Dengan bulan purnama yang semakin mendekat, Arya kembali merasakan dorongan kuat untuk menyelidiki lebih dalam misteri yang mengelilinginya. Petunjuk-petunjuk dari wanita tua di Desa Trunyan menyelimutinya dengan rasa penasaran dan ketegangan yang tak dapat dijelaskan. Danau Batur kini terasa lebih gelap, dan kabut tipis yang menyelimuti permukaan air seperti sebuah peringatan bahwa waktu semakin sempit.
Namun, meski kegelapan menyelimuti sekelilingnya, Arya merasa ada kekuatan lain yang menariknya untuk melangkah lebih jauh. Gunung Agung, gunung tertinggi di Bali, terjulang tinggi di kejauhan, seolah menjadi penjaga yang tak terlihat dari tanah ini. Gunung ini, selain dikenal sebagai tempat suci, juga menyimpan banyak cerita mistis yang diwariskan dari generasi ke generasi. Menurut legenda, Gunung Agung adalah pintu gerbang antara dunia manusia dan dunia roh.
Arya tahu bahwa ia harus pergi ke sana.
Saat ia tiba di kaki Gunung Agung, ia merasa sebuah tarikan yang kuat, seolah gunung itu sendiri memanggilnya. Langkahnya terasa berat, namun ia melanjutkan juga. Hutan di sekitar kaki gunung itu sangat lebat, dengan pepohonan tinggi yang menjulang, seolah menutupi langit dari pandangannya. Suara burung dan hewan liar seakan menghilang, digantikan oleh keheningan yang aneh. Tiba-tiba, udara menjadi lebih tebal, dan aroma dupa menguar ke mana-mana.
Di sebuah lembah kecil, Arya melihat sebuah bangunan kuno yang terlihat seperti pura. Pura itu terletak di tengah hutan, namun kekuatan spiritual yang ada di sana terasa begitu nyata. Di depan pura, sebuah patung besar yang menyerupai Barong, makhluk pelindung Bali, berdiri dengan megah. Namun, patung itu tidak hanya menghadap ke luar pura, tetapi juga seolah menunggu sesuatu atau seseorang.
Arya mendekati pura, dan tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya. Ia berbalik dan melihat sosok lelaki tua yang mengenakan pakaian adat Bali, lengkap dengan udeng di kepalanya. Wajahnya penuh kerutan, namun matanya bersinar dengan kebijaksanaan yang dalam.
"Saya tahu kenapa kamu datang, anak muda," kata lelaki tua itu dengan suara berat. "Gunung Agung memanggilmu. Kamu sedang mencari sesuatu yang lebih besar dari dirimu sendiri."
Arya terdiam sejenak, menyadari bahwa lelaki ini pasti tahu lebih banyak tentang apa yang terjadi. "Apa yang harus saya lakukan? Apa yang saya cari?"
Lelaki tua itu menghela napas panjang. "Keseimbangan telah terganggu. Barong dan Rangda bukan hanya mitos; mereka adalah dua kekuatan yang saling menyeimbangkan. Namun ada pihak ketiga yang telah membangkitkan kekuatan jahat yang lebih besar. Sebuah gerbang telah dibuka, dan kini dunia manusia dan dunia roh mulai bertabrakan. Hanya mereka yang berani yang bisa menutupnya."
Arya merasa cemas, namun hatinya tetap teguh. "Apa yang harus saya lakukan?"
Lelaki tua itu mengangkat tangannya ke udara, dan tiba-tiba sebuah cahaya terang muncul di langit, menyinari Gunung Agung dengan kilauan yang begitu kuat. "Lakukan perjalananmu hingga puncak gunung ini. Di sana, kau akan menemukan kunci untuk menutup gerbang. Namun hati-hati, banyak yang akan mencoba menggagalkanmu. Tidak semua yang tampak adalah yang sebenarnya."
Arya mengangguk dan mengucapkan terima kasih kepada lelaki tua itu. Ia tahu perjalanan ini tidak akan mudah, tetapi ia harus melangkah ke depan. Dengan tekad yang semakin kuat, ia mulai mendaki Gunung Agung, menyusuri jalur yang terjal dan berbatu. Di sepanjang jalan, ia merasa seperti ada mata-mata yang mengawasinya. Kadang-kadang ia mendengar suara langkah kaki di belakangnya, namun saat ia menoleh, tak ada siapa pun.
Setibanya di puncak gunung, Arya berdiri di depan sebuah gua yang tersembunyi di antara bebatuan. Mulut gua itu gelap, dan udara di sekitarnya terasa semakin dingin. Sesuatu di dalamnya memanggilnya, dan ia tahu bahwa inilah saatnya untuk mengungkap rahasia yang selama ini tersembunyi.
Saat ia melangkah masuk, gua itu berubah menjadi sebuah dunia lain. Cahaya temaram menyinari dinding-dinding gua yang dihiasi dengan ukiran-ukiran kuno, menggambarkan pertarungan antara Barong dan Rangda. Namun di tengah-tengah gambar itu, ada simbol lain—gerbang yang melingkar, persis seperti yang ia lihat di altar Desa Trunyan.
Arya melangkah lebih dalam, dan tiba-tiba, ia merasa seperti terperangkap dalam ruang waktu yang tak terdefinisi. Di sekelilingnya, dinding gua mulai bergerak, menciptakan gambaran masa lalu dan masa depan yang bercampur aduk. Ada suara-suara aneh yang bergema, memanggilnya dengan nama yang tak dikenalnya.
"Siapa yang memanggilku?" Arya bertanya dengan suara gemetar.
Dari bayangan yang muncul di depannya, sebuah suara berat menjawab, "Kami yang telah menjaga gerbang ini. Dan kini saatnya untuk memilih: apakah kau akan menutupnya, atau membiarkan dunia ini hancur?"
Pada saat itulah, Arya menyadari bahwa ia tidak hanya berhadapan dengan dunia mistis Bali, tetapi juga dengan kekuatan yang lebih besar dari apa yang ia bayangkan. Keputusan yang akan ia ambil di puncak Gunung Agung ini akan menentukan nasib tidak hanya Bali, tetapi juga seluruh dunia.
(Bersambung…)