Chereads / Seven Footsteps of Fate (Indonesia) / Chapter 30 - Ramah Tamah Untuk Utusan Baru

Chapter 30 - Ramah Tamah Untuk Utusan Baru

Setelah serangkaian upacara yang penuh keagungan di aula singgasana, mereka melangkah menuju ruang jamuan makan siang. Aroma makanan lezat menyambut mereka, dan ruangan itu dipenuhi tamu-tamu penting yang menanti untuk mengucapkan selamat. Para Elder, Caelum Solis dengan auranya yang ramah namun tegas, Luminis Lexy yang bijaksana, Aurum Mercator yang terlihat penuh wibawa, dan Amica Concordia yang lembut namun karismatik, datang satu per satu memberikan ucapan selamat dan doa untuk perjalanan mereka.

Ronan, Instruktur Souta, seorang pria tegas dengan mata tajam seperti elang, menepuk bahunya dengan bangga. "Kau telah berkembang dengan baik. Jangan buat aku menyesal telah melatihmu."

Instruktur Kaito, seorang wanita tinggi dengan sikap tegas namun berkarisma, dengan keras mengatakan. "Jangan membuat masalah, Kaito. Aku tidak ingin mendengar laporan buruk darimu."

"Baik, Master" ucap Kaito.

"BICARA YANG JELAS!" Wanita itu membentak.

"BAIK, MASTER SERENA!" Jawab Kaito tidak kalah keras.

Mentor Ren, Aldric, seorang pria tua dengan jubah sihir megah, tersenyum lebar. "Ren, kau sudah belajar dengan rajin. Jangan lupa untuk selalu mencari pengetahuan di mana pun kau berada."

Kael, kepala penjaga gerbang, datang dengan senyum lebar. "Ah, jadi kalian sudah resmi menjadi utusan Ethereal Lands. Jangan lupa mampir ke posku jika kalian kembali. Aku akan menyambut kalian dengan hangat."

Kepala sekolah Akademi Sihir, Elvira Arcanis Lexy, seorang wanita dengan aura anggun dan rambut perak, memberi ucapan formal namun tulus. "Kalian adalah kebanggaan Ethereal Lands. Semoga perjalanan kalian membawa kehormatan bagi tempat ini."

Namun, kejutan terbesar datang dari Kepala Toko, Lucian D'Arvelle, yang kebetulan hadir untuk mengantar uang para gadis dari transaksi kemarin. Matanya melebar saat melihat mereka. "Oh, jadi... pelanggan kami adalah orang paling dihormati di seluruh negeri?" katanya dengan suara yang sedikit gemetar. Ia kemudian berbicara dengan nada yang jauh lebih formal, "Maafkan kami yang tidak menyadari lebih awal," lalu memberikan sebuah kartu hitam dengan ukiran naga emas. "Ini adalah kartu pelanggan tertinggi kami. Dengan ini, semua transaksi kalian akan diprioritaskan."

Ai menerima kartu itu dengan anggukan kecil. "Wah… terima kasih sekali. Kami pasti akan sering sering mampir ke toko anda," katanya dengan nada santai namun penuh percaya diri.

Setelah jamuan makan selesai, mereka berkumpul di ruang santai dekat kamar mereka. Dengan lega, mereka menyerap form Zirah Suci ke dalam tubuh mereka, kembali ke wujud asli dengan pakaian seragam bangsawan Ethereal Lands. Mereka duduk melingkar, berbicara antusias tentang semua yang mereka alami hari itu.

"Aku masih tidak percaya kita benar-benar mendapatkan kekuatan itu," kata Riku sambil menyandarkan kepala di sofa. "Efeknya benar-benar curang, seperti cheat dalam permainan."

Aoi mengangguk setuju. "Benar. Aku jadi merasa lebih aman dengan itu. Setidaknya, kita tidak akan mati begitu saja."

Namun, di sudut ruangan, Kaito dan Souta tampak sibuk membicarakan hal lain. Wajah mereka penuh antusiasme saat membahas berbagai ras dari cerita Lady Seraphina.

"Bayangkan," kata Kaito dengan mata berbinar. "Elf cantik dengan telinga runcing itu, pasti anggun dan mempesona."

Souta mengangguk cepat. "Dan gadis bertelinga kucing! Mereka pasti imut dan penuh energi."

"Jangan lupakan putri duyung," tambah Kaito. "Mereka pasti memiliki suara yang indah dan tubuh yang memesona."

"Atau wanita naga," Souta menambahkan sambil sedikit mengelap sudut bibirnya. "Kuat, gagah, dan... hot."

Ai, yang mendengar percakapan mereka, melompat dari tempatnya dan menerjang Kaito tanpa peringatan hingga Kaito terlempar menabrak tembok. "Oi, kau itu sudah jadi utusan dewi, bukannya fokus malah berfantasi liar!" Ucap Ai menceramahi mereka.

Kaito terjatuh dengan rintihan kesakitan. "Kenapa aku yang selalu jadi sasaran?! Souta kan juga melakukannya?"

Ai tersenyum manis, lalu dengan santai merangkul Souta. "Bagaimana mungkin aku berani memukul pria setampan ini." Ucap Ai sambil menunjuk wajah Souta. "Kalau wajahnya terluka bagaimana? Lagipula, kau itu samsak yang bagus. Bukankah itu semacam anugerah untukmu?"

Souta, yang awalnya terkejut, segera sadar bahwa kenyataan ini lebih menyenangkan daripada fantasinya. Ia balas tersenyum dan berkata, "Tentu saja, Nona Ai. Aku ini pelayanmu yang paling setia setia."

Kaito menunjuk Ai dengan kesal. "Dasar setan betina! Kau benar-benar keji!"

"Apa katamu? Setan mana yang secantik ini, dasar kecoa!" Ai membalas sambil melompat menyerang Kaito lagi.

Mereka terus berbalas dengan penuh semangat, membuat suasana ruangan menjadi sangat ricuh. Namun, yang lain hanya tertawa melihat pertengkaran mereka, menikmati momen kebersamaan yang hangat dan penuh tawa.

Malam pun tiba, dan setelah suasana mereda, mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat.

Di kamar wanita, suasana malam itu penuh dengan semangat. Aoi duduk di sudut ranjang dengan ekspresi serius, masih membahas rencana mereka untuk memulai bisnis. "Aku tahu kita baru saja mendapatkan tugas besar, tapi aku tidak ingin menunda rencana kita terlalu lama. Kita harus memanfaatkannya selagi semangat," katanya sambil melipat tangan di dada.

Namun, Ai yang sedang bersandar di tempat tidur dengan santai, melambaikan tangannya. "Tenang saja, Aoi. Kita masih bisa melakukannya. Bahkan, kita bisa menjalankan rencana kita selagi kita melaksanakan tugas dari Lady Seraphina."

Dengan penuh gaya, Ai mengeluarkan kartu hitam yang diterimanya dari Kepala Pelelangan. "Lihat ini!" katanya dengan bangga, mengangkat kartu itu agar Aoi dan Riku bisa melihatnya.

Mata Aoi dan Riku membelalak. "Apa itu?" tanya Riku penasaran, mengambil kartu itu dengan hati-hati.

Kartu hitam itu benar-benar memukau. Permukaannya berwarna hitam pekat dengan kilauan glossy yang membuatnya tampak seperti batu kristal hitam. Meski tipis, kartu itu terasa solid dan dingin saat disentuh. Ukiran emas di permukaannya membentuk pola naga yang elegan, designnya simpel namun sangat memikat.

"Wow," gumam Aoi, mengagumi desainnya. "Ini terlihat seperti sesuatu yang sangat mahal, kau dapat dari mana?"

"Hmhmhm.. ini memang mahal," kata Ai dengan senyum puas. "Ini adalah kartu pelanggan tertinggi dari pemilik toko. Dengan kartu ini, kita bisa mendapatkan prioritas dalam transaksi dan bantuan dari perusahaan mereka. Singkatnya, ini adalah jalan pintas untuk memulai bisnis kita."

Riku tersenyum lebar. "Jadi, kita bisa menggunakan ini untuk memulai rencana kita? Hebat! Kita seperti karakter utama di sebuah film, orang biasa yang mendadak jadi kaya raya."

Aoi mengangguk, semangatnya kembali menyala. "Ini peluang besar untuk kita. Dengan keahlian kita—yah, daya tarik sebagai wanita cantik—kita bisa mendapatkan banyak barang-barang berguna."

Mereka bertiga bersorak gembira, saling memberi semangat untuk rencana besar mereka.

Setelah euforia mereka mereda, pembicaraan bergeser ke topik lain. "Ngomong-ngomong, bagaimana menurut kalian tentang Draconian?" tanya Aoi, mengingat cerita Lady Seraphina sebelumnya.

"Mereka terdengar luar biasa," kata Riku sambil bersandar di bantal. "Bayangkan, mereka bisa bertambah kuat hanya dengan tidur. Itu adalah mimpi setiap orang, kan?"

"Tapi mereka juga punya harga diri yang tinggi," tambah Ai. "Kita harus berhati-hati saat bertemu mereka. Jangan sampai Kaito membuat masalah lagi."

Percakapan mereka terus berlanjut, membahas berbagai hal tentang bangsa-bangsa lain dan potensi petualangan mereka. Obrolan mereka terus berlanjut hingga mereka saling memamerkan Form Zirah Suci masing-masing.

Riku memulai, mengaktifkan formnya. Cahaya lembut memenuhi ruangan, dan ia berubah menjadi sosok yang anggun dengan jubah putih beraksen emas yang memancarkan aura penyembuh yang tenang. "Bagaimana? Cantik, kan?" tanyanya sambil berputar.

Ai mengaktifkan formnya berikutnya, berubah menjadi sosok assassin dengan pakaian ringan yang disertai kerudung. "Hmhmhm… lihat aku, sangat keren, bukan?" katanya dengan senyum penuh percaya diri.

Aoi mengaktifkan formnya terakhir. Dengan zirah full plate yang kokoh dan perisai besar, ia tampak seperti benteng yang tak tergoyahkan. "Aku terlihat lebih kuat dari siapa pun," katanya tegas.

Setelah mereka kembali ke wujud normal, Riku tiba-tiba tersenyum nakal. "Ngomong-ngomong, Bibi, kau terlihat terlalu dekat dengan Kaito akhir-akhir ini. Apa ada sesuatu yang ingin kau ceritakan?"

Ai langsung menatap Riku dengan tajam. "Apa maksudmu? Jangan bicara sembarangan, ya!"

Namun, Riku hanya tertawa kecil, menikmati reaksi bibinya. Aoi juga ikut tersenyum, menahan tawa. "Mungkin kau harus menjaga jarak sedikit, Ai. Siapa tahu timbul cinta terlarang," goda Aoi.

Ai menghela napas panjang, melampar wajah mereka dengan bantal. "Kalian berdua ini benar-benar menyebalkan."

Mereka tertawa bersama memulai perang bantal, mengakhiri malam dengan suasana riang. Setelah lelah bercanda dan perang bantal, mereka akhirnya tertidur, menyimpan energi untuk hari berikutnya yang penuh tantangan.