Malam itu, setelah pertempuran hebat di Pura Besakih, Arya mencoba menenangkan dirinya di sebuah pondok kecil di kaki Gunung Agung. Tubuhnya lelah, tetapi pikirannya tidak berhenti berputar. Rangda dan Barong duduk di seberang perapian kecil, membahas langkah berikutnya.
"Kita harus bergerak cepat," kata Rangda dengan suara tegas. "Astaroth tidak akan tinggal diam. Belphegor hanyalah awal."
Barong mengangguk setuju. "Benar. Astaroth dikenal sebagai penguasa tipu daya. Ia tidak hanya kuat, tetapi juga licik. Kali ini, kita tidak bisa hanya mengandalkan kekuatan. Kita membutuhkan strategi."
Arya mendengarkan dengan seksama, meskipun pikirannya masih dipenuhi pertanyaan. "Kenapa Astaroth begitu tertarik pada Bali? Kenapa dia tidak menyerang tempat lain?"
Barong menjelaskan dengan nada serius, "Bali adalah tanah suci dengan energi spiritual yang sangat besar. Keseimbangan dunia gaib di sini sangat kuat. Jika Astaroth berhasil menguasainya, dia bisa memperluas kekuasaannya ke seluruh dunia."
Pertanda dari Dunia Lain
Saat percakapan berlangsung, tiba-tiba udara di dalam pondok berubah. Angin dingin berhembus, membuat api perapian berkedip-kedip. Dari bayangan di sudut ruangan, sebuah sosok muncul.
Sosok itu menyerupai seorang pria berjubah hitam dengan mata merah menyala. Suaranya berat dan menggetarkan hati. "Kalian tidak akan pernah menang melawan Astaroth."
Arya segera bangkit, bersiap melawan, tetapi Barong menghentikannya. "Tunggu. Dia bukan musuh."
Pria berjubah itu memperkenalkan dirinya sebagai Vassago, salah satu jin pengetahuan yang dulu pernah berkhianat kepada Astaroth. "Aku datang bukan untuk bertarung, tetapi untuk memberikan peringatan," katanya dengan nada dingin.
"Astaroth sedang mempersiapkan serangan besar di salah satu portal suci di Bali. Jika dia berhasil membukanya, dunia ini akan terhubung langsung dengan neraka. Tidak ada yang bisa menghentikan gelombang kehancuran itu."
Portal di Nusa Penida
Arya menatap Vassago dengan rasa ingin tahu dan kecurigaan. "Kenapa kau ingin membantu kami? Apa keuntunganmu?"
Vassago tersenyum tipis. "Aku telah kehilangan segalanya karena Astaroth. Membantumu adalah satu-satunya cara untuk menebus dosa-dosaku. Percayalah atau tidak, itu urusanmu. Tapi jika kau tidak bergerak sekarang, semuanya akan terlambat."
Rangda menatap Vassago dengan tatapan tajam. "Dimana portal itu?"
Vassago menghela napas sebelum menjawab, "Portal itu tersembunyi di Nusa Penida, di sebuah pura yang hanya bisa diakses pada malam bulan mati. Waktu kalian terbatas. Portal itu akan terbuka dalam tiga malam."
Perjalanan ke Nusa Penida
Tanpa membuang waktu, Arya, Rangda, dan Barong memutuskan untuk menuju Nusa Penida. Vassago memutuskan untuk ikut bersama mereka, meskipun Rangda tetap waspada terhadap niatnya.
Perjalanan menuju Nusa Penida tidak mudah. Ombak besar menghadang mereka, seolah-olah laut itu sendiri mencoba menghentikan perjalanan mereka. Arya, yang tidak terbiasa dengan lautan yang ganas, hampir saja terlempar dari perahu kecil yang mereka gunakan.
"Astaroth pasti tahu kita akan datang," kata Barong sambil membantu Arya menjaga keseimbangan. "Ini bukan hanya ujian fisik. Dia sedang menguji keberanian kita."
Pertemuan dengan Penjaga Laut
Di tengah perjalanan, seekor makhluk raksasa muncul dari kedalaman laut. Makhluk itu menyerupai naga dengan tubuh yang ditutupi sisik berkilauan. Ia mengeluarkan suara yang bergema di seluruh lautan.
"Siapa yang berani melintasi wilayahku tanpa izin?"
Arya maju, meskipun jantungnya berdebar kencang. "Kami datang bukan untuk mencari masalah. Kami hanya ingin melindungi Bali dari ancaman kegelapan."
Naga itu, yang ternyata adalah Baruna, penjaga laut Bali, menatap Arya dengan tatapan tajam. "Kau memiliki keberanian yang luar biasa, manusia. Tapi keberanian saja tidak cukup. Kau harus membuktikan dirimu layak untuk melewati wilayahku."
Baruna memberikan sebuah teka-teki:
"Aku adalah sesuatu yang tidak bisa dilihat tetapi selalu dirasakan. Aku bisa menyembuhkan atau menghancurkan. Apa aku ini?"
Arya terdiam sejenak, mencoba memahami teka-teki itu. Rangda dan Barong juga tidak memberikan petunjuk, membiarkan Arya menemukan jawabannya sendiri.
Setelah beberapa saat, Arya akhirnya menjawab, "Angin. Kau adalah angin."
Baruna tertawa keras. "Kau benar, manusia muda. Kau memiliki ketajaman pikiran. Aku akan membiarkan kalian lewat. Tapi hati-hati, kegelapan yang kau hadapi jauh lebih berbahaya dari yang kau bayangkan."
Akhir Perjalanan
Setelah melewati ujian Baruna, mereka akhirnya tiba di Nusa Penida. Pulau itu dipenuhi energi aneh yang membuat bulu kuduk berdiri. Di kejauhan, Pura Dalem Penataran terlihat berdiri megah di atas tebing, dikelilingi kabut tebal.
"Di sanalah portal itu berada," kata Vassago sambil menunjuk pura tersebut. "Kita tidak punya waktu untuk beristirahat. Kegelapan sudah semakin dekat."
Arya mengangguk. Meskipun tubuhnya lelah, ia tahu perjuangan mereka baru saja dimulai. Portal itu harus dihentikan, tidak peduli apa yang harus mereka hadapi.
(Bersambung...)