Setelah berhasil melewati ujian Rangda, Arya merasa lebih percaya diri, tetapi juga menyadari bahwa tanggung jawab yang ia pikul semakin berat. Kekuatan baru yang ia miliki terasa besar, namun ada sesuatu yang masih ia belum pahami sepenuhnya. Rangda, kini sebagai khodamnya, terus mendampinginya, memberikan arahan tentang apa yang harus dilakukan.
Pagi itu, Arya dan Rangda berdiri di tepi Danau Batur, menikmati ketenangan sementara sebelum langkah mereka selanjutnya. Namun, keheningan itu terpecah oleh bayangan gelap yang bergerak di kejauhan. Langit yang cerah perlahan tertutup oleh awan hitam yang tampak tidak wajar.
"Ini dimulai," bisik Rangda dengan nada serius. "Kegelapan dari dunia lain telah masuk ke sini."
"Dunia lain? Maksudmu...?" tanya Arya sambil menatap bayangan itu.
"Iblis dari Barat," jawab Rangda. "Mereka telah melanggar batas dimensi dan kini menggunakan Bali sebagai pintu gerbang. Azazel, Lilith, Beelzebub, dan Belial. mereka adalah ancaman yang jauh lebih besar daripada yang pernah kau bayangkan."
Arya terdiam, merasa dadanya sesak mendengar nama-nama itu.
Mereka memutuskan untuk mengunjungi sebuah desa yang telah dilaporkan terkena dampak dari kehadiran kegelapan. Setibanya di sana, Arya dan Rangda menemukan desa itu dalam keadaan hancur. Rumah-rumah terbakar, sesajen yang biasa diletakkan di pura telah diinjak-injak, dan para penduduk desa tidak terlihat di mana pun.
Saat mereka berjalan di jalan setapak desa, udara tiba-tiba menjadi dingin. Suara-suara berbisik terdengar di sekitar mereka, seperti jeritan dan tangisan yang bercampur menjadi satu. Dari balik bayangan, makhluk-makhluk kecil dengan mata merah menyala muncul.
"Itu roh bawahannya Azazel," kata Rangda. "Mereka bukan ancaman besar, tapi mereka adalah tanda bahwa Azazel sudah dekat."
Arya bersiap menggunakan kekuatannya, tetapi Rangda menghentikannya. "Kekuatanmu belum cukup untuk menghadapi mereka semua. Kita harus pergi ke tempat yang lebih suci untuk memperkuat pertahanan kita."
Mereka tiba di Pura Besakih, tempat suci yang dianggap sebagai pusat spiritual Bali. Namun, begitu mereka mendekat, Arya merasa ada yang salah. Pendeta di pura memberi tahu mereka bahwa simbol-simbol suci di pura telah ternodai oleh tangan tak kasatmata.
"Kekuatan ini mencoba melemahkan kita dari dalam," kata Rangda dengan nada murka. "Jika kita tidak bertindak cepat, mereka akan menghancurkan tempat ini sepenuhnya."
Di malam hari, ketika bulan mulai naik ke langit, Arya dan Rangda bersiap untuk menghadapi apa pun yang datang. Kabut tebal menyelimuti pura, dan suara langkah berat terdengar dari kejauhan. Kemudian, sosok besar muncul, Azazel, dengan mata menyala seperti bara api dan senjata besar di tangannya.
Pertempuran Awal
Azazel tidak membuang waktu untuk menyerang. Ia memukul tanah dengan senjatanya, menciptakan gelombang kejut yang menghancurkan batu-batu pura. Arya dan Rangda terlempar, tetapi Rangda segera bangkit dan mengeluarkan kekuatan pelindung untuk melindungi Arya.
"Arya, dengarkan aku," kata Rangda. "Kekuatan kita belum cukup untuk mengalahkannya sekarang. Kita harus menggunakan energi pura ini untuk melawan."
Arya memusatkan perhatiannya pada pura, merasakan energi spiritual yang mengalir di sekitarnya. Dengan bimbingan Rangda, ia mulai mengarahkan energi itu ke dalam sebuah mantra yang belum pernah ia gunakan sebelumnya. Cahaya putih yang kuat muncul dari tangannya, membuat Azazel mundur beberapa langkah.
Namun, Azazel tidak menyerah. Ia meluncurkan serangan terakhir, memanggil roh-roh gelap untuk membantunya. Arya hampir kehilangan kendali atas energinya, tetapi Rangda mengambil alih, menciptakan penghalang yang melindungi pura dari kehancuran total.
Melihat dirinya kalah untuk sementara, Azazel melarikan diri, tetapi tidak sebelum meninggalkan pesan.
"Kalian hanya menunda yang tak terhindarkan. Kegelapan akan menelan tempat ini, dan kalian tidak akan bisa menghentikan kami."
Setelah pertempuran, Arya merasa lelah tetapi juga lebih bertekad. Ia tahu ini baru permulaan. Rangda memberitahunya bahwa mereka perlu memperkuat aliansi dengan entitas lain di Bali, seperti Barong, jika mereka ingin melawan iblis-iblis ini.
"Pertempuran ini tidak hanya soal kekuatan fisik," kata Rangda. "Ini adalah tentang menjaga keseimbangan antara dunia kita dan dunia lain. Jika kita gagal, tidak hanya Bali, tetapi seluruh Nusantara akan hancur."
Arya menatap langit yang gelap. Ia tahu perjalanan ini akan semakin sulit, tetapi ia siap menghadapi apa pun yang datang.
(Bersambung...)