Sinar matahari pagi menyelinap masuk melalui jendela kamar para wanita. Para pelayan mulai berdatangan membawa berbagai peralatan. Ai mengerjapkan matanya perlahan, mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk. Ia bangun sambil meregangkan tubuhnya, lalu menoleh ke arah Riku yang masih terlelap.
"Riku, bangun. Sudah pagi," kata Ai sambil mengguncang bahunya.
Riku menggeram pelan, lalu berguling ke sisi lain. "Lima menit lagi…"
"Aku tidak akan menunggu lima menit," jawab Ai sambil menarik selimut Riku.
Di sisi lain kamar, Aoi sudah duduk di tempat tidur, menguap lebar. "Masih pagi sudah ribut sekali. Biarkan saja dia tidur sebentar lagi."
"Tidak mungkin," kata Ai sambil menunjuk ke arah balkon. "Lihat itu, para pelayan sudah menyiapkan sesuatu di sana."
Aoi melirik ke arah balkon dan melihat meja kecil dengan beberapa set cangkir teh dan piring cemilan. Ia langsung berdiri. "Wah itu terlihat enak. Kalau tidak segera bangun nanti ku habiskan lho."
Setelah beberapa menit, Riku akhirnya menyerah dan bangun juga. Mereka bertiga menuju balkon, di mana para pelayan sudah menunggu dengan senyuman.
"Selamat pagi, Nona-nona," kata salah satu pelayan sambil menuangkan teh ke dalam cangkir. "Kami sudah menyiapkan teh dan cemilan pagi untuk Anda semua."
"Terima kasih," kata Ai sambil duduk di kursi.
Aoi mengambil salah satu kue kecil di piring dan menggigitnya. "Hmm, ini enak sekali. Apa ini buatan dapur istana?"
"Benar, Nona," jawab pelayan itu. "Kami ingin memastikan pagi Anda dimulai dengan sempurna."
Mereka mulai menikmati teh dan makanan ringan sambil bercakap-cakap.
"Aku masih tidak percaya dengan semua yang kita lihat kemarin," kata Riku sambil menyeruput tehnya. "Ethereal Lands benar-benar luar biasa."
"Ya," jawab Aoi. "Tapi aku merasa kita terlalu santai. Lihat para pria, mereka sudah mulai berlatih keras sejak hari pertama."
"Berbicara tentang mereka," Ai menunjuk ke arah taman di bawah balkon. "Itu mereka."
Mereka melihat Kaito, Ren, dan Souta berjalan keluar dari istana dengan semangat. Pakaian mereka sudah rapi, dan mereka tampak siap untuk latihan seharian.
Ketika para pria melirik ke balkon, mereka langsung melambaikan tangan.
"Selamat pagi!" teriak Kaito dari bawah.
"Pagi!" balas Ai sambil melambaikan tangan.
Ren tersenyum kecil, sementara Souta hanya mengangguk sopan. Setelah sapaan singkat, mereka melanjutkan perjalanan menuju markas militer.
"Lihat mereka," gumam Aoi sambil meletakkan cangkirnya. "Mereka bekerja keras setiap hari, sementara kita hanya duduk di sini menikmati teh."
"Kau benar," kata Riku sambil menyilangkan tangan. "Kalau begitu, apayang akan kita lakukan hari ini?"
Ai berpikir sejenak. "Aku rasa aku akan pergi ke kota. Ada banyak hal yang bisa kita lihat di distrik perdagangan."
Aoi mengangguk. "Aku ikut. Aku tidak punya rencana lain."
"Aku juga mau ikut," tambah Riku.
"Dan Itsuki?" tanya Aoi sambil melirik ke dalam kamar.
"Aku yakin dia akan senang ikut. Ayo kita bersiap," kata Ai.
Setelah bersiap, mereka menuju distrik perdagangan milik keluarga Mercator. Tempat itu penuh dengan hiruk-pikuk aktivitas. Pedagang dari berbagai tempat membawa barang dagangan mereka, sementara pembeli berlalu-lalang di antara kios dan toko.
"Aku tidak pernah melihat tempat yang sehidup ini," kata Riku sambil melihat ke sekeliling.
"Distrik ini benar-benar pusat perdagangan," kata Aoi. "Lihat, bahkan banyak kendaraan yang membawa barang."
Mereka berhenti di depan sebuah toko besar dengan etalase penuh barang berkilauan. Ai memutuskan untuk masuk ke dalam, diikuti oleh yang lain.
Pemilik toko, seorang pria tua dengan janggut panjang, menyambut mereka dengan ramah. "Selamat datang di toko saya. Apa yang bisa saya bantu hari ini?"
"Aku ingin menilai beberapa barang," kata Ai sambil mengeluarkan kantong kecil dari inventory-nya.
Pemilik toko mengambil kantong itu dan membukanya. Matanya melebar saat melihat isinya. "Ini… koin emas kuno?"
"Ya," jawab Ai. "Aku ingin tahu berapa nilainya."
Pria itu mengangguk dan mengambil salah satu koin, memeriksanya dengan cermat. "Ini adalah koin emas yang sangat murni. Nilainya sekitar seribu Etherion per koin."
Ai mengerutkan kening. "Seribu Etherion? Apa artinya itu?"
Pemilik toko tersenyum. "Sebagai gambaran, satu porsi makanan biasa di kota ini harganya sekitar sepuluh Etherion. Jadi, dengan satu koin emas ini, Anda bisa membeli seratus porsi makanan."
Riku yang berdiri di samping Ai ternganga. "Seratus porsi? Wow!"
Aoi menambahkan, "Kita bisa makan enak setiap hari selama berminggu-minggu dengan satu koin."
"Oh sebentar," kata Ai. "Aku masih punya satu barang lagi untuk dinilai."
Ia mengeluarkan batu kristal yang mereka dapatkan dari mengalahkan monster reptil berkepala dua. Pemilik toko mengambilnya dengan hati-hati, memeriksanya di bawah cahaya.
"Ini… kristal yang sangat besar," katanya dengan nada kagum. "Kristal seperti ini sangat dicari oleh para penyihir dan pembuat alat sihir. Saya bisa membelinya dengan harga yang sangat tinggi."
Mereka semua saling berpandangan, bingung dengan hasil penilaian itu.
Pemilik toko dengan hati-hati meletakkan kristal itu di atas meja setelah selesai memeriksanya. Ia menghela napas panjang, lalu menatap Ai dan teman-temannya dengan mata berbinar.
"Kristal ini… sangat luar biasa. Nilainya mencapai 500 ribu Etherion," katanya penuh keyakinan.
Semua orang terdiam, memproses angka yang baru saja disebutkan.
"Lima ratus ribu?" ulang Riku dengan suara hampir berbisik.
"Dengan itu, kita bisa hidup nyaman selama bertahun-tahun!" tambah Aoi, matanya membulat.
Ai, meski terkejut, tetap menjaga ekspresinya tetap tenang. "Apakah Anda akan membelinya sekarang?"
Pemilik toko mengangguk pelan, lalu tersenyum kecil. "Tentu saja, saya sangat ingin memilikinya. Namun, uang sebesar itu tidak saya simpan di sini. Saya harus mengambilnya dari bank. Jika Anda tidak keberatan, saya bisa mengantarnya ke tempat Anda, atau Anda bisa kembali ke sini besok."
"Antar saja ke tempat kami," jawab Ai tanpa berpikir panjang.
Pemilik toko mengangguk lagi. "Baiklah. Di mana saya harus mengantarkannya?"
"Ke istana," jawab Ai santai.
Mata pemilik toko langsung melebar. "Istana? Maksud Anda, istana Ethereal Lands?"
Ai mengangguk. "Benar."
Sejenak, suasana di toko terasa hening. Pemilik toko kemudian membungkuk dengan hormat, ekspresinya berubah menjadi jauh lebih ramah. "Ah.. maafkan saya jika sebelumnya kurang sopan. Saya tidak menyangka Nona adalah tamu istana."
"Tidak perlu sungkan begitu," jawab Ai dengan senyum kecil.
Sebagai bentuk apresiasi, pemilik toko mengambil sebuah kartu kecil dari laci mejanya. Kartu itu berwarna emas dengan ukiran yang terlihat sangat mewah.
"Ini adalah kartu keanggotaan premium untuk toko kami," katanya sambil menyerahkannya kepada Ai. "Dengan ini, Anda bisa mendapatkan diskon khusus dan akses ke barang-barang eksklusif kami. Terima kasih telah menjadi pelanggan kami."
Ai menerima kartu itu dengan anggukan. "Terima kasih atas pelayanannya. Kami akan menunggu kiriman uang itu besok."
Setelah menyelesaikan transaksi, pemilik toko juga menukar 50 koin emas yang mereka bawa dengan 50 ribu Etherion dalam bentuk koin emas Etherion, masing-masing bernilai seribu.
"Semoga Anda puas dengan pelayanan kami," kata pemilik toko saat mereka berpamitan.
Setelah meninggalkan toko, mereka berjalan menyusuri jalanan sibuk di distrik perdagangan. Aroma makanan dan cemilan dari berbagai kios membuat perut mereka berbunyi.
"Aku lapar," kata Itsuki sambil menarik tangan Aoi. "Ayo kita makan sesuatu."
"Aku setuju," kata Riku sambil melirik ke arah kedai kecil yang terlihat ramai. "Tempat itu sepertinya menarik."
Mereka mendekati kedai yang menjual berbagai cemilan khas Ethereal Lands. Penjualnya menyambut mereka dengan senyuman hangat.
"Selamat datang! Apa yang ingin Anda pesan?" tanyanya.
Ai melirik ke papan menu. "Kami mau coba semuanya. Berikan kami satu porsi dari setiap menu."
Penjual itu terkejut sejenak, tetapi kemudian tersenyum lebar. "Baiklah! Tunggu sebentar, saya akan menyiapkannya."
Mereka duduk di meja kecil di balkon lantai dua kedai, menikmati suasana kota sambil menunggu. Tak lama kemudian, piring-piring kecil dengan berbagai menu mulai berdatangan.
"Ini apa?" tanya Riku sambil menunjuk bola-bola kecil yang berwarna keemasan.
"Namanya Lumen Puff. Dibuat dari tepung khusus yang hanya ada di Ethereal Lands," jawab penjualnya dengan bangga.
Itsuki mengambil satu dan langsung menggigitnya. "Enak sekali!" katanya dengan mulut penuh.
"Coba yang ini," kata Aoi sambil menyodorkan potongan kue kecil dengan lapisan karamel di atasnya.
Ai mencoba semuanya dengan tenang, sesekali tersenyum melihat antusiasme Itsuki yang terus memuji setiap makanan yang ia coba.
"Kita harus sering-sering ke sini," kata Riku sambil menyeruput minuman dingin yang disajikan bersama cemilan.
"Setuju," jawab Aoi. "Tempat ini benar-benar surga makanan."
Setelah puas menikmati berbagai cemilan, mereka membayar dengan salah satu koin Etherion yang baru mereka dapatkan, pelayan yang melayani mereka sangat terkejut melihat uang sebanyak itu. "Ah… nona ini terllau banyak," kata pelayan terbata-bata.
"Ambil saja kembaliannya," ucap Ai dengan senyuman. Membuat pelayan itu terpana karena kecantikannya hampir saja pingsan.
Pelayan itu berterima kasih dan melepas kepergian mereka dengan tangis bahagia.