Chereads / Seven Footsteps of Fate (Indonesia) / Chapter 28 - Rencana Baru, Perjalanan Baru

Chapter 28 - Rencana Baru, Perjalanan Baru

Setelah puas menikmati cemilan, mereka melanjutkan perjalanan ke toko perlengkapan yang terlihat megah dan penuh dengan berbagai jenis pakaian tempur. Begitu masuk, mereka disambut oleh seorang penjaga toko yang ramah.

"Selamat datang di Ethereal Armory, toko perlengkapan tempur terbaik di distrik perdagangan. Silakan lihat-lihat, dan jika ada yang Anda butuhkan, kami siap membantu," kata penjaga toko sambil membungkuk hormat.

Ai melangkah maju dengan penuh percaya diri. "Kami ingin mencari pakaian tempur untuk kami masing-masing. Bisa tunjukkan kami beberapa pilihan?"

"Tentu saja," jawab penjaga toko sambil memimpin mereka ke area yang dipenuhi berbagai jenis armor dan pakaian tempur.

Ai langsung tertarik pada deretan jubah dan armor ringan. Ia mencoba beberapa jubah dengan warna gelap yang dihiasi detail emas, namun akhirnya ia tertarik dengan satu jubah panjang berwarna hitam dengan aksen biru yang memancarkan aura misterius. Jubah itu dilengkapi dengan pelindung bahu ringan dan sabuk kulit yang elegan.

"Bagaimana menurut kalian?" tanya Ai sambil memutar tubuhnya di depan cermin.

Aoi mengangguk. "Cocok sekali untukmu. Elegan, tapi tetap praktis."

Riku menambahkan, "Kau terlihat seperti pemimpin tim yang keren."

Aoi, di sisi lain, langsung menuju deretan armor berat. Ia mencoba beberapa set, mulai dari yang berwarna perak hingga hitam pekat. Akhirnya, ia memilih satu set armor berwarna perak dengan ukiran yang terlihat gagah namun tetap feminin. Armor itu dilengkapi dengan pelindung dada yang kokoh, sarung tangan baja, dan sepatu bot tinggi yang memberi kesan tak terkalahkan.

"Ini sempurna," kata Aoi sambil mengepalkan tangan. "Aku merasa seperti ksatria sejati."

Itsuki memandangnya dengan kagum. "Kakak Aoi terlihat seperti pahlawan dari negeri dongeng!"

Riku, sementara itu, memeriksa deretan pakaian penyembuh yang didesain dengan berbagai gaya. Ada yang sederhana, ada juga yang terlihat terlalu mencolok. Ia mencoba satu pakaian dengan lengan panjang dan jubah putih, kemudian mencoba pakaian yang lebih modern dengan aksen biru muda. Namun, Ai membawakan satu pakaian yang membuat semua orang tertawa, sebuah gaun putih dengan potongan yang cukup terbuka di bagian punggung dan paha.

"Aku tidak akan memakai ini!" seru Riku sambil melotot ke arah Ai yang tertawa terbahak-bahak.

"Tapi kau terlihat bagus, Riku," goda Ai sambil mencoba menahan tawanya.

Itsuki menjadi sasaran utama keceriaan mereka. Penjaga toko dengan senang hati menunjukkan berbagai pakaian imut, mulai dari pakaian berbentuk binatang hingga pakaian dengan warna cerah dan pita-pita besar.

"Aku bukan boneka!" protes Itsuki sambil mencoba melepaskan topi berbentuk telinga kelinci yang dipakaikan oleh Aoi.

Namun, setelah banyak mencoba, Itsuki akhirnya memilih pakaian yang praktis namun tetap mencerminkan usianya yang muda. Sebuah setelan berwarna hijau dengan aksen putih dan sepatu bot kecil yang membuatnya terlihat seperti petualang kecil.

Setelah puas mencoba berbagai pakaian, mereka menuju kasir untuk membayar. Penjaga toko menghitung totalnya, dan angka yang tertera di layar membuat mereka semua terkejut.

"Totalnya adalah 25 ribu Etherion," kata penjaga toko dengan senyum ramah.

"Berapa?!" seru Aoi.

Ai menghela napas panjang. "Sepertinya kita terlalu banyak membeli barang."

Ai menatap koin emas yang mereka bawa. "Setengah dari uang kita habis hanya untuk membeli pakaian?"

Aoi melirik Ai dan Riku sambil tersenyum kecil. "Disaat seperti ini, kalian berdua benar-benar terlihat seperti wanita sejati. Berbelanja tanpa berpikir panjang."

Semua orang tertawa mendengar komentar Aoi, bahkan Itsuki ikut tertawa meski masih kesal dengan pakaian imut yang sempat dipakaikan kepadanya.

Setelah membayar, mereka membawa barang-barang mereka dan keluar dari toko. Dengan semangat yang baru, mereka memutuskan untuk pulang ke istana, siap untuk petualangan berikutnya.

Di tengah perjalanan pulang menuju istana, Ai tiba-tiba berhenti di depan sebuah toko roti kecil. Ia menatap etalase yang dipenuhi berbagai kue dan roti dengan tatapan penuh ide.

"Kita harus membawa oleh-oleh," katanya sambil tersenyum kecil. "Bagaimana kalau kita beli beberapa makanan untuk para pria? Mereka pasti lapar setelah latihan."

Aoi mengangguk setuju, dan Riku segera menarik Itsuki yang hampir saja berlari ke arah etalase untuk menunjuk-nunjuk kue favoritnya. Setelah membeli beberapa roti dan kue, mereka kembali ke istana dengan semangat.

Setibanya di taman istana, mereka duduk di bawah naungan pohon besar sambil menikmati teh sore. Ai mengeluarkan sebagian kue yang mereka beli dan membagikannya kepada yang lain. Di sela-sela gigitan kue, Ai mulai berbicara tentang uang 500 ribu Etherion yang akan mereka terima dari penjaga toko esok hari.

"Menurut ku," Ai memulai dengan nada serius, "kita tidak bisa hanya mengandalkan keberuntungan menemukan barang berharga atau kristal seperti itu terus-menerus. Kita harus mulai memikirkan cara menghasilkan uang secara konsisten."

Aoi mengangguk sambil menyeka remah kue dari bibirnya. "Aku setuju. Tapi apa yang bisa kita lakukan? Membuka kedai makanan mungkin ide yang bagus. Kita bisa menjual camilan dan minuman manis. Semua orang suka yang manis-manis."

Riku, yang biasanya lebih santai, kali ini terlihat serius sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di cangkir teh. "Aku suka idenya, tapi ada risikonya. Kalau makanan tidak laku, kita bisa rugi besar. Bagaimana kalau kita menjual barang yang tahan lama? Sesuatu yang tidak mudah kadaluarsa. Itu akan mengurangi risiko kerugian."

Itsuki, yang sejak tadi sibuk dengan kue di tangannya, tiba-tiba berseru, "Sepertinya kita pernah membahas tentang membuka jasa camping di dunia lain? Ku pikir itu ide yang menarik!"

Mereka semua terdiam sejenak, memikirkan ide Itsuki. Lalu Ai tersenyum. "Itu ide yang menarik. Tapi kita perlu memikirkan apa yang benar-benar dibutuhkan orang di dunia ini. Jika kita ingin mendapatkan uang lebih cepat dan lebih banyak, kita harus menemukan sesuatu yang punya permintaan tinggi."

Riku tiba-tiba tersenyum lebar, seperti baru saja menemukan jawaban atas teka-teki sulit. "Bagaimana kalau kita memanfaatkan sumber daya lokal? Kita bisa menjual ramuan atau obat-obatan yang dibuat dari tumbuhan langka. Ramuan itu bisa dijual kepada petualang atau bahkan militer. Dengan begitu, kita memanfaatkan apa yang sudah kita punya, kemampuan berpetualang dan menemukan bahan langka."

Ai menatap Riku dengan kagum. "Itu ide yang brilian. Tapi bagaimana kita memproduksi ramuan itu? Kita butuh seseorang yang ahli dalam alkimia atau semacamnya."

Aoi menambahkan, "Mungkin kita bisa mempekerjakan alkemis lokal. Kita yang menyediakan bahan-bahannya, mereka yang meracik."

Riku mengangguk antusias. "Dan kita bisa menjualnya dengan harga premium karena kualitasnya tinggi. Jika ramuan itu benar-benar efektif, para petualang atau bahkan bangsawan pasti rela membayar mahal."

Ai tersenyum puas. "Baiklah, kita coba ide itu. Besok kita cari alkemis yang bisa kita ajak bekerja sama. Ini akan menjadi langkah awal kita."

Diskusi mereka yang penuh semangat tiba-tiba terhenti ketika Lady Seraphina datang menghampiri mereka. Ia terlihat anggun seperti biasa, dengan senyum lembut di wajahnya.

"Kalian tampak sangat sibuk berdiskusi. Apa yang sedang kalian rencanakan?" tanyanya sambil duduk di kursi kosong di antara mereka.

Ai menjelaskan rencana mereka untuk membuka bisnis ramuan. Namun, begitu mendengar alasan mereka, Lady Seraphina tampak terkejut. "Mengapa kalian repot-repot memikirkan hal seperti itu? Kalian adalah tamu kehormatan di Ethereal Lands. Semua kebutuhan kalian akan ditanggung oleh kerajaan. Tidak perlu mencemaskan soal uang."

Ai menggeleng pelan. "Kami menghargai keramahan Anda, Lady Seraphina. Tapi kami tidak bisa terus bergantung pada bantuan. Kami ingin mandiri dan merasa berguna di dunia ini."

Aoi mengangguk setuju. "Kami tidak ingin dimanjakan terlalu jauh. Ini adalah kesempatan kami untuk belajar dan berkembang."

Lady Seraphina tampak bimbang. "Aku mengerti keinginan kalian, tapi kalian tidak perlu terburu-buru. Kerajaan memiliki banyak sumber daya. Jika kalian membutuhkan sesuatu, cukup katakan saja."

Riku menambahkan dengan lembut, "Justru karena itu kami ingin mencoba. Kami ingin membuktikan bahwa kami bisa mandiri dan tidak terus menerus bergantung pada kalian."

Perdebatan kecil itu terus berlanjut hingga sore hari. Lady Seraphina akhirnya mengalah dengan senyum tipis di wajahnya. "Duh… padahal kalian tidak perlu melakukan itu semua. Baiklah, jika itu yang kalian inginkan. Tapi ingat, kami selalu ada jika kalian membutuhkan bantuan."

Mereka semua mengangguk, merasa lega karena Lady Seraphina akhirnya mengerti. Dengan semangat baru, mereka bersiap untuk menjalankan rencana mereka keesokan harinya.

Lady Seraphina tampak terdiam sejenak, lalu tersenyum kecil seperti baru mengingat sesuatu yang penting. "Ah aku baru ingat, sebenarnya aku datang ke sini bukan hanya untuk mendengarkan diskusi kalian soal bisnis. Aku hampir lupa karena perdebatan tadi."

Semua mata langsung tertuju padanya. Ai, yang selalu penuh rasa ingin tahu, memiringkan kepalanya. "Lupa? Apa yang ingin Anda sampaikan, Lady?"

Lady Seraphina menarik napas dalam, lalu menjelaskan dengan nada serius. "Aku ingin memberikan beberapa tugas kepada kalian. Kerajaan Ethereal Lands memutuskan untuk menjadikan kalian sebagai utusan khusus. Ada beberapa misi penting yang akan dipercayakan kepada kalian. Tugas ini tidak hanya akan membantu kerajaan, tetapi juga membantu kalian lebih mengenal dunia ini. Kalian suka petualangan, kan?"

Ai langsung berdiri dengan semangat, matanya berbinar penuh antusias. "Petualangan?! Itu luar biasa! Aku setuju, Lady! Ayo kita lakukan!"

Aoi yang sedang menyesap teh hampir tersedak mendengar reaksi Ai. Ia menatap Ai dengan tajam, sambil mengibaskan tangannya. "Tunggu dulu, Ai! Bukannya tadi kamu yang paling semangat soal bisnis? Sekarang tiba-tiba petualangan? Apa-apaan ini!"

Riku ikut menyahut, menatap Ai dengan kesal. "Aku sudah berpikir keras untuk mengusulkan ide ramuan tadi, dan sekarang malah mau meninggalkan semuanya? Ai, serius?"

Namun Ai, bukannya merasa bersalah, malah berdiri dengan tangan di pinggang, tersenyum lebar seperti seorang kapten kapal. "Selagi muda, kenapa tidak mencoba mengarungi samudra? Menjelajahi dunia, menemukan hal-hal baru, bertemu orang-orang menarik! Itu jauh lebih seru daripada duduk di toko menghitung uang!"

Ia bahkan berpose seperti sedang memegang kemudi kapal, membuat Aoi dan Riku hanya bisa memandanginya dengan ekspresi campur aduk antara kesal dan takjub.

"Dia benar-benar tak bisa ditebak," gumam Aoi sambil menggelengkan kepala.

Riku hanya menghela nafas panjang, lalu menyerah sambil tertawa kecil. "Baiklah, Ai tetaplah Ai. Sepertinya kami tidak punya pilihan selain mengikuti arusmu. Lagi pula, petualangan memang terdengar menarik."

Itsuki, yang sedari tadi mendengarkan dengan senyum kecil, tiba-tiba berseru, "Kalau begitu, aku juga ikut! Petualangan bersama semua orang pasti menyenangkan!"

Lady Seraphina tersenyum melihat kegembiraan mereka. "Aku senang kalian menerima ini dengan antusias. Misi pertama kalian akan segera aku sampaikan. Tapi untuk sekarang, nikmati malam kalian. Besok, kita akan membahas detailnya."

Mereka semua mengangguk, semangat baru terpancar di wajah masing-masing. Petualangan baru menanti, dan mereka tidak sabar untuk memulainya. Ai, dengan semangat yang menggebu-gebu, bahkan sudah mulai merancang rencana-rencana di kepalanya, sementara Aoi dan Riku hanya bisa tertawa kecil, menyerah pada perubahan mendadak sahabat mereka.

Sore yang cerah berubah menjadi pemandangan yang mengundang tawa ketika tiga sosok pria tampak berjalan perlahan di koridor istana. Langkah mereka tertatih, wajah mereka lusuh, dan pakaian mereka penuh noda debu serta keringat. Kaito bahkan sedikit pincang, sedangkan Ren dan Souta hanya bisa menunduk dengan ekspresi lelah bercampur putus asa.

Saat mereka berjuang melangkah, para wanita muncul dari arah taman, tampak segar setelah pesta minum teh. Gaun mereka melambai anggun, wajah mereka cerah, dan langkah mereka penuh percaya diri. Ai, yang berjalan di depan, menghentikan langkahnya ketika melihat ketiga pria itu. Ia memiringkan kepala, memasang ekspresi pura-pura bingung.

"Eh? Kenapa para gelandangan ini bisa masuk ke dalam istana?" tanyanya dengan nada acuh, tapi jelas bercanda.

Aoi, yang berdiri di sebelahnya, langsung menanggapi dengan gaya seorang bangsawan sombong. "Oh, betul sekali, Nyonya Ai. Sepertinya mereka membutuhkan belas kasih kita."

Riku menambahkan sambil menutup mulutnya dengan kipas yang ada di tangannya, berlagak seperti wanita ningrat. "Astaga, betapa menyedihkannya. Haruskah kita memberi mereka makanan sisa pesta minum teh?"

Mendengar candaan itu, Kaito yang tampak paling lelah di antara mereka, mendongak dengan ekspresi setengah menangis. "Kenapa perkataan kalian begitu kejam? Hamba hanya butuh belas kasih..."

Ren dan Souta hanya bisa menghela napas panjang, terlalu lelah untuk ikut bercanda. Namun, Lady Seraphina yang berdiri di sudut koridor hanya tersenyum tipis sambil menyaksikan drama mereka.

Tiba-tiba, tawa para wanita pecah. Ai bahkan sampai memegangi perutnya, tidak sanggup lagi menahan geli. "Hahaha, kalian terlihat seperti baru pulang berperang!" katanya sambil menunjuk Kaito.

"Memangnya bukan?" balas Kaito dengan nada kesal, tapi wajahnya tetap menunjukkan kelelahan yang nyata.

Setelah puas tertawa, para wanita akhirnya menghampiri mereka. Riku segera mengaktifkan sihir penyembuhnya, menyembuhkan luka-luka ringan yang terlihat di tubuh mereka. Cahaya lembut dari sihirnya membuat para pria menghela napas lega, rasa sakit mereka perlahan memudar.

Ai menepuk bahu Kaito dengan lembut. "Kasihan sekali. Apa kalian digiling di markas militer sampai begini?"

Kaito mengangguk pelan, memasang wajah merengek seperti anak kecil. "Bibi mereka sangat kejam seklai kepadaku... Aku merasa seperti hampir mati."

Aoi menenangkan Souta dengan menyodorkan saputangan untuk menghapus keringat di dahinya. "Kalian benar-benar berjuang keras, ya? Tapi setidaknya kalian bertahan."

Itsuki, yang melihat Souta duduk di lantai sambil memijat kakinya, menghampiri dan berkata polos, "Onii-chan, kamu tidak boleh tumbang! Kalau tidak, siapa yang akan menggendongku lagi nanti?"

Souta hanya bisa tersenyum lemah, lalu mengacak rambut Itsuki. "Aku masih tetap kuat, Itsuki. Jangan khawatir."

Setelah para pria segar kembali, mereka pun pergi untuk membersihkan diri. Para wanita kembali ke kamar mereka, melanjutkan obrolan ringan sambil berganti pakaian.

Saat makan malam, suasana kembali ceria. Para pria yang sudah bersih dan segar duduk di meja makan bersama para wanita, menikmati hidangan lezat sambil menceritakan pengalaman mereka di markas militer. Canda dan tawa mengisi malam itu, menutup hari yang penuh kejadian dengan kenangan manis.

Setelah selesai makan, mereka semua berpamitan untuk tidur. Ai, Aoi, Riku, dan Itsuki kembali ke kamar mereka, sedangkan Kaito, Ren, dan Souta masuk ke kamar masing-masing. Hari itu berakhir dengan suasana damai, menyimpan energi untuk petualangan baru yang menanti esok hari.