Setelah kerumunan bubar, Lucky, Hendric, dan Araint berkumpul di sebuah ruangan untuk membahas rencana mereka. Atmosfer di ruangan itu dipenuhi rasa ketegangan dan semangat untuk menghadapi tantangan yang ada.
Lucky segera bertanya, "Di mana aku bisa mendapatkan Lencana itu?"
Araint menjawab, "Kamu bisa mendapatkannya di kerajaan Ronelia. Di sana ada cabang Asosiasi Blacksmith. Tapi ingat, sebelum mendapatkan lencana, kamu harus melewati beberapa ujian dari para Blacksmith yang ada di sana."
Hendric menambahkan, "Jarak dari Kerajaan Enhorien, tempat kita sekarang, menuju Ronelia membutuhkan waktu setidaknya satu minggu menggunakan kereta kuda. Oleh karena itu, aku akan menemani kamu. Kita bisa mempersiapkan segalanya bersama-sama."
Lucky merasa bersemangat mendengar dukungan dari Hendric. "Terima kasih, Hendric. Aku sangat menghargai bantuanmu. Kita harus segera mempersiapkan perjalanan ini."
Araint mengangguk, "Dan jangan lupa, kita perlu mempersiapkan perbekalan dan juga beberapa senjata yang mungkin kamu perlukan untuk ujian nanti."
Lucky merencanakan langkah-langkah yang harus diambil. "Baiklah, kita perlu membuat daftar barang apa saja yang perlu dibawa. Selain itu, aku juga harus melatih keterampilan membuat senjata agar siap untuk ujian nanti."
"Benar," jawab Hendric. "Kita bisa mulai berlatih mulai sekarang. Mari kita manfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin."
Setelah semua persiapan selesai, Lucky dan Hendric bersiap untuk berangkat menuju Kerajaan Ronelia. Mereka memuat barang-barang yang diperlukan ke dalam kereta kuda, termasuk perbekalan, alat-alat untuk menempa, dan senjata yang akan digunakan untuk ujian nanti.
Di tengah perjalanan, suasana di dalam kereta cukup hangat. Hendric memimpin percakapan, "Aku rasa kita harus memanfaatkan waktu di perjalanan ini untuk berlatih. Bagaimana kalau kamu latihan membuat beberapa desain senjata di sini?"
Lucky mengangguk. "Itu ide yang bagus. Aku bisa menggambar beberapa ide di atas kertas. Dengan cara ini, aku bisa mempersiapkan diri sebelum menghadapi ujian."
Lucky mulai menutup matanya, memasuki alam spiritual di dalam jiwa.
Disana dia belajar teknik Blacksmith kuno. Bapusut Wasi, dimana tehknik itu dapat membuat senjata, melelehkan logam tanpa menggunakan api.
Dia juga mempelajari teknik terakhir dari palu penghancur bumi yaitu Waringin Sungsang,dimana dengan tehnik ini bisa membalikkan tanah,hingga membuat area berguncang seperti gempa bumi.
Lucky terbangun dari alam spiritualnya dengan jantung yang berdegup kencang setelah mendengar teriakan dari kusir. Ketika kereta mereka terhenti, dia segera menyadari bahwa situasi menjadi tegang. Hendric sudah turun dengan cepat, memeriksa apa yang terjadi di luar.
Ketika Lucky melangkah keluar dari kereta, dia melihat sekelompok orang menghadang mereka. Mereka terlihat garang dan jelas bukan orang-orang yang ingin berbuat baik. Dari pakaian dan lambang di baju mereka, Lucky dapat mengenali bahwa mereka adalah suruhan dari Toko Dagang HongFeng, rival yang selama ini menghalangi usaha mereka.
"Hendric, hati-hati!" seru Lucky dengan suara tegas ketika dia melihat Hendric bersiap untuk menghadapi mereka.
Salah satu dari kelompok tersebut, seorang pria berbadan kekar dengan tatapan tajam, maju ke depan. "Kami tidak ingin masalah, tetapi kalian tidak boleh melewati wilayah ini tanpa membayar," katanya dengan nada menakutkan.
Lucky merasa kemarahan mulai membara di dalam dirinya. Dia tidak akan membiarkan mereka menghalangi perjalanan dan impiannya. "Kami tidak akan membayar sepeser pun kepada kalian! Kami tidak melakukan kesalahan," balas Lucky, berusaha menunjukkan keberanian meskipun dia merasa tertekan.
Hendric berdiri di samping Lucky, siap untuk melindungi sahabatnya jika keadaan semakin buruk. "Kami hanya melewati jalan ini. Jika kalian ingin berkelahi, maka kami tidak akan mundur."
Pria kekar itu tersenyum sinis. "Baiklah, jika kalian ingin berjuang, kami akan memberi kalian pelajaran. Siapkan diri kalian!"
Lucky merasakan energi dari teknik yang telah dia pelajari dalam alam spiritualnya. Dia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk menunjukkan kemampuan yang telah dia asah. "Hendric, kita tidak sendirian. Kita akan menggunakan semua yang kita miliki untuk menghadapi mereka!"
Dengan semangat yang membara, Lucky dan Hendric bersiap untuk menghadapi kelompok tersebut. Mereka tahu bahwa ini bukan hanya tentang mereka, tetapi juga tentang impian dan usaha yang telah mereka bangun bersama. Pertarungan yang akan datang bukan hanya untuk mempertahankan diri, tetapi juga untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan pernah mundur.
Bentrokan itu pun segera terjadi terlihat Lucky dan Hendric sedang di serang oleh beberapa orang,namun hal itu bukanlah masalah bagi mereka.
Melihat situasi Lucky yang tidak kesulitan, Hendric pun memutuskan untuk bertarung dengan pemimpin kelompok itu.
Pria kekar dengan senyuman sinis itu mengangkat pedangnya yang besar, melangkah maju dengan kepercayaan diri yang mengintimidasi. Hendric, tanpa ragu, menyambutnya dengan pedang ringan di tangannya, bergerak lincah seperti angin.
Sementara itu, Lucky menghadapi tiga orang sekaligus. Dengan ketenangan luar biasa, dia menggenggam palu kecil yang dia bawa untuk menempa, alat sederhana yang kini berubah menjadi senjata mematikan. Lucky mengingat teknik "Bapusut Wasi" yang baru saja dia pelajari dalam alam spiritualnya. Dia menarik napas dalam, fokus pada inti kekuatannya.
Saat salah satu dari tiga lawannya menyerang, Lucky menghantam senjatanya dengan palu kecil itu. Dalam sekejap, logam pedang lawan mulai meleleh seperti lilin, membuat pemiliknya tertegun. "Apa-apaan ini?! Apa yang kau lakukan?" teriak pria itu dengan panik, sementara Lucky hanya memandangnya dengan tenang.
"Dengar," kata Lucky dengan nada dingin, "Aku tidak punya waktu untuk permainan seperti ini. Jika kalian bijak, kalian akan pergi sekarang."
Namun, dua lawan lainnya tidak menyerah begitu saja. Mereka menyerang dari dua arah, mencoba mengepung Lucky. Kali ini, dia mengayunkan palunya ke tanah, memanfaatkan teknik "Waringin Sungsang." Tanah di bawah kaki mereka bergetar hebat, menyebabkan kedua lawannya kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Salah satu dari mereka mencengkeram tanah dengan gemetar, berteriak, "Ini seperti gempa! Apa yang terjadi?!"
Di sisi lain, Hendric menunjukkan keahliannya yang luar biasa. Pemimpin kelompok itu, meskipun kuat, mulai terdesak oleh gerakan Hendric yang cepat dan presisi. Serangan-serangan pria kekar itu tampak berat dan lamban dibandingkan dengan gaya bertarung Hendric. Dengan satu gerakan memutar, Hendric berhasil melucuti senjata pria itu, membuat pedang besar jatuh ke tanah.
"Berhenti sekarang," kata Hendric dengan nada tegas, pedangnya mengarah langsung ke leher pria itu. "Kalian kalah. Pergi, sebelum aku memutuskan untuk tidak menunjukkan belas kasihan."
Melihat pemimpinnya tak berdaya, sisa anggota kelompok itu mulai mundur dengan ketakutan. "Maafkan kami! Kami tidak akan mengganggu kalian lagi!" seru salah satu dari mereka, membantu pemimpinnya berdiri sebelum mereka melarikan diri.
Ketika suasana kembali tenang, Hendric menyarungkan pedangnya dan menoleh ke Lucky. "Kau luar biasa. Teknik itu... baru saja kau pelajari, kan?"
Lucky mengangguk sambil tersenyum kecil. "Ya, tapi aku masih perlu banyak latihan. Itu hanya sebagian kecil dari apa yang aku pelajari."
"Kecil, katamu? Kau membuat mereka lari ketakutan," kata Hendric sambil tertawa kecil. "Aku tidak bisa menunggu untuk melihat sejauh apa kemampuanmu berkembang."
Lucky menatap ke kejauhan, memikirkan perjalanan mereka yang masih panjang. "Ini baru awal. Kita harus segera sampai di Ronelia. Ujian sebenarnya ada di sana."
Dengan tekad yang semakin kuat, mereka kembali ke kereta, melanjutkan perjalanan mereka menuju kerajaan Ronelia. Meskipun tantangan baru saja mereka hadapi, keduanya tahu bahwa hal yang lebih besar menunggu di depan, dan mereka siap untuk menghadapinya bersama.
Mereka pun akhirnya sampai di depan pintu gerbang Ronelia. Terlihat benteng pemisah yang menjulang tinggi dengan warna hitam pekat, terbuat dari logam berkilauan yang memantulkan sinar matahari. Benteng itu memiliki desain yang rumit, dihiasi dengan ukiran berbentuk roda gigi, palu, dan landasan tempa yang menjadi simbol kebanggaan kota tersebut. Gerbang utamanya, yang terbuat dari baja murni dengan ornamen emas, berdiri megah seperti pintu masuk menuju dunia baru yang penuh keajaiban.
Kerajaan Ronelia dikenal sebagai "Kota Logam" karena reputasinya sebagai pusat pandai besi terbaik di seluruh benua. Dari kejauhan, Lucky dan Hendric bisa melihat asap mengepul dari berbagai cerobong yang tersebar di seluruh kota, tanda dari bengkel-bengkel yang sibuk menempa logam sepanjang waktu. Di atas benteng, bendera kerajaan berkibar dengan lambang palu emas dan perisai perak, melambangkan kekuatan dan keahlian mereka dalam seni pandai besi.
Saat mereka melangkah memasuki gerbang, jalan-jalan kota terlihat ramai oleh para pekerja, pedagang, dan pengrajin. Jalan utama yang terbuat dari batu hitam mengkilap itu dipenuhi dengan toko-toko pandai besi, masing-masing memamerkan karya mereka di etalase. Beberapa pedagang menjajakan bilah pedang, perisai, dan berbagai senjata dengan ukiran yang begitu indah hingga terlihat seperti karya seni. Suara dentingan palu yang bertemu dengan logam terdengar di mana-mana, menciptakan irama yang menjadi musik khas kota itu.
Di tengah kota berdiri Istana Ronelia, sebuah bangunan megah yang terbuat sepenuhnya dari logam hitam dengan aksen perunggu. Menara-menara istana menjulang tinggi, menciptakan siluet yang agung di bawah langit. Istana ini bukan hanya tempat tinggal keluarga kerajaan, tetapi juga markas utama Asosiasi Blacksmith, tempat para pandai besi terbaik mengadakan pertemuan dan ujian untuk menguji keterampilan para pelamar seperti Lucky.
Kerajaan ini juga terkenal dengan pasar logamnya, di mana bahan-bahan mentah seperti besi, tembaga, dan mithril diperdagangkan dalam jumlah besar. Pasar itu adalah salah satu alasan mengapa banyak pandai besi dari berbagai penjuru dunia datang ke Ronelia, berharap mendapatkan bahan terbaik untuk menciptakan mahakarya mereka.
"Aku tidak percaya akhirnya kita sampai di sini," kata Lucky dengan nada kagum, matanya tidak bisa berhenti memperhatikan keindahan dan aktivitas kota yang begitu hidup.
Hendric tersenyum kecil. "Ini hanya permulaan, Lucky. Ronelia adalah tempat di mana keterampilan pandai besi diuji sampai batas tertinggi. Kau harus mempersiapkan diri, karena ujian yang akan kau hadapi tidak akan mudah."
Lucky mengangguk, hatinya penuh dengan rasa antusias sekaligus gugup. Kota Logam ini tidak hanya menjadi tempat ujian untuk dirinya, tetapi juga menjadi panggung pertama dalam perjalanan besarnya menuju impian yang selama ini ia dambakan.