Chereads / Seven Footsteps of Fate (Indonesia) / Chapter 20 - Pagi yang Damai di Ethereal Lands

Chapter 20 - Pagi yang Damai di Ethereal Lands

Mentari pagi menyapa Ethereal Lands dengan lembut, sinarnya menembus jendela-jendela besar yang berhiaskan ukiran indah. Burung-burung kecil berkicau ceria di luar, menambah suasana damai pagi itu.

Di kamar Ai dan Itsuki, cahaya matahari perlahan membangunkan Ai yang masih terlelap. Ia membuka matanya perlahan, lalu melihat Itsuki yang masih tidur dengan posisi meringkuk seperti anak kucing. Wajahnya yang polos membuat Ai tertawa lembut.

"Itsuki, bangun," bisiknya sambil mengusap kepala bocah itu.

Itsuki menggeliat kecil, lalu membuka matanya yang masih setengah tertutup. "Ai-nee... pagi..." katanya dengan suara serak karena baru bangun.

"Bangun, sayang. Kita harus bersiap-siap," kata Ai sambil mencubit pipinya pelan.

Di kamar sebelah, Aoi sudah bangun lebih dulu. Ia membuka jendela dan menghirup udara segar pagi itu. "Ah, pagi yang indah," gumamnya sambil tersenyum. Ia kemudian keluar dan mengetuk pintu kamar Ai.

"Bangun, Ai! Itsuki! Jangan malas-malasan!" serunya.

"Aku sudah bangun, Aoi!" balas Ai sambil tertawa kecil.

Di sisi lain, kamar Kaito penuh dengan suara gaduh. Kaito terbangun dengan rambut acak-acakan, berusaha mengingat kejadian tadi malam. "Kenapa aku merasa semua orang marah padaku tadi malam?" gumamnya sambil menguap lebar.

Ren dan Souta yang sudah bangun lebih dulu mengetuk pintu kamar Kaito. "Cepat bangun, Kaito! Sarapan tidak akan menunggu orang malas!" teriak Souta.

"Aku sudah bangun! Tunggu sebentar!" balas Kaito dengan malas sambil mengenakan pakaiannya.

Bersih-Bersih dan Berdandan

Para pelayan yang sudah bersiap sejak pagi mengetuk pintu kamar masing-masing. Mereka masuk dengan senyuman ramah, membawa perlengkapan mandi dan pakaian baru.

Di kamar Ai dan Itsuki, para pelayan dengan sigap membantu mereka membersihkan diri. Itsuki yang masih setengah mengantuk digendong oleh salah satu pelayan untuk dimandikan. "Itsuki ini imut sekali, seperti anak kucing," kata salah satu pelayan sambil tertawa kecil.

"Aku bisa sendiri!" protes Itsuki, meski tidak berusaha melawan.

Ai hanya tertawa melihat adiknya diperlakukan seperti anak kecil. "Itsuki, jangan terlalu manja, ya."

Di kamar Aoi, para pelayan mendandaninya dengan pakaian sederhana namun anggun. "Nona Aoi, Anda benar-benar cantik. Rambut Anda ini sangat indah," kata salah satu pelayan sambil menyisir rambut panjang Aoi.

"Terima kasih. Tapi jangan terlalu berlebihan, aku jadi malu," jawab Aoi dengan wajah sedikit merah.

Sementara itu, di kamar Kaito, suasananya jauh berbeda. Para pelayan berusaha keras menahan tawa saat melihat Kaito mencoba merapikan rambutnya sendiri, tetapi malah semakin berantakan.

"Biarkan kami membantu, Tuan Kaito," kata salah satu pelayan dengan sopan.

"Tidak perlu aku bisa sendiri! Tunggu, ah, baiklah, tolong aku," jawab Kaito akhirnya menyerah.

Ren dan Souta yang sudah rapi mengetuk pintu kamar Kaito. "Cepatlah, Kaito! Kau ini lama sekali!"

"Hei hei, aku juga ingin terlihat tampan!" balas Kaito sambil merapikan pakaiannya.

Setelah semuanya siap, mereka berkumpul di ruang makan yang megah. Meja panjang penuh dengan berbagai hidangan lezat, dari roti hangat, buah segar, hingga sup kental yang menggoda.

"Wow, ini seperti pesta setiap hari," kata Riku sambil duduk di kursinya.

"Itsuki, makan yang banyak, ya," kata Ai sambil mengambilkan roti untuk adiknya.

"Iya, Ai-nee!" jawab Itsuki dengan semangat.

Kaito, yang duduk di ujung meja, menatap makanan di depannya dengan penuh semangat. "Akhirnya, makanan! Aku lapar sekali!" katanya sambil mengambil piring penuh.

"Jangan serakah, Kaito," tegur Ren sambil menggelengkan kepala.

"Aku tidak serakah, hanya efisien!" balas Kaito sambil mengunyah.

Souta tertawa kecil. "Kaito, kau benar-benar tidak pernah berubah."

Aoi dan Ai duduk bersebelahan, menikmati makanan mereka dengan tenang. "Aoi, kau harus mencoba jus ini. Rasanya luar biasa," kata Ai sambil menyodorkan gelas.

"Benarkah? Baiklah," jawab Aoi sambil mencicipi jus tersebut. "Hmm, memang enak!"

Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar penginapan. Para pelayan mengantar mereka ke taman belakang yang dipenuhi bunga-bunga indah dan air mancur megah.

"Tempat ini seperti surga," kata Riku sambil mengagumi pemandangan.

"Aku ingin tinggal di sini selamanya," tambah Aoi sambil tersenyum.

Kaito, yang berjalan di belakang, tiba-tiba melompat ke depan dan berkata, "Ayo kita lomba lari sampai ke air mancur!"

"Ayo!" teriak Itsuki sambil berlari mengikuti Kaito.

"Jangan terlalu cepat, Itsuki!" seru Ai dengan cemas.

Ren dan Souta hanya menggelengkan kepala. "Mereka seperti anak kecil," kata Ren.

"Tapi itu yang membuat suasana jadi ceria," jawab Souta sambil tersenyum.

Mereka menghabiskan pagi itu dengan menikmati keindahan taman, bercanda, dan berbincang santai. Saat matahari mulai meninggi, mereka kembali ke penginapan, menunggu Kael yang akan datang siang itu.

Pagi itu benar-benar penuh dengan keceriaan dan kedamaian, membuat mereka merasa sejenak melupakan segala tantangan yang telah mereka hadapi sebelumnya.

Bertemu Penguasa Ethereal Lands

Ketika matahari mulai meninggi, Kael datang menjemput mereka dengan sebuah kereta kuda yang megah. Kereta itu berwarna putih bersih dengan ukiran emas yang rumit, dihiasi dengan lambang Ethereal Lands di pintunya. Empat ekor kuda putih bersayap menarik kereta itu dengan anggun, melangkah tanpa suara di jalanan berbatu.

"Wow, kereta itu terlihat seperti milik para dewa," gumam Riku kagum.

"Iya, ini terlalu mewah untuk kita," tambah Souta sambil menatap detail kereta tersebut.

Kael tersenyum kecil, membuka pintu kereta dengan sopan. "Silahkan masuk. Sang penguasa telah menanti kalian."

Mereka naik ke dalam kereta, duduk di kursi empuk berlapis sutra. Perjalanan menuju istana berlangsung dalam keheningan penuh kekaguman, karena pemandangan sepanjang jalan sungguh luar biasa. Langit biru tanpa batas, awan putih bergulung lembut, dan jalan setapak yang diapit oleh taman berbunga yang tampaknya tak berujung.

Pertemuan dengan Para Elder

Istana penguasa Ethereal Lands berdiri megah di puncak bukit, dikelilingi oleh pilar-pilar besar yang menjulang tinggi. Bangunannya bercahaya seperti kristal, memantulkan sinar matahari dengan indah.

Ketika mereka tiba, empat sosok berjubah panjang menunggu di aula utama. Para elder itu berdiri dengan sikap penuh wibawa, masing-masing memancarkan aura yang khas.

Kael memperkenalkan mereka satu per satu:

Pertama ada Elder Caelum Solis, bertanggung jawab atas pertahanan. Seorang pria tinggi dengan rambut perak dan mata tajam seperti elang. Ia mengenakan jubah biru gelap dengan lambang perisai emas di dadanya. Suaranya dalam dan tegas.

"Salam hormat. Saya Caelum Solis, penjaga keamanan dan pertahanan Ethereal Lands. Kehadiran kalian adalah kehormatan besar bagi kami."

Yang kedua ada Elder Luminis Lexy, yang mengatur hukum dan aturan. Seorang wanita paruh baya dengan rambut hitam mengkilap yang ditata rapi. Ia mengenakan jubah putih dengan aksen hitam di tepinya, mencerminkan keadilan dan ketegasan.

"Selamat datang. Saya Luminis Lexy. Sebagai penanggungjawab hukum, saya memastikan keadilan tetap tegak di tanah ini."

Lalu yang ketiga Elder Aurum Mercator, yang bertanggung jawab atas ekonomi. Seorang pria gemuk dengan senyum ramah dan mata penuh perhitungan. Jubahnya berwarna emas dengan hiasan perak, mencerminkan kemakmuran.

"Ah, tamu kehormatan! Saya Aurum Mercator, pelayan ekonomi Ethereal Lands. Jangan ragu untuk bertanya jika kalian tertarik dengan kemakmuran kami."

Dan yang terakhir Elder Amica Concordia, yang mengurus hubungan sosial. Seorang wanita muda dengan wajah lembut dan senyuman menenangkan. Rambut cokelatnya tergerai indah, dan ia mengenakan jubah hijau dengan bordir bunga.

"Selamat datang. Saya Amica Concordia. Tugas saya memastikan harmoni di antara rakyat kami."

Mereka membungkuk dengan hormat, memberikan sambutan hangat kepada kelompok Ai. Para elder memperkenalkan diri dengan tata krama yang sangat sopan, seolah-olah kelompok itu adalah bangsawan yang sangat dihormati.

"Terima kasih atas sambutan hangat kalian," jawab Ai dengan sedikit gugup, merasa tersanjung oleh perhatian yang diberikan.

Setelah perkenalan selesai, suasana di aula berubah. Sebuah pintu besar di ujung ruangan perlahan terbuka, memancarkan cahaya terang yang menyilaukan. Semua orang, termasuk para elder, menunduk dengan hormat.

Dari balik pintu, seorang wanita melangkah keluar. Wajahnya memancarkan keindahan yang tak tertandingi, seolah-olah bidadari dan malaikat bersatu dalam wujud manusia. Rambut panjangnya berwarna emas lembut, berkilauan seperti sutra di bawah sinar matahari. Matanya biru terang, penuh kelembutan dan kebijaksanaan. Ia mengenakan gaun putih yang dihiasi kristal bercahaya, dengan jubah panjang yang melambai lembut di belakangnya.

Setiap langkahnya memancarkan aura suci, membuat udara di sekitarnya terasa hangat dan nyaman. Energi sihirnya seperti cahaya ilahi yang mengelilingi tubuhnya, memberikan rasa damai dan aman kepada siapa pun yang melihatnya.

Kael berlutut dengan penuh hormat. "Hormat kepada Penguasa Ethereal Lands, Lady Seraphina Lux."

Kelompok Ai tertegun. Mereka tidak menyangka penguasa yang selama ini dibayangkan sebagai sosok tua bijak ternyata adalah wanita muda yang begitu mempesona.

Seraphina tersenyum lembut, suaranya merdu seperti melodi. "Selamat datang di Ethereal Lands. Aku telah mendengar banyak tentang perjalanan kalian. Terima kasih telah datang ke tanah kami."

Ai, Aoi, dan yang lainnya buru-buru membungkuk dengan rasa hormat yang dalam. "Terima kasih atas sambutan Anda, Lady Seraphina," jawab Ai dengan nada penuh kekaguman.

Seraphina melangkah mendekat, memandang mereka satu per satu dengan senyuman hangat. "Kalian pasti lelah. Mari kita lanjutkan percakapan ini di tempat yang lebih nyaman."

Kemegahan Lady Seraphina, dipadu dengan kehangatan dan kelembutannya, membuat kelompok Ai merasa seolah berada di bawah perlindungan langsung dari seorang dewi. Aura sucinya benar-benar meninggalkan kesan mendalam di hati mereka.