Keesokan harinya, Lucky dipanggil ke kamar Claudia untuk membicarakan desain pintu yang diinginkannya. Saat dia memasuki ruangan, suasana terasa hangat dan intim. Claudia, yang saat itu baru saja selesai mandi, berdiri di dekat jendela. Rambutnya yang basah terurai indah, menggantung di bahunya, sementara pakaian yang tipis dan minim membentuk lekuk tubuhnya yang cantik dan seksi.
Melihat penampilan Claudia, Lucky merasa gugup. Dia menelan ludahnya, berusaha untuk tetap fokus pada tugas yang diberikan. Meskipun dia tahu bahwa Claudia adalah selir Raja, daya tariknya yang kuat membuatnya sulit untuk berkonsentrasi.
Claudia tersenyum manis, melihat ketidaknyamanan di wajah Lucky. "Lucky, aku ingin pintu ini menjadi sesuatu yang istimewa dan berbeda," ujarnya dengan lembut, suaranya menggoda dan menenangkan. "Aku membayangkan desain yang elegan, dengan ukiran yang indah dan warna yang cerah."
Lucky berusaha untuk mengalihkan pandangannya dari Claudia, mencoba untuk fokus pada pembicaraan mengenai desain. "Tentu, Yang Mulia. Saya bisa membuat beberapa sketsa dan mengambil inspirasi dari pintu gerbang yang sebelumnya," katanya, suaranya bergetar sedikit.
Claudia mendekat, memperhatikan Lucky dengan mata yang penuh harapan. "Aku ingin pintu ini mencerminkan kepribadianku. Sesuatu yang tidak hanya indah, tetapi juga menggambarkan sifatku yang kuat dan mandiri. Apa pendapatmu?"
Lucky mengangguk, berusaha menahan rasa gugupnya. "Saya akan berusaha untuk menciptakan sesuatu yang sempurna untukmu, Yang Mulia. Desain yang akan mencuri perhatian semua orang."
Saat mereka berdiskusi, Lucky merasa terjebak antara rasa profesionalisme dan ketertarikan yang mengganggu. Dia tahu bahwa dia harus tetap fokus pada pekerjaannya, tetapi kehadiran Claudia yang menawan membuatnya sulit untuk mengabaikan perasaannya. Dalam hatinya, dia berharap agar proses pembuatan pintu ini akan berjalan lancar, tanpa mengganggu kedamaian antara mereka dan tanpa mengungkapkan rahasia yang menghantuinya.
Saat Lucky berbalik untuk pergi, tiba-tiba Claudia mendekat dan berbisik dengan nada menggoda, "Bukankah kamu adalah pria yang menyamar menjadi prajurit dan menampar pantatku?" Dia tertawa kecil, senyumnya menawan namun juga menakutkan.
Mendengar kata-kata itu, tubuh Lucky langsung bergetar hebat dan membeku. Dia merasa seolah-olah dunia di sekelilingnya berhenti sejenak. Rasa takut dan cemas menyelimuti dirinya, terutama ketika Claudia melanjutkan, "Ah, aku mungkin saja bisa melaporkan hal itu kepada Raja dan kamu akan dijatuhi hukuman mati." Suaranya terdengar santai, seolah-olah dia sedang membicarakan hal sepele.
Lucky langsung berpaling, berusaha menyembunyikan kegugupannya. "Lalu apa yang kau inginkan dariku?" tanyanya, suaranya bergetar. Dia tahu bahwa situasi ini sangat berbahaya dan bisa mengubah hidupnya dalam sekejap.
Claudia melangkah lebih dekat, wajahnya semakin mendekat, dan belahan kedua gunung kembar yang indah itu semakin jelas di hadapan Lucky. Dia bisa merasakan ketegangan di udara, dan situasi itu menjadi semakin sulit untuk ditangani. Claudia tampak sadar akan kekuatannya dan bisa melihat ketakutan di mata Lucky.
Dengan ekspresi yang penuh teka-teki, Claudia berkata, "Aku ingin kamu membuat pintu itu seindah mungkin, tetapi dengan satu syarat. Kamu harus memastikan bahwa tidak ada yang tahu tentang kejadian antara kita. Ini adalah rahasia kita." Dia menatap Lucky dalam-dalam, membuatnya merasa terjebak dalam pesonanya.
Lucky merasa terjepit antara rasa takut dan ketertarikan. Dia tahu bahwa dia harus hati-hati dalam situasi ini. "Saya mengerti, Yang Mulia. Saya akan melakukan yang terbaik untuk memenuhi keinginanmu dan menjaga rahasia ini," jawabnya, berusaha untuk tidak menunjukkan betapa tertekan dan bingungnya dirinya saat itu.
Claudia tersenyum, seolah-olah puas dengan jawaban Lucky. "Bagus. Sekarang, mari kita mulai merancang pintu itu dengan ide-ide yang akan membuatnya istimewa," ujarnya, kembali ke nada lembut dan penuh semangat. Lucky tahu bahwa dia harus tetap fokus dan tidak membiarkan ketegangan ini mempengaruhi pekerjaannya.
Hari-hari pun berlalu, dan Lucky merasa bahwa kesempatan ini juga menguntungkan baginya untuk menyelesaikan misi yang lebih besar. Meskipun dia terus bekerja keras untuk menciptakan pintu yang indah, pikirannya tak henti-hentinya berputar, merencanakan langkah-langkah yang harus diambil selanjutnya.
Sementara Lucky mengerjakan tugasnya, Claudia sering meliriknya tanpa sepengetahuan Lucky. Dia mengamati setiap gerakan Lucky dengan minat yang menggelitik. Terkadang, Claudia menghadapi jendela, tampak seperti melihat ke luar, tetapi sebenarnya dia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari lelaki yang tengah asyik bekerja di depannya.
Setelah beberapa waktu, tugas membuat pintu kaca pun selesai. Lucky berdiri dengan bangga di depan karyanya, melihat pintu yang berkilau dengan refleksi cahaya, dihiasi dengan ukiran yang rumit dan indah. Dia merasa bahwa dia telah berhasil memberikan yang terbaik untuk Claudia.
Ketika Claudia masuk ke ruangan dan melihat pintu yang telah selesai, matanya berbinar penuh kegembiraan. "Ini luar biasa, Lucky! Kamu telah melakukan pekerjaan yang sangat baik," ucapnya dengan nada pujian. Dia mendekat, mengamati detail-detail kecil pada pintu, seolah-olah setiap ukiran bercerita tentang keindahan dan keanggunan.
Lucky merasa bangga mendengar pujian itu, tetapi di saat yang sama, dia juga merasakan ketegangan di antara mereka. "Terima kasih, Yang Mulia. Saya hanya berusaha memenuhi harapanmu," jawabnya dengan rendah hati.
Claudia tersenyum, lalu berbalik untuk melihat Lucky. "Aku tahu bahwa kamu memiliki bakat yang luar biasa. Namun, aku juga ingin tahu lebih banyak tentang dirimu. Apa yang membuatmu tertarik dengan pekerjaan ini?" Dia bertanya dengan nada ingin tahu, seolah-olah ingin menggali lebih dalam tentang lelaki di hadapannya.
Lucky merasa jantungnya berdegup kencang. Dia tahu bahwa pertanyaan itu bisa membawa mereka ke dalam percakapan yang lebih dalam, dan mungkin membuka kembali ketegangan yang ada di antara mereka. Namun, dia juga sadar bahwa ini adalah kesempatan untuk membangun kepercayaan dan mungkin menemukan jalan keluar dari situasi yang rumit ini. "Saya hanya ingin menciptakan sesuatu yang indah dan berarti, Yang Mulia. Pekerjaan ini memberi saya kesempatan untuk mengekspresikan diri," jawabnya, berusaha terdengar tenang.
Claudia mengangguk, seolah memahami apa yang Lucky rasakan. "Mungkin kita bisa bekerja sama lebih sering. Aku merasa kita memiliki banyak kesamaan," ujarnya dengan senyum yang menggoda, membuat Lucky merasakan campuran antara ketertarikan dan kewaspadaan. Dia tahu bahwa hubungan ini bisa berbahaya, tetapi saat yang sama, dia tidak bisa menolak pesona Claudia yang memikat.
"Ku dengar kamu juga bisa memurnikan obat, apakah itu benar?" tanya Claudia, menatap Lucky dengan rasa ingin tahu.
"Ya, itu benar, tapi aku hanya sedikit tahu," jawab Lucky merendahkan, merasa tidak yakin untuk membahas kemampuannya lebih jauh.
"Oh, benarkah itu? Jika begitu, bisakah kamu membantu ku?" suara Claudia mengandung harapan, dan Lucky merasakan ada sesuatu yang lebih dalam di balik pertanyaannya.
Masih dengan rasa penasaran, Lucky pun bertanya, "Masalah apa yang kamu miliki?"
Claudia pun terdiam sejenak, terlihat ragu-ragu untuk mengatakannya. Dia sepertinya sedang mempertimbangkan kata-katanya, antara berbagi masalahnya atau menyimpannya sendiri.
"Hemm, ya sudahlah, lupakan saja," ucap Claudia akhirnya, mengalihkan pandangannya seolah-olah merasa tidak ingin membahasnya lebih jauh.
Melihat perubahan sikap Claudia, Lucky merasakan ketegangan di udara. Mungkin ada sesuatu yang lebih dalam yang ingin dia sampaikan, tetapi memilih untuk menahannya. Merasa tidak ingin memaksa, Lucky akhirnya memutuskan untuk keluar dari percakapan itu.
Dia kembali ke tempatnya, pikiran dan perasaannya campur aduk. Mengapa Claudia tampak begitu ragu? Apa sebenarnya yang dia sembunyikan? Sambil melanjutkan pekerjaannya, Lucky tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan tentang Claudia dan kemungkinan yang ada di antara mereka. Dia tahu bahwa ada banyak hal yang belum terungkap, dan mungkin, suatu saat nanti, mereka akan menemukan momen yang tepat untuk membahasnya.