Pagi-pagi sekali, suasana istana Ethereal Lands sudah dipenuhi kesibukan. Para pelayan istana dengan cekatan membantu para utusan bersiap. Ai, Aoi, Riku, Kaito, Souta, Ren, dan Itsuki mengenakan pakaian formal yang dirancang khusus untuk perjalanan ini—elegan, berkelas, namun tetap mencerminkan karakter masing-masing.
Ai dan Aoi memilih pakaian kembar yang serasi, ringan dan praktis, meski tetap terlihat mewah. Riku mengenakan gaun putih dengan aksen emas, terlihat anggun dan berwibawa. Kaito memilih jubah panjang dengan hiasan naga yang mencolok, sedangkan Souta mengenakan pakaian yang sederhana namun memancarkan aura pemburu. Ren tampil misterius dengan mantel hitam berlapis kain sutra. Itsuki, meski kecil, terlihat imut dengan pakaian formal yang mencerminkan statusnya sebagai utusan.
Setelah semua siap, mereka berkumpul di depan istana. Di sana, iringan kereta kuda mewah telah menanti. Kuda-kuda yang menarik kereta itu memiliki bulu keperakan yang berkilauan di bawah sinar matahari pagi. Para pengawal berdiri tegap di sepanjang jalan, memberikan penghormatan.
Saat kereta mulai bergerak, penduduk kota yang berjejer di sepanjang jalan menundukkan kepala mereka dengan penuh hormat. Beberapa bahkan berlutut, menunjukkan rasa kagum dan hormat kepada sang penguasa dan para utusan sang dewi. Ai, yang duduk di dalam kereta, melongok keluar dengan penuh rasa ingin tahu. "Rasanya gugup sekali, membuatku malu" katanya.
"Memang," jawab Riku sambil tersenyum. "Tapi ini nyata, Ai. Kita benar-benar menjadi bagian dari sesuatu yang besar."
Setelah perjalanan singkat, mereka tiba di pelabuhan kapal udara. Pemandangan di sana membuat mereka semua terdiam kagum. Sebuah kapal udara besar yang megah melayang dengan anggun di awan, seperti penginapan mewah yang melayang. Tubuh kapal itu dihiasi ukiran naga dan motif awan, memancarkan aura kemewahan.
Mereka menaiki kapal itu dengan bantuan para pelayan, dan sesaat setelah semua penumpang naik, kapal mulai bergerak perlahan, berlayar di lautan awan.
Hari Pertama
Saat kapal melayang di atas langit, pemandangan yang terbentang di bawah membuat mereka terpesona. Ladang hijau yang luas, sungai-sungai yang berkelok indah, dan desa-desa kecil yang tersebar seperti permata. Pegunungan di kejauhan terlihat seperti lukisan, dengan puncak-puncaknya yang diselimuti salju.
"Aku tidak pernah melihat pemandangan seindah ini," gumam Souta sambil memandang ke luar jendela.
"Ini baru permulaan," jawab Lady Seraphina. "Kita akan melihat lebih banyak keajaiban selama perjalanan ini."
Hari Kedua
Kapal mulai melewati lautan luas. Air biru yang berkilauan di bawah sinar matahari menciptakan pemandangan yang memukau. Beberapa kali mereka melihat kawanan ikan besar yang melompat keluar dari air, menciptakan percikan yang indah.
"Apa itu ikan paus?" tanya Itsuki dengan mata berbinar.
"Bukan ikan paus biasa tentunya," jawab Kaito. "Itu mungkin makhluk laut yang hanya ada di dunia ini."
Ai menatap jauh ke cakrawala. "Lautnya terlihat seperti tidak ada ujungnya. Rasanya seperti kita sedang terbang di atas dunia yang tak terbatas."
Hari Ketiga
Kapal mulai mendekati daratan lagi, kali ini berupa hutan lebat yang dipenuhi pepohonan raksasa. Dari atas, mereka bisa melihat burung-burung besar yang beterbangan, beberapa bahkan mendekati kapal.
"Burung itu terlihat seperti naga kecil," kata Aoi dengan kagum.
"Mungkin saja kita sudah dekat dengan Drakonia," kata Riku.
Hari Keempat
Kapal mulai memasuki wilayah pegunungan Abyssal. Pemandangan berubah drastis menjadi tebing-tebing tinggi yang menjulang ke langit. Kabut tebal menyelimuti puncak-puncaknya, menciptakan suasana misterius.
"Aku bisa merasakan auranya," kata Ren sambil memejamkan mata. "Tempat ini penuh dengan kekuatan naga."
Mereka semua berdiri di dek, memandangi keindahan dan keagungan pegunungan Abyssal. Drakonia, negeri para Draconian, semakin dekat. Petualangan besar mereka baru saja dimulai.
Setelah beberapa hari perjalanan panjang, akhirnya kapal udara mereka mulai mendekati wilayah Drakonia. Dari kejauhan, pemandangan yang memukau terbentang di depan mata mereka, pegunungan Abyssal yang menjulang tinggi dengan puncak-puncak yang diselimuti kabut tebal, serta lembah-lembah yang dihiasi sungai berkilauan. Namun, pemandangan itu segera tergantikan oleh kehadiran para naga yang tiba-tiba terbang mendekati kapal mereka.
Naga-naga itu besar, gagah, dan memancarkan aura yang luar biasa. Sisik mereka berkilauan seperti logam mulia di bawah sinar matahari, dan sayap mereka yang lebar menciptakan angin kencang setiap kali mengepak. Mereka mengelilingi kapal dengan formasi yang rapi, mengiringi perjalanan menuju istana Drakonia.
Melihat pemandangan itu, Kaito langsung berteriak, "Naga! Mereka mendekat!" dan tanpa pikir panjang, dia berlari ke belakang Ai, bersembunyi dengan ekspresi panik. Riku, meskipun biasanya tenang, kali ini ikut-ikutan bersembunyi di belakang Ai sambil berbisik, "Ini... terlalu dekat!"
Ai, yang sebenarnya juga ketakutan namun berusaha menyembunyikannya, hanya bisa mencibir. "Hei, Kaito! Kau itu pendekar pedang, seharusnya kau yang melindungi kami! Apalagi kau pria!"
Kaito membalas dengan ekspresi merajuk, "Apanya kau ini! Kau kan bibiku, seharusnya kau yang melindungi keponakanmu yang lemah ini! Bukankah itu tugas keluarga yang lebih tua?"
Ai mendengus, "Dasar pengecut!"
Sebelum perdebatan itu semakin memanas, Lady Seraphina melangkah maju dengan tenang. "Tenanglah, mereka tidak bermaksud buruk," katanya dengan suara lembut namun tegas.
Salah satu naga besar tiba-tiba turun ke dek kapal seketika berubah menjadi seorang pria Draconian. Tubuhnya tinggi dan kekar, dengan rambut putih keperakan dan mata emas yang tajam. Dalam wujud manusianya, ia terlihat sangat bijaksana dan berwibawa. Ia berlutut, menunjukkan rasa hormat yang luar biasa kepada Lady Seraphina.
"Hormat saya kepada Pemimpin Ethereal Lands," katanya dengan suara berat namun sopan. "Kami datang untuk menyambut dan mengiringi Anda ke istana Drakonia."
Lady Seraphina tersenyum tipis, namun ada sedikit teguran dalam nada suaranya. "Tuan Draconian, para Utusan Sang Dewi ini masih baru di dunia ini. Mereka mungkin merasa terkejut dengan sambutan yang... megah ini. Lain kali, pastikan kedatangan Anda lebih teratur agar tidak membuat mereka panik."
Pria Draconian itu langsung menunduk lebih dalam. "Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Kami tidak bermaksud menakut-nakuti. Mohon agar para Utusan Sang Dewi sudi memaafkan kami."
Semua mata kini tertuju pada Ai, yang tampak bingung. Dengan kode halus dari Lady Seraphina, Ai akhirnya mengangguk. "Baiklah, tidak perlu dipikirkan," katanya dengan nada yang mencoba terdengar anggun, meskipun masih sedikit gugup.
Pria Draconian itu tersenyum lega. "Terima kasih atas kemurahan hati Anda. Kami akan memastikan perjalanan ini berlangsung dengan nyaman."
Setelah pria itu kembali ke barisan naga yang mengiringi kapal, Lady Seraphina menoleh kepada mereka. "Nah, bagaimana? Apakah kalian sekarang percaya dengan kata-kataku bahwa mereka sangat menghormati kita?"
Mereka semua mengangguk pelan, meskipun wajah mereka masih sedikit pucat. Ai menghela napas lega, Riku mulai tenang, dan bahkan Kaito tampak mulai percaya diri kembali.
Perjalanan pun dilanjutkan dengan suasana yang lebih tenang, meskipun mereka tetap tak bisa mengalihkan pandangan dari naga-naga yang terbang megah di sekitar mereka.
Kerajaan Drakonia terhampar megah di tengah pegunungan Abyssal, seperti benteng raksasa yang terukir dari batu-batu alam. Setiap sudut kota memancarkan aura naga: pilar-pilar besar berbentuk cakar, patung naga yang mengaum di setiap gerbang, dan atap-atap bangunan yang menyerupai sisik naga berkilauan. Udara terasa berat namun penuh energi, seolah setiap napas mengingatkan akan kekuatan besar yang tersembunyi di tempat ini.
Jalan-jalan kota luas dan tidak terlalu padat, memungkinkan naga-naga besar melintas dengan leluasa. Di langit, beberapa naga melayang santai, sementara di darat, para Draconian yang berwujud manusia berjalan dengan langkah mantap. Meskipun tidak seramai kota manusia, suasana terasa hidup. Para penduduk saling menyapa dengan hangat, menunjukkan hubungan yang erat di antara mereka.
Ketika rombongan mereka tiba, para Draconian berkumpul di sepanjang jalan utama, memberikan sambutan meriah. Mereka bertepuk tangan, tersenyum, dan bahkan beberapa anak kecil berwujud naga kecil melompat-lompat kegirangan. Sambutan ini perlahan menghapus kesan seram dan berbahaya yang sebelumnya mereka bayangkan.
Namun, ada satu hal yang membuat rombongan sedikit canggung. Para wanita Draconian berpakaian sangat minim, mengenakan kain yang hanya menutupi bagian-bagian penting tubuh mereka. Kulit mereka yang seperti porselen dan otot-otot kencang memancarkan kesan atletis, membuat mereka terlihat seperti dewi-dewi perang. Sebaliknya, para pria mengenakan zirah sisik naga yang kokoh, memberikan kesan gagah dan protektif.
Kaito, yang matanya tak sengaja melirik lebih lama dari seharusnya, langsung mendapat sikutan keras dari Ai. "Jangan berpikir macam-macam, dasar kecoa!" bisiknya dengan tajam.
Riku, meskipun terlihat malu-malu, tidak bisa menahan rasa ingin tahunya. "Kenapa pakaian mereka seperti itu?" tanyanya pelan pada Lady Seraphina.
Lady Seraphina tersenyum kecil. "Para Draconian tidak terlalu memperhatikan wujud manusia mereka. Mereka adalah naga sejati, dan pakaian hanyalah formalitas. Selain itu, pakaian mereka harus menyesuaikan kemampuan mereka berubah wujud. Karena bahan untuk pakaian ini sulit didapat, prioritas diberikan kepada para pria yang bertanggung jawab untuk bertarung."
Riku mengangguk pelan, meskipun wajahnya masih sedikit memerah. Ai, di sisi lain, tampak menghela napas panjang sambil menatap Kaito dengan tatapan penuh kecurigaan.
Setelah melewati jalan utama, mereka tiba di istana Drakonia, yang terletak di puncak tertinggi kota. Istana itu luar biasa megah, dengan dinding-dinding yang dihiasi ukiran naga dan kristal besar yang memancarkan cahaya biru. Di depan gerbang utama, para pemimpin Draconian sudah menunggu. Mereka menunduk hormat kepada Lady Seraphina dan menyambut rombongan dengan penuh keramahan.
"Akhirnya, tamu-tamu agung dari Ethereal Lands tiba di tanah kami," kata seorang pria Draconian bernama Kael'Zarath yang tampak seperti pemimpin. Suaranya dalam dan tegas, namun senyumnya hangat. "Kami merasa terhormat menerima kunjungan kalian."
Suasana menjadi semakin akrab ketika para Draconian mulai berbicara dengan rombongan mereka. Meskipun logat mereka terdengar seperti orang tua bijak, wajah dan tubuh mereka sangat muda dan penuh vitalitas. Para wanita Draconian berbicara dengan antusias, sementara para pria memberikan salam dengan anggukan penuh hormat.
Perasaan hangat dan kekeluargaan ini perlahan membuat Ai, Kaito, dan yang lainnya merasa nyaman. Bahkan Kaito, yang awalnya canggung, mulai tersenyum dan berbicara dengan salah satu Draconian. Rombongan mereka pun dipersilakan masuk ke dalam aula istana untuk melanjutkan perjamuan resmi dengan para pemimpin Drakonia.
Aula istana Drakonia benar-benar memukau. Ruangan itu seluas lapangan dengan langit-langit yang menjulang tinggi, dihiasi dengan ukiran naga yang melingkar hingga ke puncak kubah. Lampu-lampu kristal biru yang bersinar lembut tergantung di udara, memberikan suasana megah namun tenang. Lantai marmer hitam mengkilap memantulkan cahaya, sementara dinding-dindingnya dipenuhi relief naga yang tampak hidup. Di ujung aula, sebuah altar besar berdiri dengan singgasana emas berukir naga di tengahnya.
"Wow... ini hebat sekali," bisik Kaito, matanya tak bisa berhenti mengitari ruangan. "Tempat ini bahkan lebih luas dari aula istana Ethereal Lands."
"Dan lebih menyeramkan," tambah Riku, suaranya pelan namun penuh rasa kagum.
"Ayo, jangan tertinggal," Ai mengingatkan, mendorong mereka maju mengikuti pemimpin Draconian yang memimpin ke altar.
Mereka diarahkan ke meja utama, tepat di atas altar, tempat yang biasanya disediakan untuk raja dan para petinggi kerajaan. Namun, saat mereka berpikir akan duduk bersama pemimpin Draconian, sesuatu yang tak terduga terjadi.
"Silakan, Lady Seraphina," ujar pemimpin Draconian dengan suara hormat, memberikan isyarat kepada Lady untuk duduk di singgasana.
Rombongan terdiam. Bahkan Kaito, yang biasanya tak pernah kehilangan kata-kata, hanya bisa membuka mulut tanpa suara.
Lady Seraphina tersenyum tipis, lalu berjalan dengan anggun menuju singgasana. "Terima kasih," ucapnya dengan lembut namun penuh wibawa. Ia duduk dengan tenang, sementara pemimpin Draconian turun dari altar dan berdiri didepan rakyatnya.
"Eh... tunggu," Souta berbisik pada Ai. "Kenapa dia yang duduk di sana? Bukannya itu singgasana raja?"
"Jangan tanya aku," Ai membalas, mencoba menyembunyikan rasa gugupnya. "Tapi ini aneh sekali."
Lady Seraphina mengisyaratkan mereka untuk duduk di kursi-kursi di samping singgasana, posisi yang jelas menunjukkan mereka sebagai tamu kehormatan tertinggi. Suasana ruangan terasa canggung, terutama bagi mereka yang sama sekali tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
Lady Seraphina berdiri, mengangkat tangannya dengan anggun, dan ruangan langsung sunyi. Semua mata tertuju padanya.
"Rakyat Drakonia," Lady memulai, suaranya bergema dengan kekuatan yang tak terbantahkan. "Hari ini adalah hari yang istimewa. Aku, Seraphina dari Ethereal Lands, membawa kabar baik dari Dewi kita. Bersamaku, tujuh utusan terpilih, mereka yang telah dipilih oleh Dewi untuk membawa perubahan besar di dunia ini."
Lady menoleh ke arah rombongan, memberi isyarat agar mereka berdiri. "Kalian, tunjukkan wujud sejati kalian."
"Apa?" Ai berbisik panik.
"Anda serius?" Kaito menambahkan dengan nada ragu.
"Jangan membantah," ujar Lady dengan nada tegas namun lembut. "Tunjukkan pada mereka zirah suci kalian."
Dengan sedikit ragu, mereka mengaktifkan Zirah Suci mereka. Cahaya terang memenuhi ruangan, membuat para Draconian menahan napas. Ketika transformasi selesai, mereka berdiri dalam wujud yang penuh kemegahan, zirah mereka memancarkan aura suci yang bahkan membuat naga-naga besar di belakang aula menundukkan kepala.
Lady melanjutkan pidatonya. "Mereka adalah harapan baru dunia ini. Masing-masing dari mereka telah dipilih bukan hanya karena kekuatan, tetapi juga karena hati mereka yang murni dan tekad mereka yang tak tergoyahkan."
Ia menoleh ke arah Kaito. "Kaito, sang Pendekar Pedang. Keberanianmu adalah inspirasi bagi banyak orang."
Kaito tersentak. "Eh? Aku?"
Lady tersenyum kecil sebelum melanjutkan. "Ai, sang Wujud Sejati Harapan. Kebijaksanaan dan keberanianmu selalu menjadi pelita di tengah kegelapan."
Ai menunduk sedikit, wajahnya memerah.
"Riku, Souta, Aoi, Ren," lanjut Lady, menyebutkan nama mereka satu per satu dengan pujian.
Pidato itu berlangsung dengan wibawa yang tak terbantahkan, dan para Draconian mendengarkan dengan penuh perhatian. Setiap kata Lady seolah membawa beban yang besar, namun juga harapan yang besar.
Setelah pidato selesai, suasana menjadi lebih hening. Para Draconian menatap mereka dengan rasa hormat yang mendalam.
"Aku... aku tidak mengerti," bisik Riku. "Kenapa mereka begitu hormat kepada kita?"
"Aku juga tidak," jawab Ai, masih mencoba mencerna semuanya.
Namun, sebelum mereka sempat membahas lebih jauh, seorang Draconian muda mendekat dengan senyum hangat. "Selamat datang di Drakonia, para utusan Dewi. Kami merasa terhormat menerima kalian di sini."
Mereka hanya bisa mengangguk, masih bingung dengan semua penghormatan yang mereka terima. Apa sebenarnya posisi mereka di dunia ini? Dan seberapa tinggi sebenarnya kedudukan Lady Seraphina? Pertanyaan-pertanyaan itu terus berputar di kepala mereka sepanjang acara penyambutan.
Setelah pidato resmi Lady Seraphina selesai, suasana aula berubah menjadi lebih santai. Musik lembut mulai dimainkan, dan para Draconian mulai mendekati para tamu kehormatan dengan antusias.
Para wanita dari Ethereal Lands, terutama Ai, Aoi, dan Riku, segera dikelilingi oleh Draconian wanita. Mereka mengagumi kekuatan dan penampilan para utusan Dewi dengan penuh kekaguman.
"Zirah kalian sangat indah! Apa ini benar-benar muncul dari tubuh kalian?" tanya salah satu Draconian wanita dengan mata berbinar.
"Semacam itu," jawab Riku sambil tersenyum canggung. "Ini adalah zirah suci kami."
"Wah itu hebat sekali," puji wanita lain. "Kami juga ingin pakaian seperti milik kalian!"
Sementara itu, para pria, Souta dan Ren, didekati oleh beberapa petinggi Draconian yang ingin mengenal mereka lebih dekat. Namun, perhatian terbesar justru tertuju pada Kaito.
Kaito, dengan sikapnya yang santai dan mudah bergaul, langsung menjadi pusat perhatian para Draconian remaja, baik pria maupun wanita. Mereka tampak sangat cocok dengan sifatnya yang ceria dan spontan.
"Kaito, kau harus bergabung dengan kami nanti!" ujar seorang remaja pria sambil menepuk pundaknya.
"Iya, kami punya tempat kumpul yang seru. Kau pasti suka!" tambah seorang gadis dengan antusias.
Kaito tertawa lepas. "Tentu saja! Aku tidak sabar melihat bagaimana kalian bersenang-senang di sini."
Namun, perhatian para gadis Draconian kepada Kaito mulai menarik perhatian Lady Seraphina. Ia berdiri di tempatnya dengan wajah yang berusaha tetap tenang, tetapi matanya jelas menunjukkan kecemasan.
"Mereka terlalu dekat," gumam Lady Seraphina pelan, tapi cukup terdengar oleh Ai yang kebetulan berdiri di dekatnya.
Ai memperhatikan Lady sejenak, lalu tersenyum jahil. "Lady, kau terlihat cemas. Jangan-jangan kau cemburu?"
"Mana mungkin," jawab Lady dengan nada dingin, meski wajahnya sedikit memerah. "Aku hanya khawatir dia akan membuat masalah."
Ai terkekeh. "Baiklah, biar aku yang mengurusnya."
Ai mendekati kerumunan Draconian remaja yang mengelilingi Kaito. "Permisi," sapanya dengan senyum ramah. "Apa kalian sedang membicarakan sesuatu yang menarik?"
"Oh, jadi ini Ai!" ujar salah satu gadis Draconian. "Kau juga terlihat luar biasa! Tapi Kaito benar-benar... unik."
"Unik bagaimana?" tanya Ai, pura-pura penasaran.
"Kami merasa seperti sudah mengenalnya sejak lama," jawab salah satu remaja pria. "Dia seperti... salah satu bagian dari kami!"
Ai tersenyum, lalu mulai menyesuaikan cara bicaranya dengan gaya Kaito yang santai. "Yah, dia memang seperti itu. Tapi kalian ingin dengar sesuatu yang lebih menarik tidak, aku tahu banyak tentang rahasia Kaito yang tak kalah seru, lho."
Setelah beberapa percakapan yang mengalir, perhatian mereka mulai beralih kepada Ai. Dengan gaya bicara yang santai namun penuh pesona, Ai berhasil mengalihkan fokus mereka.
"Ngomong-ngomong, aku harus membawa Kaito kembali. Tapi jangan khawatir, kami pasti akan bergabung bersama kalian besok," ujar Ai sambil tersenyum lebar.
Para Draconian remaja tampak kecewa, tetapi mereka mengangguk dengan semangat. "Baiklah! Jangan lupa janji kalian!"
Ai menyeret Kaito kembali ke tempat duduknya, tepat di samping Lady Seraphina. Ia duduk dengan napas sedikit terengah, lalu mengeluh, "Astaga, aku seperti menghadapi puluhan Kaito sekaligus. Mereka benar-benar penuh energi!"
Kaito mendengus. "Hei, kenapa kau menggangguku? Aku sedang asyik mengobrol dengan teman-teman baruku tadi."
"Teman baru apanya," balas Ai sambil menyipitkan mata. "Kau hanya tertarik pada gadis naga di hadapanmu, kan?"
Kaito langsung menyangkal dengan cepat. "Apa? Tidak! Aku hanya merasa sangat nyaman dengan mereka. Sifat kami benar-benar cocok."
Lady Seraphina, yang sedari tadi diam, akhirnya berbicara dengan nada datar. "Jadi, menurumu sifat kami tidak cocok denganmu?"
Kaito menggaruk kepalanya, merasa sedikit bersalah. "Bukan begitu, aku tidak bermaksud mengatakan itu. Tapi mereka memang menyenangkan."
Ai mendesah. "Kaito, kau ini benar-benar magnet untuk masalah, sebaiknya kau hentikan itu sebelum benar-benar merepotkan."
Percakapan mereka diakhiri dengan tawa kecil, sementara Lady Seraphina hanya bisa menghela napas panjang, berharap perjalanan ini tidak akan membawa lebih banyak kejutan dari yang sudah terjadi.