Kaito, dengan semangat yang meluap-luap, sudah lebih dulu masuk ke area pemandian istana. Ia langsung melangkah ke kolam besar di tengah ruangan, mengira itu adalah kolam utama. Sambil merendam kakinya, ia bergumam pelan, "Heh, pemandian istana ini ternyata berpihak padaku. Membuat pria dan wanita mandi bersama di sini. Seperti di cerita-cerita klasik."
Ia tersenyum nakal membayangkan sesuatu, lalu berbalik, berharap melihat yang lain datang menyusul. Tapi yang ia temukan hanyalah pantulan dirinya di air. Tidak ada siapa pun.
"Hah? Ke mana semua orang?" Kaito menggaruk kepalanya, bingung. Setelah beberapa saat, ia baru menyadari bahwa kolam tempatnya berdiri hanyalah kolam hiasan. Ia memandang sekeliling, mencari pintu lain, tapi yang ia temukan hanyalah lorong-lorong bercabang.
"Oi! Ai! Souta! Siapa pun, di mana kalian?" teriaknya, suaranya menggema di ruangan kosong. Namun, tidak ada jawaban.
Sementara itu, Lady Seraphina telah memimpin para wanita—Ai, Aoi, Riku, dan Itsuki—ke pemandian khusus wanita. Para pria, yaitu Ren dan Souta, dibimbing oleh Elder Caelum ke pemandian pria. Semua ini dilakukan dengan rapi dan terorganisir, meninggalkan Kaito yang tidak tahu-menahu.
---
Di Pemandian Wanita
Pemandian wanita adalah ruangan yang elegan dan damai. Air panas mengalir dari patung marmer berbentuk angsa, menciptakan suasana yang menenangkan. Dinding dihiasi mosaik bunga, sementara aroma bunga lavender memenuhi udara.
Lady Seraphina tersenyum lembut. "Silakan bersantai. Tempat ini sepenuhnya aman dan terjaga privasinya."
Ai, yang awalnya ragu, akhirnya masuk juga. Ia dengan tubuh barunya merasa canggung berada di situasi seperti ini. Namun, Aoi dan Riku tampak lebih santai, bahkan Itsuki yang biasanya pendiam terlihat cukup menikmati suasana.
"Anu, Lady," tanya Ai sambil menuangkan air hangat ke pundaknya, "apakah tidak masalah kami—khususnya Ai dan Riku—berada di sini? Maksudku, kami kan… yah, dulunya pria."
Lady Seraphina tertawa kecil. "Tidak perlu khawatir. Sang Dewi telah menyerahkan kalian kepadaku. Tubuh kalian sekarang adalah bagian dari dunia ini, dan kami menerima kalian apa adanya. Lagipula, kehormatan dan kepribadian seseorang jauh lebih penting daripada masa lalunya."
Riku, yang sedang membasuh rambutnya, menambahkan, "Itu jawaban yang cukup bijak. Tapi tetap saja, aku masih merasa agak canggung."
Ai, yang duduk di tepi kolam, mendesah. "Aku tidak pernah membayangkan akan berada di situasi seperti ini. Bahkan di dunia sebelumnya, aku tidak pernah masuk ke pemandian umum."
Itsuki, yang jarang berbicara, akhirnya angkat bicara. "Mungkin ini kesempatan untuk mencoba hal baru. Lagipula, bukankah ini cukup menyenangkan?"
Mereka semua akhirnya tertawa, merasa suasana menjadi lebih ringan. Percakapan berlanjut tentang pengalaman mereka di dunia baru, sementara Lady Seraphina mendengarkan dengan penuh perhatian.
---
Di sisi lain, pemandian pria lebih sederhana, dengan desain yang lebih maskulin. Pilar-pilar batu besar menopang langit-langit, dan uap air memenuhi ruangan. Elder Caelum memimpin Ren dan Souta masuk, menunjukkan area pemandian yang luas.
Ren, yang selalu penuh rasa ingin tahu, bertanya, "Elder Caelum, apa rahasianya kalian bisa menjadi begitu kuat? Apakah ada pelatihan khusus?"
Elder Caelum tersenyum tipis. "Tidak ada rahasia. Hanya kerja keras, dedikasi, dan sedikit berkah dari Sang Dewi."
Souta, yang sedang merendam diri, menimpali, "Sedikit berkah? Kalau melihat kemampuan Anda tadi, sepertinya berkah itu lebih dari sekadar 'sedikit'."
Elder Caelum tertawa. "Mungkin. Tapi ingat, kekuatan tanpa tujuan hanya akan membawa kehancuran. Itu sebabnya kami selalu mengutamakan disiplin dan tanggung jawab."
Percakapan mereka berlanjut, membahas berbagai kisah heroik dan pengalaman Elder Caelum di medan perang. Ren dan Souta mendengarkan dengan kagum, merasa seperti sedang belajar dari seorang legenda hidup.
---
Sementara itu, Kaito masih mondar-mandir di lorong pemandian, mencoba mencari keberadaan yang lain.
"Kenapa mereka meninggalkanku? Ini pasti ulah Ai," gumamnya sambil mengintip ke setiap pintu.
Ia akhirnya menemukan sebuah pintu besar dengan ukiran rumit. Dengan penuh semangat, ia membukanya, berharap menemukan teman-temannya. Namun, yang ia temukan hanyalah ruangan kosong dengan patung besar di tengahnya.
"Ini pasti tempat rahasia," pikirnya sambil mendekati patung itu. Namun, saat ia menyentuhnya, patung itu tidak bereaksi apa pun.
"Aku menyerah," katanya akhirnya, duduk di lantai dengan wajah lelah. "Mereka benar-benar meninggalkanku."
Namun, saat ia duduk, ia mendengar suara tawa dari kejauhan—suara teman-temannya yang sedang bersenang-senang tanpa dirinya.
"Dasar tidak adil!" teriaknya, meski ia tahu tidak ada yang mendengar.
Di pemandian wanita, suasana semakin santai. Ai yang awalnya canggung mulai menikmati suasana, sementara Aoi dan Riku saling bercanda dengan Lady Seraphina. Itsuki, yang biasanya pendiam, justru terlihat lebih hidup, sesekali melempar komentar jenaka yang membuat semua tertawa.
"Jadi," Ai memulai, menyandarkan tubuhnya di tepi kolam, "pemandian seperti ini... memang biasa di istana?"
Lady Seraphina tersenyum lembut. "Tentu saja. Ini adalah salah satu tempat terbaik untuk relaksasi. Para pelayan memastikan semuanya tetap bersih dan nyaman untuk tamu istimewa seperti kalian."
Riku menambahkan dengan nada menggoda, "Ai, jangan terlalu menikmati, nanti lupa kalau kita masih punya banyak hal yang harus dilakukan."
"Aku tahu, aku tahu," balas Ai, mengangkat tangannya. "Tapi jujur, aku tidak pernah membayangkan akan berada di situasi seperti ini."
Sementara itu, di sisi lain istana, Kaito terus berkeliling dengan frustasi. Ia mencoba setiap pintu, membuka setiap ruangan, namun tidak menemukan siapa pun.
"Kenapa mereka semua menghilang? Apa ini semacam permainan?!" teriaknya, suaranya bergema di lorong-lorong kosong.
Akhirnya, rasa frustrasi menguasainya. Ia menginjak lantai dengan kekuatan penuh, melampiaskan emosinya. Namun, akibat kekuatan yang baru diperolehnya, lantai di bawahnya retak.
"Eh?"
Sebelum ia bisa bereaksi lebih jauh, lantai itu runtuh, membuatnya jatuh ke bawah bersama reruntuhan.
Brak! Byur!
---
Di pemandian wanita, suara gemuruh tiba-tiba terdengar dari atas, membuat semua orang menoleh ke arah langit-langit.
"Apa itu?" tanya Aoi, waspada.
Namun, sebelum ada yang sempat bereaksi, sebuah tubuh jatuh dari langit-langit dan menghantam air dengan keras, menciptakan cipratan besar. Semua orang terdiam, tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Ketika air mulai tenang, Kaito muncul dari dalam kolam, mengusap wajahnya sambil terbatuk. "Hah... akhirnya aku menemukan kalian!"
Ia memandang sekeliling, dan matanya melebar ketika menyadari di mana ia berada. Di depannya, Lady Seraphina, Ai, Aoi, Riku, dan Itsuki semuanya membeku seperti patung, wajah mereka merah padam.
Kaito, yang awalnya bingung, akhirnya menyadari situasinya. "Ah... ini... pemandian khusus wanita, ya?" sambil tertawa canggung.
Sebelum ada yang sempat bereaksi, Itsuki melompat ke arahnya dengan penuh semangat. "Kaito! Kamu berhasil menemukan kami! Bagaimana caramu sampai di sini?!"
"Kamu… bagaimana?! Ini pemandian wanita!" teriak Ai, wajahnya semakin merah.
Riku bergerak duluan, mengambil inisiatif. Ia melompat keluar dari kolam, menarik handuk, dan langsung menyeret Kaito keluar dari pemandian.
"Ayo, keluar sebelum mereka semua sadar!" bisik Riku dengan nada panik.
Namun, tepat ketika Kaito berhasil ditarik keluar dari pintu, suara teriakan keras menggema di seluruh ruangan.
"KYAAAAAA!!!"
---
Interogasi Kaito
Di luar pemandian wanita, Kaito duduk di lantai dengan wajah penuh luka memar dan bekas tamparan. Di depannya, Ai, Aoi, Riku, dan Lady Seraphina berdiri dengan ekspresi marah, namun wajah mereka juga terlihat tersipu.
"Kaito," Ai memulai, suaranya dingin. "Kau tahu apa yang baru saja kau lakukan, kan?"
"Itu kecelakaan! Aku tidak sengaja jatuh!" balas Kaito, mencoba membela diri.
"Dan kau melihat semuanya, kan?" tanya Aoi, wajahnya semakin memerah.
"T-tidak! Aku tidak melihat apa-apa! Aku hanya... sedikit... mungkin..." Kaito tergagap, tidak mampu menyelesaikan kalimatnya.
Lady Seraphina, yang biasanya tenang, hanya menutupi wajahnya dengan tangan, tidak tahu harus berkata apa.
Di sisi lain, para pria—Ren dan Souta—baru saja keluar dari pemandian pria, wajah mereka terlihat segar dan santai. Ketika mereka melihat keributan di depan pemandian wanita, mereka mendekat dengan bingung.
"Ada apa ini?" tanya Ren.
Souta menatap Kaito yang terlihat babak belur. "Apa yang terjadi padanya?"
Ai menoleh dengan ekspresi dingin. "Dia berbuat dosa besar."
Kaito berteriak, "Itu kecelakaan! Aku bersumpah!"
Namun, para wanita hanya menatapnya dengan campuran kemarahan, rasa malu, dan tangisan kecil. Ren dan Souta saling berpandangan, bingung dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku tidak tahu apa yang kau lakukan, Kaito," kata Ren akhirnya, "tapi sepertinya kau benar-benar dalam masalah besar."
Lady Seraphina mencoba tetap tegar di tengah suasana yang penuh ketegangan. Dengan suara lembut namun tegas, ia berkata, "Sudahlah. Kaito memang melakukan kesalahan, tapi aku yakin itu tidak disengaja. Mari kita tenangkan diri dan fokus pada hal yang lebih penting."
Namun Ai yang masih marang memasih menatapnya tajam, "Tidak, aku masih belum puas jika belum melemparnya dari langit."
Aoi menambahkan, "Aku juga bersumpah akan menguburnya hidup-hidup di bawah pilar hitam."
Meskipun para wanita masih kesal, suasana perlahan mulai mencair. Lady Seraphina melanjutkan, "Sebagai tamu istimewa, kalian berhak mendapatkan kamar terbaik di istana. Aku akan meminta pelayan untuk mengantar kalian ke kamar masing-masing dan memastikan semuanya nyaman."
"Waaah… benarkah," sorak para wanita bersaman.
Perkataan itu berhasil mengalihkan perhatian mereka. Wajah-wajah kesal berubah menjadi antusias, dan tawa kecil terdengar dari para tamu. Lady Seraphina tersenyum lega dan memberi isyarat kepada pelayan untuk memandu mereka.
---
Saat pelayan mengantar mereka ke kamar masing-masing, Aoi dengan cepat menarik lengan Ai dan Itsuki. "Ayo kita sekamar!" katanya penuh semangat.
Ai mengerutkan kening. "Kenapa tiba-tiba?"
"Kita bisa mengadakan pesta piyama setiap malam. Bukankah itu menyenangkan? Kita bisa berbicara, mencoba pakaian, atau bahkan mendandani satu sama lain!" jawab Aoi dengan mata berbinar.
Itsuki tertawa kecil. "Kedengarannya menyenangkan."
Aoi kemudian menoleh ke Riku. "Kau juga ikut, Riku."
Riku, yang tadinya berjalan santai, langsung berhenti. "Tunggu... aku? Tapi... aku kan tadinya pria. Dan kau wanita tulen. Rasanya aneh kalau kita sekamar."
Aoi menepuk bahunya dengan santai. "Kita sekarang sama-sama wanita, lagipula kita ini keluarga. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."
Riku mencoba menolak, tapi tatapan tegas Aoi membuatnya menyerah. "Baiklah, tapi jangan macam-macam," gumam Riku, masih terlihat canggung.
Di sisi lain, Kaito yang mendengar percakapan itu langsung menyeletuk, "Kalau begitu, aku juga ingin sekamar! Kita semua keluarga, kan?"
Namun, tatapan tajam dari para wanita membuatnya langsung mundur sambil tertawa canggung. "Ahaha… aku hanya bercanda. Bercanda!"
---
Di kamar, Aoi langsung memulai ide gilanya. Ia meminta pelayan untuk membawa pakaian dan perlengkapan rias, lalu mulai mendandani Ai dan Riku.
"Aku ingin kita terlihat seperti kembar tiga!" seru Aoi dengan semangat.
Ai menghela napas. "Aku tidak yakin ini ide yang bagus..."
"Tidak apa-apa! Percayalah padaku!" balas Aoi sambil terus bekerja.
Setelah beberapa saat, hasilnya benar-benar memukau. Ai, Aoi, dan Riku berdiri di depan cermin, mengenakan gaun elegan dengan rambut yang ditata rapi. Mereka terlihat sangat mirip, seperti saudara kembar.
Pelayan yang melihat mereka terpesona. "Tuan putri, kalian benar-benar cantik! Jika tidak diberitahu, saya pasti mengira kalian adalah saudara kandung."
Riku menatap cermin dengan ekspresi skeptis. "Aku tidak merasa mirip dengan mereka."
Aoi tersenyum lebar. "Tentu saja! Apalagi lesung pipimu yang manis itu pasti menarik perhatian banyak pria."
Riku langsung tersipu. "Apa?! Jangan katakan itu! Aku tidak mau pria yang tertarik padaku!"
Ai, yang mendengar itu, ikut merinding. "Aku juga tidak ingin membayangkan hal seperti itu..."
Aoi hanya tertawa melihat reaksi mereka, sementara Itsuki tersenyum kecil di sudut ruangan.
---
Setelah selesai berdandan, mereka berjalan bersama menuju aula makan malam. Para pelayan dan penjaga yang mereka lewati memuji penampilan mereka, terutama Ai, Aoi, dan Riku yang terlihat seperti tiga bintang bersinar.
"Lady Seraphina pasti akan terkejut melihat kalian," kata salah satu pelayan sambil tersenyum.
Meskipun Riku masih merasa canggung, ia tetap mengikuti langkah mereka. "Aku harap makan malamnya tidak terlalu formal," gumamnya.
Ai menepuk bahunya. "Tenang saja. Kalau kau merasa gugup, cukup ikuti saja apa yang dilakukan Aoi."
"Hei! Kenapa aku yang jadi patokan?" protes Aoi sambil tertawa.
Mereka terus berjalan dengan suasana yang mulai mencair, bersiap untuk menghadiri makan malam bersama Lady Seraphina dan para elder.