hati-hati!" teriak Mikoto, melihat cahaya yang semakin terang.
Namun, Aiko merasa tidak takut. Cahaya itu seperti menariknya, memanggilnya untuk melangkah lebih jauh. Dalam sekejap, sebuah gambaran aneh muncul di depan matanya. Aiko melihat dirinya sendiri, tetapi dalam bentuk yang berbeda—seorang gadis penyihir dengan kekuatan yang jauh lebih besar daripada yang dia miliki sekarang. Di sekelilingnya, ada bayangan gelap yang mengepung, tetapi Aiko merasakan kekuatan luar biasa yang mampu mengusir mereka. Dalam visinya, Aiko bisa melihat dirinya mengendalikan kekuatan magis dengan mudah, menyemburkan api, angin, dan air dalam bentuk yang begitu indah dan mematikan.
Namun, di tengah gambaran itu, ada sesuatu yang gelap. Sesuatu yang mengancam dan mengintai dari jauh. Bayangan besar itu tersenyum dengan penuh kebencian.
"Jangan biarkan mereka menemukanmu," suara yang dalam dan menggetarkan terdengar dalam visinya. "Kekuatanmu hanya akan terbangun sepenuhnya ketika kamu siap menerima takdirmu."
Tiba-tiba, gambaran itu menghilang, dan Aiko terbangun dari visinya, kembali ke dunia nyata. Dia terengah-engah, dan batu kristal itu perlahan berhenti bersinar.
"Aiko!" Mikoto dan Ryo berlari ke arahnya.
"Apa yang terjadi?" tanya Ryo, khawatir.
Aiko memegang kepalanya, masih merasa pusing akibat gambaran yang baru saja dilihatnya. "Itu... itu sangat nyata. Aku melihat masa depan, atau mungkin masa lalu. Aku melihat diriku sebagai penyihir yang jauh lebih kuat, tetapi juga ada sesuatu yang mengancam."
Sera muncul dari bayangan, memandang Aiko dengan wajah serius. "Kamu telah melihatnya, Aiko. Itu adalah tanda bahwa kekuatanmu sedang berkembang. Namun, ingatlah bahwa dengan kekuatan besar datang pula ancaman yang lebih besar. Kamu harus siap menghadapinya."
"Apa yang harus kami lakukan selanjutnya?" tanya Ryo, matanya penuh dengan pertanyaan.
Sera memandang batu kristal itu dengan cermat. "Batu ini adalah salah satu kunci. Kamu harus mencarinya, bersama dengan artefak lainnya, untuk mengungkap potensi penuh kekuatanmu. Petualanganmu baru saja dimulai, dan jalan yang akan kamu tempuh akan penuh dengan bahaya. Tetapi jika kamu mampu mengendalikan kekuatanmu, kamu akan mampu mengalahkan ancaman yang semakin mendekat."
Aiko memandang batu kristal itu dengan tekad yang baru. Meskipun perjalanan yang menantinya penuh dengan bahaya, dia tahu bahwa dia tidak bisa mundur sekarang. Dunia ini membutuhkan kekuatannya, dan dia harus siap untuk menghadapi takdirnya.
"Tidak ada pilihan lain," kata Aiko dengan suara penuh keyakinan. "Kami akan melanjutkan pencarian ini. Kami akan menemukan semua artefak dan mengalahkan kegelapan yang mengancam dunia."
Dengan tekad yang semakin bulat, Aiko dan teman-temannya bersiap untuk perjalanan panjang mereka. Mereka tahu bahwa ancaman yang semakin mendekat akan menuntut segala kemampuan dan kekuatan yang mereka miliki, tetapi mereka juga tahu bahwa mereka tidak akan pernah menyerah. Perjalanan mereka baru saja dimulai, dan dunia ini masih banyak yang harus diungkapkan.