Membalas pengkhianatan suami dan Sahabatku (15)
Bu Nazwa tertegun melihat Rasya, anak dari Bu Almira--sahabatnya itu. Bu Nazwa sangat pangling dengan perubahan Rasya yang begitu menakjubkan.
"Bu. Masih ingat Rasya ?" Sambil menjulurkan tangannya, Rasya tersenyum ramah menatap wanita dihadapannya.
"Ya Allah... Ini beneran Rasya ? Jadi Nak Rasya beneran pulang ke Indonesia ? Ibu sampai pangling." Bu Nazwa meraih uluran tangan Rasya sambil tersenyum penuh kagum akan perubahan Rasya yang semakin bersih dan tampan.
Ia mengelus-elus punggung Rasya saat punggung Rasya masih membungkuk menyalami punggung tangannya. Rasya sudah dianggap seperti anak sendiri baginya.
Yang paling membuat Bu Nazwa takjub, sikap rendah hati Rasya yang tidak pernah berubah. Meskipun sudah delapan tahun tidak bertemu, Rasya tetap tidak melupakan dirinya.
"Ibu sama bapak gimana kabarnya ?" tanya Rasya setelah kembali menegakkan punggungnya.
"Alhamdulillah.. ibu baik sama bapak baik, Nak. Ayahnya Via itu sibuk terus. Ia tengah ada kerjaan proyek di luar kota. Kamu sendiri gimana kabarnya ? Betah amat di Singapura lama-lama. Ehehe."
Rasya hanya terkekeh.
Hingga beberapa menit Bu Nazwa dan Rasya berbincang karena saking lamanya sudah tidak bertemu.
🍁🍁🍁
"Sekarang ibu mau kemana ?" tanya Rasya setelah ia mengobrol banyak dengan Bu Nazwa. Rasya heran karena Bu Nazwa terdiam berdiri di depan gerbang rumahnya.
"Oh, ini. Ibu mau beli bubur untuk Via."
"Via, Bu ?" Rasya heran karena ternyata Via masih ada di rumah ibunya. Ia pikir, Via sudah pulang dengan suaminya waktu pagi tadi.
"Via lagi main kesini ya, Bu ?" Lanjutnya.
Bu Nazwa mengangguk pelan.
"Iya. Via lagi tinggal di sini dulu. Sekarang dia lagi sakit. Makannya ibu mau belikan dia bubur. Kata Via katanya Via sudah ketemu sama Nak Rasya, Ya ?"
"Iya, Bu. Kebetulan, Via diperiksa oleh Rasya waktu di rumah sakit."
"Iya, Nak. Tapi, ibu khawatir. Sekarang badan Via malah tambah panas."
Rasya manggut-manggut tidak mau bertanya lebih lagi. Ia sendiri sudah tahu jika Via tengah sakit.
Sejenak, dia menatap kebelakang.
"Emang ibu mau beli buburnya dimana ?"
"Ituh, tinggal nyebrang aja, Nak. Ibu mau beli bubur yang disana." Sambil menunjukkan dengan ibu jari, Bu Nazwa berucap. Rasya melihat tempat yang ditunjukkan oleh Bu Nazwa. Hanya tinggal nyebrang, lalu berjalan sedikit.
Ia kembali menoleh pada Bu Nazwa.
"Biar Rasya aja yang belikan ya, Bu."
"Ekh, gak papa. Nanti ibu ngerepotin." Sergah Bu Nazwa.
"Gak papa, Bu. Engak merepotkan, kok." ucap Rasya yang tidak tega membiarkan Bu Nazwa kecapean.
Tak lama Rasya langsung berjalan untuk membelikan buburnya. Rasya membeli dengan uangnya sendiri dan tidak menerima uang yang diberikan oleh Bu Nazwa padanya. Sedangkan, Bu Nazwa menunggunya di depan gerbang rumahnya.
🍁🍁🍁
"Ini, Bu." Bu Nazwa meraih dengan senang hati kantong kresek putih berisi bubur yang Rasya berikan.
"Makasih ya, Nak."
Rasya mengangguk sambil tersenyum.
"Oh iya, sekarang lagi sibuk enggak ?"
"Eum.. Enggak kok, Bu. Sesi kerja Rasya sudah habis sampai tadi siang. Kenapa gitu, Bu ?"
"Syukurlah kalo enggak sibuk. Ibu mau sengaja masak buat Nak Rasya. Kita makan bareng. 'Kan sudah lama ibu sama Via tidak kumpul sama Nak Rasya. Mau ya ?"
"Oh, gitu. Iya, Boleh, Bu. Tapi emang enggak merepotkan ?"
Bu Nazwa terkekeh dengan sikap santun Rasya.
"Kamu ini, kayak baru kenal sama ibu satu dua tahun aja. Ya enggak atuh. Dari masa SMA 'kan biasanya juga sering ibu masakin." Ucap Bu Nazwa.
Rasya tersenyum kecil dan bingung mesti menjawab apa.
"Udah. Ayo masuk. Pokoknya ibu akan masakin nasi goreng kesukaan kamu." Lanjut Bu Nazwa.
"Iya, Bu." Jawab Rasya dengan anggukan. Ia merasa senang karena merasa seakan masih memiliki ibu. Ia takkan pernah lupa pada Bu Nazwa yang sejak dulu selalu baik terhadapnya dan memperlakukan dirinya seperti anaknya sendiri.
🍁🍁🍁
"Duh jenuh banget di kamar terus." Gumam Via. Ia berusaha membangunkan punggungnya dari tempat tidur. Meskipun rasanya sangat pusing, ia tetap berusaha berdiri, lalu memakai sendal yang biasa dia pakai di dalam rumah.
Dengan tubuh yang terasa lemah dan pusing, ia berjalan membuka pintu kamarnya. Lalu turun ke tangga dengan tangan yang menggenggam erat pada pinggir tangga.
Tap. Tap. Tap. Tap. Tap.
Saat di tangga terakhir, tiba-tiba saja kepalanya semakin pusing. Tubuhnya sampai sempoyongan hendak jatuh ke depan.
Rasya yang baru masuk ke dalam pintu rumah, menohok dan dengan cepat berlari menangkap tubuh Via.
Puk.
Tubuh Via dengan cepat ditangkap oleh Rasya hingga Via memeluk Rasya dengan perasaan kaget. Kedua tangannya memegang pundaknya Rasya dengan erat karena takut terjatuh. Dagunya pun ikut menopang pada pundak Rasya. Ia benar-benar merasa pusing.
Sedangkan, Rasya menahan pinggang Via dengan degup jantung yang berdegup kencang. Ia benar-benar merasa gugup. Baru kali ini, Ia merasa sangat dekat dengan Via. Via wanita baik-baik, yang dia sendiri tak pernah sedikitpun berani memeluknya.
Bu Nazwa hanya tersenyum melihat putrinya dengan Rasya. Rasya laki-laki yang baik menurutnya. Jika saja dia bisa memilih, Bu Nazwa lebih menginginkan putrinya itu dengan Rasya.
Via menegakkan tubuhnya kembali setelah merasa lega mendapatkan pertolongan dari laki-laki yang sudah dia anggap seperti kakaknya sendiri itu.
"Untung ada kamu, Sya. Jadi aku gak jatuh. Kepala aku benar-benar pusing." Ucap Via sambil terkekeh menatap pada Rasya.
Rasya hanya terdiam berdiri dengan degup jantung yang masih terasa berdegup kencang.
"Via, 'kok kamu malah keluar dari kamar, Nak ? Hampir jatuh 'kan ? Untungnya ada Rasya yang nolongin." Bu Nazwa menyeru sambil berjalan menghampiri Via, membuat kegugupan Rasya sedikit terbuyarkan.
"Iya, Bu. Via jenuh dikamar terus."
"Yaudah, Nih, buburnya. Tadi Rasya yang beliin-nya." Kantong kresek berisi bubur yang di tenteng olehnya, Bu Nazwa sodorkan pada Via.
Via meraih buburnya, lalu tersenyum menatap pada Rasya.
"Makasih ya, Sya. Emang paling baik banget deh, sahabat aku yang satu ini."
Rasya hanya mengulum senyum. Lagi-lagi ia mesti menahan sakit menerima kenyataan jika dia hanya sahabat bagi Via.
🍁🍁🍁
Bu Nazwa, Rasya dan Via mulai makan di meja makan. Bu Nazwa dan Rasya memakan nasi goreng, sedangkan Via memakan bubur yang Rasya belikan.
Via sebenarnya enggan untuk makan, lidahnya terasa pahit, namun ia menghargai kehadiran Rasya untuk makan bersamanya.
Ia juga memisahkan kacang yang ada di dalam bubur kepinggir mangkuk karena tidak suka makan bubur dicampur dengan kacang. Rasya yang sesekali melihatnya, merasa lucu akan kebiasaan Via yang tak berubah.
"Jadi gimana, Via. Kamu mau kembali lagi sama Amar atau mau pisah ?" tanya Bu Nazwa yang membuat Rasya tertegun sambil mengunyah. Pikirannya bertanya-tanya apa yang tengah terjadi dengan pernikahan Via.
Via menaruh dulu sendok makannya. Ia menatap pada ibunya dengan sungguh.
"Keputusan Via sudah bulat, Bu. Via tetap akan menggugat pisah Mas Amar ke pengadilan."
"Ukhum!" Bagaikan mimpi, Rasya terkejut sampai tersedak mendengar apa yang diucapkan oleh Via. Dengan cepat ia mengambil air minum dan meminumnya.
"Duh, hati-hati makannya, Nak." Bu Nazwa menatap khawatir pada Rasya yang tengah minum.
"Iya, Sya. Hati-hati." Tambah Via yang juga khawatir.
"Gak papa 'kok, cuma tersedak aja." Jawab Rasya setelah selesai minum. Ia benar-benar tidak percaya Via akan pisah dengan suaminya.
"Kalo Via udah sembuh, akan secepatnya Via datang kepengadilan. Via juga gak ada niatan untuk kembali lagi sama Mas Amar, Bu." Lanjut Via dengan mantap.
Baginya perselingkuhan adalah kesalahan yang sangat fatal dalam sebuah pernikahan.
Ada perasaan senang dalam hati Rasya. Meskipun ia tahu, senang dibalik kesedihan orang lain itu adalah salah.
Tapi, hatinya tak bisa berbohong jika dia sangat menyetujui keputusan Via untuk berpisah. Apalagi dengan lelaki yang tidak baik untuk Via.
Jika sampai ada kesempatan kedua untuk bisa memiliki Via. Rasya akan berusaha untuk menggunakan kesempatan itu sebaik mungkin. Ia takkan menyia-nyiakannya lagi.
"Ibu dukung kamu, Via. Ibu juga gak mau kamu masih sama Amar yang sudah mengkhianati kamu. Ibu juga gak nyangka, Nura tega mengkhianati kamu dengan menjadi selingkuhan Amar. Padahal, kita sudah sangat baik kepadanya."
Deg. Rasya langsung tertegun.
"Nura ? Nura yang mana ya ?" Tanya Rasya memastikan.
"Nura yang sahabatnya Via waktu SMA. Yang sering main kesini." Bu Nazwa yang akhirnya menjawab karena Via memilih diam menjaga perasaan Rasya.
Rasya sudah dianggap seperti keluarganya sendiri. Jadi, Bu Nazwa juga tak segan untuk menceritakan hal yang dirasa bersifat pribadi ini.
Rasya menoleh pada Via untuk semakin memastikan.
"Apa Nura anak dari wanita pelacur itu, Vi ?" tanya Rasya dengan tatapan lekat.
Terpaksa akhirnya Via mengangguk meskipun tahu hal itu akan menyakiti hati Rasya karena mengingatkan kembali Rasya pada kejadian sembilan tahun yang lalu. Saat ibunya meninggal gara-gara ibunya Nura----Sinta.
"I-ya, Sya." Jawab Via ragu.
Rasya terdiam. Perasaan-nya mendadak geram. Dulu, Ibunya yang meninggal gara-gara Ibunya Nura yang bernama Sinta. Dan sekarang, pernikahan Via juga hancur gara-gara anak dari wanita yang sudah menghancurkan keluarganya.
Ia tidak terima, dua wanita yang dia cintai, mesti sama-sama terluka. Apalagi, Via terluka karena anak dari wanita yang sangat dia benci itu.
Ia sempat tidak benci pada Nura karena Nura tidak tahu apa yang dilakukan Ibunya. Tapi, untuk saat ini, Rasya juga merasa menjadi benci pada Nura yang telah membuat Via terluka.
'Anak sama ibu sama aja!' geram Rasya dalam hati.
🍁🍁🍁
Dengan perasaan frustasi, Amar menunduk meremas rambutnya sendiri sambil menyandarkan punggungnya pada pinggir ranjang.
"Arghh!!" BUGH! BUGH! BUGH!
Ia terus menonjokkan tangannya pada lantai berkali-kali hingga menimbulkan rasa nyeri yang berdenyut. Namun ia tak peduli. Ia ingin meluapkan atas kekacauan hidupnya.
"Aku gak mau pisah dengan Via! Aku gak terima! Arghh!"
BUGH! BUGH!
Tak pernah Amar sangka jika Via tidak mau lagi bersamanya dan malah akan menggugat pisah. Perasaannya benar-benar menyesal.
"Kenapa susah sekali membuat Via memaafkan aku ?! Kenapa dia malah gugat pisah aku ?! Bukan ini yang aku inginkan!"
"Arghh!!" Bugh! Bugh!
🍁🍁🍁
Bersambung...
🍁🍁🍁
Terimakasih banyak untuk semua yang sudah support. Bahkan, sampai yang unclock. Semoga segala rezekinya lancar, dan tambah berlimpah, juga berkah. Semoga selalu diberikan kesehatan, dan semoga selalu diberikan kebahagiaan. Aamiin ya rabbal Alamin ❤️