Di taman yang tenang, para wanita masih menikmati teh sambil berbincang ringan. Namun, Ai yang sedari tadi memperhatikan Lady Seraphina sangat cemas dan gelisah, akhirnya angkat bicara.
"Aku tidak tahu kenapa kau cemburu, Lady," kata Ai sambil menyandarkan tubuhnya ke kursi. "Kaito itu keponakanku. Kau tidak perlu secemas itu."
Lady Seraphina, yang tadinya duduk dengan wajah murung, langsung menoleh. Matanya membelalak, dan ekspresinya berubah drastis. "Apa? Keponakanmu? Benarkah itu?" tanyanya dengan suara penuh harapan.
Ai mengangguk santai. "Tentu saja. Tanya saja ke mereka," sambil menunjuk teman temannya. "Jadi, kau tidak perlu merasa khawatir atau salah paham."
Lady hampir melompat dari kursinya karena terlalu senang. "Syukurlah! Aku kira…" Dia tidak melanjutkan, wajahnya kembali berseri-seri.
Aoi yang duduk di sebelahnya tertawa kecil. "Lady, ekspresimu itu terlalu jelas. Kalau kau suka, tunjukkan saja, tidak usah malu."
Lady hanya menunduk sambil tersenyum malu-malu.
Beberapa waktu kemudian, para pria kembali dengan setelan baru. Para pelayan telah mendandani mereka sesuai permintaan, membuat mereka terlihat seperti bangsawan sejati.
Kaito mengenakan jas bangsawan berwarna hitam dengan hiasan emas yang elegan. Ren mengenakan jubah panjang berwarna biru tua dengan motif perak yang mencerminkan keahliannya sebagai penyihir. Souta mengenakan pakaian ksatria yang terlihat gagah namun tetap rapi. Pakaiannya tampak serasi dengan pakaian Aoi.
Aoi dan Riku terdiam sejenak, memandangi para pria dengan tatapan kagum.
"Wow…" gumam Aoi sambil memiringkan kepalanya. "Aku tidak tahu kalian bisa terlihat sekeren ini."
Riku, yang biasanya lebih cuek, juga terpesona. "Aku harus mengakui, kalian terlihat seperti bangsawan sungguhan. Siapa yang mendandani kalian?"
Kaito tersenyum lebar, membusungkan dadanya. "Tentu saja para pelayan terbaik di Ethereal Lands. Tapi, aku tahu aku memang sudah tampan dari lahir."
Ai memutar matanya, lalu berdiri. "Baiklah, cukup pamerannya. Ayo kita pergi."
Mereka mulai berjalan menuju wilayah Concordia. Kaito, dengan semangatnya, langsung menggandeng tangan Ai di satu sisi dan Lady Seraphina di sisi lainnya.
"Ah senangnya aku sekarang!" seru Kaito dengan bangga. "Berjalan bersama dua wanita tercantik di Ethereal Lands. Apa aku tidak terlihat seperti tokoh utama di cerita dongeng?"
Lady hanya tersenyum malu-malu, sementara Ai menyikut perut Kaito dengan cukup keras.
"Diam kau," kata Ai dengan nada dingin. "Kau hanya membuat dirimu terlihat bodoh."
Namun, Kaito tidak menyerah. "Aku tidak peduli, bagaimana kalau kau mulai pelayanan khusus? Mungkin pijatan di bahu atau—"
Ai langsung menyumpal mulut Kaito dengan saputangan, membuat Lady tertawa kecil. "Kaito, kau terlalu berlebihan," ujar Lady lembut.
Di belakang mereka, Ren dan Riku berjalan berpasangan. Ren terlihat sedikit canggung, tetapi Riku, dengan kepribadiannya yang lebih santai, mulai membuka percakapan.
"Jadi," kata Riku sambil melirik Ren. "Kau sering jalan-jalan seperti ini?"
"Tidak terlalu," jawab Ren singkat, wajahnya sedikit memerah.
Riku tersenyum kecil. "Santai saja. Kau terlalu serius. Kalau kau terus seperti ini, kau bisa cepat tua."
Ren tertawa kecil. "Kau terdengar seperti ibu-ibu yang memberi nasihat."
"Yah, aku memang punya jiwa keibuan," balas Riku dengan nada bercanda. "Kalau kau butuh seseorang untuk merawatmu, aku siap."
Ren hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum. Percakapan mereka terus mengalir dengan ringan, seperti dua remaja yang sudah bersahabat sejak lama.
Di belakang mereka, Souta berjalan bersama Aoi dan Itsuki. Dengan pakaian mereka yang serasi, mereka terlihat seperti satu keluarga bahagia.
"Lihat itu!" seru Itsuki sambil menunjuk taman bunga yang mereka lewati. "Bunganya besar sekali!"
"Ya, bunganya memang indah," kata Aoi sambil mengelus kepala Itsuki. "Kau suka bunga, Itsuki?"
Itsuki mengangguk. "Aku ingin memetik satu, tapi sepertinya itu tidak boleh."
Souta tertawa kecil. "Kau anak yang baik, Itsuki. Kalau kau suka bunga, mungkin nanti kita bisa membeli bibitnya di pasar."
Percakapan mereka penuh tawa dan kehangatan, membuat suasana semakin harmonis.
Mereka tiba di taman besar di pusat wilayah Concordia. Taman itu penuh dengan bunga berwarna-warni, air mancur yang megah, dan jalan setapak yang dihiasi lampu-lampu kecil.
"Keren sekali," gumam Kaito sambil memandangi sekeliling. "Tempat ini seperti surga."
"Ini hanya salah satu taman di Ethereal Lands," kata Lady Seraphina dengan bangga. "Ada banyak tempat seperti ini."
"Aku ingin tinggal di sini," kata Souta sambil memandangi air mancur.
"Kau bisa tinggal di sini, tapi kau harus bekerja keras," jawab Ai santai.
Setelah berjalan di taman, mereka menuju teater besar yang berada di tengah pusat pelayanan masyarakat. Bangunan itu dihiasi patung-patung marmer dan lampu kristal yang menggantung di langit-langit.
Mereka menonton pertunjukan drama yang penuh emosi, tentang seorang pahlawan yang berjuang untuk melindungi kerajaannya.
"Kaito, itu kau," bisik Ai saat adegan pahlawan utama menyelamatkan seorang putri.
"Tentu saja," jawab Kaito dengan senyum lebar. "Aku memang pahlawan sejati."
"Maksudnya sang tuan putri," balas Ai yang terkekeh dengan candaannya sendiri.
"Kau mengejekku, ya!" Jawab Kaito kesal.
Lady Seraphina hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum.
Mereka melanjutkan perjalanan ke sebuah restoran mewah. Meja mereka berada di balkon, dengan pemandangan kota yang bersinar di malam hari.
"Ini luar biasa," kata Aoi sambil melihat pemandangan.
"Ya, ini lebih baik daripada yang aku bayangkan," tambah Ren.
Kaito, seperti biasa, tidak bisa diam. "Aku ingin makan semua menu di sini!" serunya.
"Kau bisa makan apa pun yang kau mau," kata Ai sambil menyerahkan menu. "Tapi jangan berlebihan."
Makan malam berlangsung dengan penuh tawa dan cerita.
Setelah makan malam, mereka berjalan ke sebuah bukit kecil di pinggir kota. Langit malam dipenuhi bintang, memberikan pemandangan yang menakjubkan.
"Ini indah sekali," gumam Riku sambil memandang langit.
"Ya, ini sempurna," kata Lady Seraphina, tatapannya tertuju pada bintang-bintang.
Kaito, yang duduk di sebelah Ai, tersenyum. "Ini malam terbaik dalam hidupku."
"Bisa saja kau," kata Ai sambil menyikutnya.
Namun, di balik candaan mereka, semua orang merasa bahagia. Malam itu menjadi momen yang tidak akan mereka lupakan.
Kereta berhias lambang Ethereal Lands menjemput mereka di depan taman. Para pelayan membuka pintu kereta dengan sopan, mengisyaratkan bahwa waktu mereka di luar telah usai. Meskipun berat hati, mereka semua masuk ke dalam kereta, melanjutkan perjalanan kembali ke istana.
Di sepanjang perjalanan, Lady Seraphina terlihat termenung, tetapi senyum kecil di wajahnya menunjukkan bahwa ia menikmati waktu bersama mereka. Saat sampai di istana, Lady berpamitan.
"Aku harus kembali ke ruanganku," kata Lady dengan nada lembut. "Terima kasih atas hari yang menyenangkan."
Ai tersenyum kecil. "Terima kasih juga sudah menemani. Sampai jumpa besok, Lady."
Lady mengangguk, melirik sekilas ke arah Kaito sebelum akhirnya berjalan pergi dengan langkah anggun, diikuti oleh pelayannya.
Mereka ber tujuh kemudian melanjutkan perjalanan menuju kamar masing-masing. Kaito masih menggandeng tangan Ai, tidak peduli dengan tatapan aneh dari yang lain.
Ren berjalan di samping Riku, yang terus berbicara dengan riang. "Kau benar-benar hebat tadi di teater," kata Riku. "Aku tidak menyangka kau tahu begitu banyak tentang cerita itu."
Ren tersenyum kecil. "Aku membacanya beberapa kali sebelumnya. Cerita seperti itu selalu menarik bagiku."
Di belakang mereka, Souta menggendong Itsuki di pundaknya. Anak kecil itu tertawa riang sambil menunjuk ke arah lampu-lampu di sepanjang lorong istana.
"Apa itu, Souta?" tanya Itsuki sambil menunjuk lampu gantung besar.
"Itu lampu kristal," jawab Souta dengan sabar. "Cahayanya berasal dari sihir. Indah, bukan?"
"Indah sekali!" seru Itsuki, membuat Aoi yang berjalan di samping mereka tersenyum.
"Jangan terlalu banyak tingkah, Itsuki," kata Aoi sambil mengelus kepala anak kecil itu. "Kau pasti lelah setelah seharian bermain."
"Tidak, aku masih ingin bermain!" jawab Itsuki penuh semangat.
Saat mereka tiba di depan kamar, Riku akhirnya angkat bicara. "Mau sampai kapan kalian bergandengan tangan seperti itu?" tanyanya dengan nada menggoda, melirik Kaito dan Ai.
Ai langsung tersentak, wajahnya memerah. Ia buru-buru melepaskan tangan Kaito. "Sudah cukup, Kaito. Kita sudah sampai di depan kamar."
Kaito hanya tersenyum puas. "Baiklah, baiklah. Tapi harus kuakui, tanganmu itu sangat nyaman untuk digenggam."
Ai memutar matanya, masuk ke kamar tanpa membalas, wajahnya tampak kesal.
Riku tertawa kecil dan berpamitan kepada Ren. "Aku berharap bisa berbicara lebih lama, tapi aku harus masuk. Sampai besok, Ren."
Ren mengangguk, sedikit ragu sebelum menjawab, "Sampai besok, Riku."
Aoi menurunkan Itsuki dari pundak Souta. "Ayo, Itsuki, waktunya tidur."
Namun, Itsuki menarik tangan Souta. "Kak Souta di sini saja!"
Aoi menggeleng. "Tidak boleh. Ini kamar wanita. Dia harus tidur di kamarnya sendiri."
Itsuki mengerucutkan bibirnya. "Tapi aku masih ingin bermain…"
Souta menepuk kepala Itsuki dengan lembut. "Hari ini cukup dulu mainnya. Jangan khawatir, besok kita bisa main lagi."
Itsuki akhirnya setuju, meskipun masih terlihat sedikit kesal. Para pria kemudian masuk ke kamar masing-masing, sementara Aoi masuk ke kamar bersama Itsuki.
Setelah mengganti pakaian mereka menjadi piyama, Ai, Aoi, dan Riku berkumpul di tengah kamar. Itsuki sudah tertidur di sudut ruangan, memeluk bantal besar.
"Jadi, bagaimana harimu?" tanya Aoi sambil meregangkan tubuh.
"Cukup melelahkan," jawab Ai sambil mengikat rambutnya. "Tapi menyenangkan. Aku tidak menyangka Ethereal Lands akan seindah ini."
"Dan kau tidak menyangka akan menggandeng tangan Kaito sepanjang perjalanan," tambah Riku dengan nada menggoda.
Ai melempar bantal ke arah Riku, yang tertawa kecil. "Itu tidak disengaja! Dia yang memaksa."
"Tapi kau tidak melepaskannya," kata Aoi sambil tersenyum kecil.
Ai mendesah. "Ah, Sudahlah. Lebih baik kita bicara tentang kalian. Riku, kau terlihat sangat akrab dengan Ren tadi."
Riku mengangkat bahu. "Dia pendiam, tapi menyenangkan untuk diajak bicara. Aku suka cara dia berpikir."
"Menurutku Souta, hmm..?" tanya Aoi. "Dia terlihat seperti ayah yang baik tadi."
Riku tertawa. "Aku rasa dia lebih cocok menjadi kakak Itsuki daripada kau. Tapi aku harus mengakui, Souta punya sisi lembut yang jarang terlihat."
Percakapan mereka terus berlanjut, membahas pengalaman mereka sepanjang hari. Suasana kamar menjadi hangat dan penuh tawa, hingga akhirnya mereka semua tertidur dengan senyuman di wajah mereka.