Ruang makan malam itu tidak ramai, tetapi dihiasi dengan keanggunan yang luar biasa. Lampu kristal menggantung di langit-langit, memancarkan cahaya lembut yang memantulkan kilauan emas dan perak dari peralatan makan. Aroma makanan lezat memenuhi udara, menggoda siapa pun yang hadir.
Para pria sudah duduk di meja, menunggu dengan sedikit gelisah. Kaito yang biasanya ceria mulai mengeluh, "Kenapa lama sekali? Apa kalian..."
Namun, kata-katanya terhenti saat Ai, Aoi, Riku, dan Itsuki memasuki ruangan. Mata Kaito, Souta, dan Ren langsung terpaku. Mereka tidak bisa berkata-kata melihat betapa mirip dan cantiknya para wanita itu, Ai, Aoi, dan Riku terlihat seperti kembar tiga dengan keanggunan masing-masing.
Aoi, yang menyadari keterpakuan mereka, tersenyum nakal. "Riku, coba tersenyum," katanya sambil menyikut lengan keponakannya.
Riku, meskipun ragu, akhirnya tersenyum kecil. Namun, senyuman itu begitu manis dan memikat hingga Kaito, Souta, dan Ren merasakan sesuatu yang luar biasa. Seolah-olah hati mereka dihujam kenikmatan duniawi yang tidak pernah mereka rasakan sebelumnya.
"Ap... apa ini?" gumam Kaito, wajahnya memerah.
Sebelum mereka bisa pulih dari keterpakuan, Lady Seraphina memasuki ruangan dari arah kamarnya. Ia mengenakan gaun biru langit yang memancarkan aura keanggunan tak tertandingi. Rambutnya tergerai indah dengan hiasan permata yang berkilauan.
Kaito, Souta, dan Ren yang baru saja dihujam pesona Riku kini merasa batin mereka semakin dibebani oleh kebahagiaan. Melihat Lady Seraphina, mereka seperti kehilangan akal, larut dalam senyumannya yang anggun.
Para wanita memandang mereka dengan tatapan heran. "Hei, sadar, woy!" tegur Ai sambil melambaikan tangan di depan wajah Kaito.
Namun, sudah terlambat. Para pria benar-benar tenggelam dalam kebahagiaan mereka, membuat para wanita memutuskan untuk mengabaikan mereka dan melanjutkan obrolan hangat dengan Lady Seraphina.
---
Selama makan malam, suasana berlangsung khidmat. Para pria masih dalam keadaan linglung, sementara para wanita berbincang santai dengan Lady Seraphina.
Namun, Ai yang duduk di seberang Lady mulai memperhatikan sesuatu yang aneh. Sesekali, Lady Seraphina mencuri pandang ke arah Kaito. Wajahnya terlihat melamun, dan ia seringkali terdiam di tengah percakapan.
"Apa kau baik-baik saja, Lady?" tanya Ai dengan nada khawatir, menyadari lamunan Lady.
"Oh, maafkan aku," jawab Lady dengan senyum canggung. "Hanya sedikit lelah, sampai mana tadi?"
Ai, dengan logika seorang pria yang dipadukan kepekaan seorang wanita, segera memahami situasi. Ia bisa membaca gerak-gerik Lady Seraphina dengan mudah. Dalam hati, Ai merasa kecewa. Wanita seperti Lady Seraphina, yang begitu anggun dan berwibawa, kenapa harus jatuh hati pada pria seperti Kaito?
Meski merasa kesal, Ai tidak mengatakan apa pun. Ia hanya menghela napas panjang, menyimpan kekecewaannya dalam hati.
Setelah makan malam selesai, para tamu mulai kembali ke kamar masing-masing. Namun sebelum meninggalkan ruangan, Ai mendekati Lady Seraphina.
"Lady, jika kecemasan Anda terus berlanjut, segera hubungi dokter," katanya dengan nada serius.
Lady Seraphina tertegun, bingung dengan maksud Ai. "Apa maksudmu?"
Namun, Ai hanya tersenyum tipis dan pergi mengikuti teman-temannya tanpa menjelaskan lebih lanjut.
---
Kegiatan Ngerumpi Para Wanita
Di kamar mereka, suasana kembali riuh. Aoi, yang penuh energi, memulai percakapan.
"Jadi, apa kalian melihat wajah para pria tadi? Mereka benar-benar kehilangan akal!" katanya sambil tertawa.
"Apalagi Kaito," tambah Ai. "Aku bahkan sempat berpikir dia akan pingsan."
Riku, yang masih merasa canggung, hanya menghela napas. "Aku tidak percaya mereka bereaksi seperti itu hanya karena aku tersenyum."
"Itu karena senyummu terlalu manis!" seru Aoi sambil memeluk Riku. "Kalau kau mau, aku yakin kau bisa membuat seluruh istana ini jatuh cinta padamu."
Riku langsung merinding. "Tolong jangan katakan hal seperti itu. Aku tidak mau membayangkan ada pria yang tertarik padaku."
Ai yang duduk di sudut ruangan ikut bergidik ngeri. "Riku, jangan berkata aneh. Bayangan itu cukup mengerikan."
Mereka semua tertawa bersama, membuat suasana semakin hangat.
Namun, di tengah tawa itu, Ai kembali teringat pada Lady Seraphina. Ia masih tidak percaya bagaimana wanita sehebat itu bisa tertarik pada Kaito. Tapi ia memutuskan untuk mengabaikan pikiran itu untuk sementara dan menikmati momen bersama teman-temannya.
"Jadi, apa rencana kita besok?" tanya Riku, mencoba mengalihkan topik.
"Apa pun itu, aku harap tidak melibatkan lebih banyak kekacauan," jawab Ai sambil tersenyum lelah.
Percakapan malam dan kehebohan berlanjut di kamar wanita
Malam yang semula dipenuhi gelak tawa berubah ketika ketukan lembut terdengar di pintu kamar. Aoi yang terdekat dengan pintu segera berdiri dan membukanya. Di balik pintu, Lady Seraphina berdiri dengan memakai gaun yang lembut dan anggun, wajahnya tampak memerah dan sedikit canggung.
"Lady Seraphina?" tanya Aoi dengan nada heran.
"Maaf mengganggu malam kalian," ujar Lady sambil tersenyum canggung. "Aku... datang karena pesan dari Ai. Tentang... dokter itu."
Riku dan Aoi langsung menoleh ke Ai dengan tatapan penuh tanya. Ai hanya tersenyum kecil, lalu mempersilakan Lady masuk.
"Dokter? Memangnya Lady Seraphina sakit apa, Ai?" tanya Riku dengan bingung.
Ai duduk santai di tempat tidurnya sambil melipat tangan. "Maksudku dokter cinta," jawabnya santai.
Lady Seraphina langsung memerah. Wajahnya seolah membara, dan jika itu memungkinkan, asap pasti sudah mengepul dari kepalanya. "D-dokter cinta?!" serunya dengan nada terkejut.
Aoi dan Riku saling pandang, lalu kembali menatap Lady. "Tunggu, maksudmu... Lady sedang jatuh cinta?" tanya Aoi dengan nada penuh antusias.
"Aku tidak—itu tidak benar!" sangkal Lady cepat, meskipun suaranya terdengar goyah. "Aku hanya... hanya ingin memastikan apa maksud Ai dengan 'kecemasan' tadi."
"Lady," ujar Ai dengan nada datar, "dari caramu mencuri pandang selama makan malam tadi, aku yakin sudah jelas siapa yang ada di pikiranmu."
Lady semakin gugup, tangannya gemetar saat mencoba menyangkal. "Aku hanya... hanya..."
"Lady, tidak perlu menyangkal," potong Aoi lembut. "Jika memang itu perasaanmu, kami di sini tidak akan menghakimimu."
Namun, saat Ai melanjutkan, suasana langsung berubah. "Tapi sayangnya, Lady, pria yang kau sukai itu... adalah Kaito."
Riku dan Aoi langsung membeku. Mata mereka menatap kosong, dan ekspresi mereka berubah dari senyuman menjadi kecewa.
"Kaito?!" seru Aoi, suaranya penuh dengan kekecewaan. "Lady, kau bercanda, kan? Kau tidak mungkin serius menyukai orang seperti dia!"
"Kenapa harus Kaito?" Riku menambahkan, suaranya terdengar putus asa. "Dia... dia itu... yah, Kaito!"
Lady Seraphina hanya bisa menunduk, wajahnya semakin merah. "Aku tidak tahu kenapa. Aku hanya merasa... ada sesuatu dalam dirinya yang... menarikku."
---
Setelah mendengar pengakuan Lady, Aoi dan Riku tidak bisa menahan emosi mereka. Mata mereka mulai berkaca-kaca, dan akhirnya mereka menangis bersama.
"Betapa malangnya nasibmu, Lady!" ujar Aoi sambil mengusap air matanya. "Dengan semua keanggunan dan kecantikanmu, kau malah jatuh cinta pada... Kaito!"
Riku mengangguk setuju. "Kaito... beraninya dia, kurang ajar, apa yang telah dia lakukan? Bagaimana mungkin Lady Seraphina bisa menyukainya?"
Lady Seraphina hanya bisa tersenyum pahit. "Aku juga tidak mengerti. Aku tidak bisa menjelaskan kenapa aku merasa seperti ini."
Ai, yang sejak tadi diam, akhirnya angkat bicara. "Mungkin itu sebabnya disebut cinta. Kadang, itu tidak masuk akal. Tapi aku setuju dengan mereka, Lady. Kau pantas mendapatkan seseorang yang lebih baik."
"Seperti siapa?" tanya Lady, suaranya terdengar putus asa.
"Yah, siapa saja, asal bukan Kaito!" jawab Ai cepat.
---
Percakapan mereka pun berlanjut dengan berbagai saran, komentar, dan kritik tentang situasi ini.
"Lady," ujar Aoi, mencoba menenangkan diri, "kau adalah sosok yang dihormati di seluruh Ethereal Lands. Kau seharusnya mencari seseorang yang bisa mendukungmu, yang bisa memahami tanggung jawabmu. Kaito? Dia bahkan tidak bisa memahami situasi sederhana tanpa membuat kekacauan."
Riku mengangguk setuju. "Benar. Kaito itu... bagaimana ya? Dia mungkin punya potensi, tapi dia masih terlalu jauh dari kata dewasa. Kau butuh seseorang yang bisa menjadi partner sejati, bukan beban tambahan."
"Tapi..." Lady mencoba membela diri, meskipun suaranya terdengar ragu. "Dia punya semangat yang luar biasa. Dan meskipun dia ceroboh, dia selalu berusaha yang terbaik untuk melindungi orang-orang di sekitarnya."
"Semangat saja tidak cukup!" seru Aoi. "Kau butuh lebih dari itu, Lady. Seseorang yang bisa berpikir sebelum bertindak, seseorang yang bisa mengimbangi kecerdasan dan keanggunanmu."
Ai, yang sejak tadi mendengarkan dengan tenang, akhirnya berbicara lagi. "Lady, aku tidak akan mengatakan perasaanmu salah. Tapi aku setuju dengan mereka. Jika kau benar-benar menyukai Kaito, kau harus memastikan dia layak untukmu. Jangan biarkan perasaan itu membuatmu melupakan standar yang pantas untukmu."
Lady mengangguk pelan, meskipun wajahnya masih penuh kebingungan. "Aku mengerti. Tapi... bagaimana jika aku tidak bisa menghilangkan perasaan ini?"
Ai menghela nafas panjang "Hah… benar-benar sangat disayangkan, sekali hati wanita terpikat oleh seorang pria, itu tidak akan mudah untuk dilepaskan."
---
"Aku rasa," ujar Riku pelan, "jika kau benar-benar tidak bisa menghilangkan perasaan itu, kau harus memberinya kesempatan untuk membuktikan dirinya. Tapi itu tidak berarti kau harus menerima dia apa adanya. Buat dia bekerja keras untuk mendapatkanmu."
Aoi langsung setuju. "Benar! Kalau dia benar-benar serius, dia harus membuktikan bahwa dia bisa menjadi seseorang yang pantas untukmu."
Ai mengangguk. "Setuju. Cinta itu memang soal perasaan, tapi hubungan yang baik butuh usaha dan keseimbangan. Kalau Kaito benar-benar serius, dia harus menunjukkan bahwa dia bisa tumbuh dan menjadi lebih baik."
Lady Seraphina tersenyum tipis. "Kalian benar. Aku tidak bisa membiarkan perasaan ini menguasai diriku tanpa alasan. Jika memang ada sesuatu di antara kami, itu harus datang dari kedua belah pihak."
Percakapan mereka berlanjut hingga larut malam, membahas berbagai hal tentang cinta, hubungan, dan harapan mereka untuk masa depan Lady Seraphina.
Di tengah percakapan itu, Itsuki yang sejak tadi bermain di sudut kamar akhirnya angkat bicara. "Kalau Kak Kaito bersama dengan Lady Seraphina, bukanya dia akan jadi lebih baik?"
Semua wanita terdiam sejenak, lalu tertawa kecil.
"Kalau dia benar-benar mencintai Lady Seraphina, mungkin saja," jawab Ai sambil tersenyum. "Tapi itu hanya waktu yang bisa menjawab."
Malam itu ditutup dengan rasa lega dan harapan baru. Meskipun mereka masih merasa skeptis tentang Kaito, mereka tahu bahwa cinta adalah perjalanan yang penuh misteri. Dan untuk Lady Seraphina, perjalanan itu baru saja dimulai.