Bab 4: Jejak yang Mengarah pada Kegelapan
Keputusan Aiko untuk menerima kenyataan dan mulai mempelajari kekuatannya adalah langkah pertama yang besar. Namun, perjalanan ini tidak akan mudah, dan Aiko tahu itu. Mikoto dan Ryo memberinya arahan untuk perjalanan yang lebih panjang dan lebih berbahaya, yang membawa Aiko jauh dari tempat tinggal mereka yang sepi.
Setelah pertemuan dengan Ryo, Mikoto memutuskan untuk membawa Aiko ke sebuah tempat yang dianggap sangat penting, tempat yang dikenal sebagai "Kuil Magi" yang terletak di daerah terpencil. Kuil ini, menurut Mikoto, adalah tempat di mana banyak penyihir legendaris berkumpul dan menyimpan pengetahuan tentang sihir kuno—pengetahuan yang bisa sangat membantu Aiko dalam menguasai kekuatannya.
Mikoto menyiapkan segala sesuatunya, termasuk perjalanan mereka ke tempat itu. Di tengah perjalanan, Aiko merasa campuran antara kecemasan dan harapan. Dia tidak tahu apa yang akan dia temui di kuil itu, atau apakah dia siap menghadapi segala hal yang akan terungkap. Namun, satu hal yang pasti: dia tidak bisa mundur lagi.
"Mikoto, apakah kita benar-benar akan pergi ke kuil itu?" tanya Aiko, berjalan di samping Mikoto yang tenang, meski langkahnya terlihat cepat dan terarah. "Apa yang akan aku temui di sana? Aku merasa... ada sesuatu yang sangat besar yang akan terjadi."
Mikoto menoleh dengan senyuman yang sedikit menyiratkan rahasia. "Kamu akan menemukan banyak hal di sana, Aiko. Tapi yang paling penting adalah kamu akan mendapatkan lebih banyak petunjuk tentang kekuatanmu. Di sana, kamu akan belajar untuk mengendalikan kemampuanmu dengan lebih baik."
Ryo yang berjalan di belakang mereka, mendengarkan percakapan itu dengan serius. "Tidak hanya itu, Aiko. Kuil Magi juga merupakan tempat di mana kamu akan lebih banyak mengetahui tentang warisanmu. Tentang siapa yang menginginkan kekuatanmu dan mengapa mereka ingin menguasainya."
Aiko mengerutkan kening. "Apa maksudmu dengan 'siapa yang menginginkan kekuatanku'? Kenapa mereka begitu tertarik padaku?"
Ryo menatap Aiko dengan tajam. "Mereka adalah kelompok yang sangat berbahaya, yang ingin menguasai dunia dengan cara mengendalikan para penyihir yang memiliki kekuatan seperti kamu. Mereka tidak akan ragu untuk menghancurkan siapa pun yang menghalangi mereka. Dan sayangnya, kamu sudah terjebak di dalam permainan besar ini."
Aiko merasakan ketegangan yang meningkat dalam dirinya. Semakin banyak dia mengetahui, semakin banyak pertanyaan yang muncul di kepalanya. Siapa mereka? Apa yang sebenarnya mereka inginkan? Dan mengapa dia, seorang gadis biasa yang baru saja berubah, harus terlibat dalam konflik yang begitu besar?
Mikoto seakan bisa membaca kebingungannya. "Aiko, semuanya akan terungkap seiring berjalannya waktu. Tapi sekarang, yang perlu kamu lakukan adalah fokus pada pelatihan dan persiapan. Kita harus sampai ke kuil itu dengan selamat."
Perjalanan mereka membawa Aiko dan Mikoto melewati hutan lebat, melalui pegunungan tinggi dan lembah yang dalam. Jalan menuju Kuil Magi bukanlah perjalanan yang mudah, dan Aiko merasakan kelelahan semakin menghampiri tubuhnya. Namun, Mikoto dan Ryo tampak tak terpengaruh oleh medan berat yang mereka lewati. Mereka sudah terbiasa dengan perjalanan panjang seperti ini.
Aiko sendiri merasa cemas. Setiap malam, dia bermimpi tentang bayangan-bayangan aneh yang mengikutinya, makhluk-makhluk dengan mata merah menyala yang selalu mengamatinya dari kejauhan. Mimpi itu terasa begitu nyata, dan Aiko merasa takut akan apa yang akan terjadi jika dia terus maju ke depan. Tetapi, dia tahu dia tidak bisa mundur. Tujuan mereka masih jauh di depan sana.
Akhirnya, setelah beberapa hari perjalanan, mereka sampai di kaki sebuah gunung yang sangat tinggi. Di sana, tersembunyi di balik hutan lebat, terdapat sebuah pintu masuk berbentuk batu besar yang hanya bisa ditemukan dengan bantuan peta kuno yang dimiliki Mikoto. Pintu itu, meskipun tampak biasa, memancarkan aura kekuatan yang kuat.
"Ini dia," kata Mikoto dengan suara serius, "Kuil Magi."
Mikoto mengeluarkan sebuah batu permata kecil dari dalam sakunya dan menaruhnya di tengah pintu batu itu. Sejenak, pintu itu bergema, dan batu permata tersebut bersinar terang, membuka jalan menuju kuil yang tersembunyi di dalam gunung. Pintu itu berderak terbuka dengan perlahan, mengungkapkan lorong gelap yang menuju ke dalam. Aiko merasakan hawa dingin yang mencekam saat mereka melangkah masuk.
"Ini adalah tempat yang penuh dengan sejarah," kata Ryo, dengan nada serius. "Tidak banyak orang yang tahu tentang kuil ini. Hanya mereka yang benar-benar memahami sihir kuno yang bisa masuk ke sini."
Setelah beberapa langkah memasuki kuil, mereka tiba di ruang utama yang luas dan penuh dengan rak-rak yang dipenuhi buku-buku tua, artefak sihir, dan simbol-simbol kuno yang dipahat pada dinding-dinding batu. Aiko merasa begitu kecil dan terhormat berada di tempat yang begitu misterius.
Di ujung ruangan, sebuah meja besar terletak di depan altar yang dihiasi dengan kristal dan lilin yang menyala dengan api yang tidak pernah padam. Mikoto berjalan maju dan mengambil sebuah buku besar yang terletak di atas meja.
"Aiko," Mikoto mulai, "ini adalah salah satu buku sihir yang sangat langka. Di dalamnya terdapat banyak pengetahuan tentang sihir kuno, termasuk bagaimana cara mengendalikan kemampuan yang kamu miliki."
Aiko merasa agak cemas, namun dia tetap mendekat dan duduk di samping Mikoto. "Apa yang harus aku pelajari dari sini?" tanya Aiko.
Mikoto membuka halaman pertama dan menunjukkan beberapa simbol yang rumit. "Sihir kuno ini bukan hanya tentang mengubah bentuk atau kekuatan fisik. Ini tentang memahami energi yang mengalir dalam tubuhmu. Setiap perubahan yang kamu lakukan dalam bentukmu mengubah keseimbangan dunia di sekitarmu. Kamu harus belajar untuk memanipulasi energi itu dengan bijak."
Aiko menatap simbol-simbol itu dengan cermat, mencoba mencerna setiap kata yang ada dalam buku itu. Namun, sebelum dia sempat melanjutkan, suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari luar ruangan. Aiko terkejut, dan Mikoto menoleh dengan wajah tegang.
"Ada sesuatu yang datang," kata Mikoto, suara seraknya penuh peringatan.
Ryo meraih pedangnya yang tersembunyi di balik punggungnya. "Kita harus bersiap. Mereka pasti sudah menemukan kita."
Aiko merasa jantungnya berdegup kencang. Sesuatu yang buruk pasti akan terjadi, dan dia tahu bahwa ancaman yang selama ini dia dengar, kini telah datang lebih dekat.