Hari berikutnya, Arya dan Barong memulai perjalanan menuju Candi Borobudur, mengikuti petunjuk dari Mpu Gandring tentang penjaga segel di Jawa. Udara pagi di Magelang terasa dingin, dan kabut tipis menyelimuti pemandangan di sekitar candi. Di kejauhan, stupa-stupa besar menjulang, tampak seperti penjaga yang diam namun penuh wibawa.
"Borobudur bukan sekadar candi," ujar Barong sambil berjalan di samping Arya. "Ini adalah simbol pencarian pencerahan. Ada rahasia besar yang terkunci di sini, dan penjaganya mungkin tidak akan mudah percaya padamu."
Arya menggenggam kerisnya erat, merasakan berat tanggung jawab yang terus menghantui. "Aku tidak punya pilihan selain mencoba. Jika segel di sini runtuh, dampaknya akan meluas ke seluruh Jawa."
Pintu Rahasia
Setibanya di Borobudur, Arya merasakan getaran energi yang tidak biasa. Stupa-stupa besar tampak berkilauan di bawah sinar matahari pagi, tetapi ada aura yang terasa berbeda di sini. Ia mendekati salah satu relief candi, dan pada saat tangannya menyentuh batu itu, pusaka yang ia bawa mulai bersinar terang.
"Relief ini hidup," gumam Arya.
Barong mengangguk. "Ada pesan di dalamnya. Pusakamu akan membimbingmu ke tempat yang tepat."
Relief yang disentuh Arya mulai bergerak, membentuk pola-pola yang tidak ada sebelumnya. Batu besar di tengah lantai terbuka perlahan, memperlihatkan tangga yang mengarah ke bawah. Udara dingin menyeruak dari dalam, membawa aroma tanah dan sesuatu yang tua.
"Ini pasti jalan menuju penjaga segel," kata Arya.
Tanpa ragu, ia melangkah masuk, diikuti Barong. Tangga itu membawa mereka ke ruangan bawah tanah yang gelap, dipenuhi dengan ukiran-ukiran yang tampak hidup, seolah menggambarkan pertempuran antara manusia dan makhluk gaib.
Di tengah ruangan, berdiri seorang lelaki tua berjubah putih. Wajahnya bersinar dengan kebijaksanaan, tetapi matanya tajam seperti elang.
"Arya," panggil lelaki itu, suaranya bergema di seluruh ruangan. "Aku telah menunggumu."
Pertemuan dengan Penjaga Segel
Arya berhenti beberapa langkah di depan lelaki itu, menundukkan kepalanya dengan hormat. "Anda penjaga segel di sini?"
Lelaki itu mengangguk. "Namaku Empu Jagad. Aku telah menjaga segel Borobudur selama ratusan tahun, memastikan keseimbangan dunia ini tetap terjaga."
"Aku datang untuk memastikan segel di sini tetap aman," kata Arya. "Energi dari segel Merapi mulai merambat, dan Nusantara sedang dalam bahaya."
Empu Jagad mengamati Arya dengan seksama. "Niatmu mulia, tetapi kau harus membuktikan bahwa kau layak mendapatkan bantuanku. Banyak yang telah mencoba memanfaatkan segel ini untuk kekuatan mereka sendiri. Aku harus yakin kau berbeda."
Arya menarik napas dalam. "Apa yang harus kulakukan?"
"Ujian," jawab Empu Jagad singkat. "Borobudur adalah simbol pencarian kebenaran. Kau harus menunjukkan hatimu yang murni dan keyakinanmu untuk menjaga keseimbangan."
Ujian di Lorong Pencerahan
Empu Jagad mengarahkan Arya ke lorong sempit di sisi ruangan. Relief di sepanjang lorong itu bersinar samar, menciptakan suasana yang aneh. Barong mencoba mengikuti, tetapi Empu Jagad menghentikannya.
"Ini adalah ujian untuk Arya. Kau tidak bisa membantunya."
Arya melangkah ke dalam lorong itu sendirian. Begitu ia masuk, lorong itu berubah menjadi ruang tanpa batas, dipenuhi dengan cahaya dan bayangan yang terus bergerak. Suara-suara dari masa lalunya mulai terdengar, membisikkan keraguan dan ketakutannya.
"Kau tidak cukup kuat."
"Kau hanya seorang pemuda biasa. Bagaimana mungkin kau bisa melindungi Nusantara?"
"Pengorbanan Rangda sia-sia karena kau akan gagal."
Arya berlutut, menutup telinganya, tetapi suara-suara itu semakin keras. Ia teringat semua keraguan yang pernah ia miliki, semua kesalahan yang pernah ia buat.
Namun, di tengah kegelapan itu, ia mendengar suara lain. Suara lembut tetapi penuh kekuatan.
"Percayalah pada dirimu sendiri, Arya. Kau adalah penjaga yang dipilih oleh Nusantara."
Itu suara Nyai Roro Kidul, sosok yang telah membantunya di awal perjalanan. Arya membuka matanya dan melihat bayangan dirinya sendiri berdiri di depannya, membawa keris yang sama.
"Perjalanan ini bukan tentang kekuatan," kata bayangan itu. "Ini tentang keyakinanmu pada dirimu sendiri dan keinginanmu untuk melindungi yang lain."
Arya berdiri, menggenggam kerisnya erat. Ia menatap bayangan itu dengan penuh keyakinan. "Aku tidak akan menyerah. Aku mungkin tidak sempurna, tetapi aku akan melakukan apa pun untuk menjaga keseimbangan Nusantara."
Bayangan itu tersenyum, lalu menghilang. Lorong itu kembali menjadi gelap, tetapi cahaya dari keris Kyai Nagasasra mulai memancar terang, membimbing Arya keluar.
Kunci Keseimbangan
Ketika Arya kembali ke ruangan utama, Empu Jagad menyambutnya dengan senyuman kecil. "Kau telah membuktikan dirimu, Arya. Aku akan membantumu memperbaiki segel di sini."
Empu Jagad mengangkat tangannya, menciptakan pola cahaya di udara. Relief di sekitar mereka mulai bergerak, membentuk lingkaran besar dengan simbol-simbol kuno. Arya melangkah maju, mengarahkan kerisnya ke tengah lingkaran.
Energi dari kerisnya menyatu dengan pola-pola itu, menciptakan gelombang cahaya yang menyebar ke seluruh candi. Segel Borobudur kembali diperkuat, memancarkan cahaya yang dapat dirasakan hingga puncak candi.
Namun, sebelum semuanya selesai, Empu Jagad memperingatkan Arya. "Kau telah memperkuat segel ini, tetapi ancaman di tempat lain masih ada. Perjalananmu masih panjang."
Arya mengangguk, menyadari tanggung jawab yang masih harus ia emban.
Di luar, langit Magelang yang sebelumnya suram kini cerah, seolah memberi harapan baru. Barong menyambutnya dengan senyuman bangga. "Satu segel lagi aman. Kita harus terus maju."
Arya menatap ke arah timur, ke tempat tantangan berikutnya menunggu. Candi Prambanan dan penjaga lainnya sudah memanggil.
(Bersambung...)