Chereads / Seven Footsteps of Fate (Indonesia) / Chapter 18 - Ethereal Lands

Chapter 18 - Ethereal Lands

Saat cahaya dari portal menyelimuti mereka, kelompok itu merasa seperti melayang di udara. Sensasi dingin namun lembut menyentuh kulit mereka, seperti angin yang membawa aroma bunga segar. Perlahan, cahaya itu memudar, dan mereka mendapati diri mereka berdiri di tanah yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Ethereal Lands adalah dunia yang seolah-olah diukir dari mimpi. Langitnya bukan biru biasa, melainkan perpaduan warna ungu, emas, dan biru yang berkilauan seperti permata. Awan-awan lembut melayang di bawah mereka, seakan tanah tempat mereka berpijak adalah bagian dari langit itu sendiri.

Pepohonan yang menjulang tinggi tampak bercahaya dengan dedaunan berwarna perak dan emas. Di sekeliling mereka, bunga-bunga dengan warna yang tak pernah mereka lihat sebelumnya bermekaran, memancarkan cahaya lembut yang menerangi setiap sudut. Sungai-sungai kecil mengalir dengan air yang begitu jernih hingga mereka bisa melihat dasar sungai yang dipenuhi bebatuan kristal.

Burung-burung dengan bulu bercahaya terbang melintas, mengeluarkan suara merdu yang seolah menjadi musik alami. Di kejauhan, mereka bisa melihat istana besar berdiri megah di atas awan, dengan menara-menara yang memantulkan sinar matahari seperti berlian.

"Ini... luar biasa," kata Ai dengan nada kagum, matanya terpaku pada keindahan di sekeliling mereka.

"Seperti dunia dari legenda," tambah Ren, yang bahkan tidak bisa menutup mulutnya karena terpesona.

"Tempat ini terasa begitu damai," kata Riku, memegang tongkatnya erat seolah tidak percaya bahwa tempat seperti ini benar-benar ada.

Itsuki menggenggam tangan Aoi dengan erat. "Kak Aoi, ini seperti surga, ya?"

Aoi mengangguk, dengan sangat antusias. "Ya, Itsuki. Tapi kita harus tetap waspada. Dunia ini mungkin terlihat indah, tapi kita belum tahu apa yang menunggu kita."

---

Sambutan dari Kael

Saat mereka melangkah lebih jauh, sekelompok penjaga dengan baju zirah bercahaya mendekat. Zirah mereka terbuat dari bahan yang tampak seperti campuran kristal dan logam, memantulkan cahaya dengan anggun. Di depan mereka, seorang pria dengan jubah putih panjang berjalan mendekat. Sosok itu adalah Kael, penjaga gerbang yang sebelumnya mereka temui.

"Selamat datang di Ethereal Lands," kata Kael dengan senyuman ramah. "Kalian telah melewati ujian berat dan membuktikan diri layak untuk berada di sini."

"Kael!" seru Ren dengan nada terkejut. "Kau ada di sini juga?"

Kael mengangguk. "Aku adalah salah satu penjaga Ethereal Lands. Tugasku adalah memastikan hanya mereka yang layak dapat melangkah ke tempat ini. Dan kalian telah membuktikan niat dan keberanian kalian."

Para penjaga di belakang Kael membungkuk hormat, memberikan penghormatan kepada kelompok itu. Meskipun sikap mereka formal, ada kehangatan dalam cara mereka menyambut.

"Ikuti aku," kata Kael, melambaikan tangannya. "Aku akan membawa kalian ke tempat peristirahatan. Kalian membutuhkan waktu untuk memulihkan diri sebelum bertemu dengan Penguasa Besar Ethereal Lands."

---

Penginapan yang Mewah

Kael memimpin mereka melewati jalan-jalan yang dipenuhi taman bunga bercahaya dan air mancur yang mengalirkan air berwarna pelangi. Setiap sudut dunia ini terasa seperti karya seni yang hidup, dengan harmoni sempurna antara alam dan sihir.

Mereka tiba di sebuah bangunan besar yang tampak seperti istana kecil. Dindingnya terbuat dari marmer putih yang berkilauan, dan pintu-pintunya dihiasi dengan ukiran emas. Di dalam, mereka disambut oleh ruangan yang begitu mewah hingga membuat mereka terdiam sejenak.

Langit-langitnya tinggi dengan lukisan indah yang menggambarkan pemandangan langit dan bintang-bintang. Lampu-lampu gantung dari kristal memancarkan cahaya lembut, menerangi ruangan tanpa terasa menyilaukan. Lantai ruangan terbuat dari batu pualam yang begitu halus hingga memantulkan bayangan mereka.

"Ini... terlalu mewah," kata Souta, menatap ruangan dengan mata lebar. "Aku bahkan tidak tahu harus berkata apa."

Kael tersenyum kecil. "Kalian adalah tamu kehormatan di Ethereal Lands. Kami ingin memastikan kalian mendapatkan kenyamanan terbaik."

---

Pesan dari Kael

Sebelum meninggalkan mereka, Kael memberikan pesan. "Beristirahatlah malam ini. Besok siang, kalian akan bertemu dengan Penguasa Besar Ethereal Lands. Persiapkan diri kalian, baik secara fisik maupun mental."

Setelah memberikan pesan itu, Kael melangkah pergi bersama para penjaga, meninggalkan kelompok itu untuk beristirahat.

Setelah Kael meninggalkan mereka di penginapan mewah itu. Beberapa wanita muda berpenampilan anggun dan mengenakan seragam pelayan berwarna putih dan emas menyambut mereka dengan senyum ramah. Rambut mereka disanggul rapi, dan gerak-gerik mereka begitu halus, seolah setiap langkah mereka dirancang dengan sempurna.

"Selamat datang, para tamu kehormatan," salah satu dari mereka berkata dengan nada lembut. "Kami telah menyiapkan kamar dan pemandian untuk kalian. Mohon ikuti kami."

Para pelayan mengantar mereka melewati lorong yang megah. Langit-langitnya dihiasi lampu kristal kecil yang memancarkan cahaya lembut, sementara dindingnya dipenuhi lukisan pemandangan Ethereal Lands. Akhirnya, mereka tiba di deretan kamar yang saling berhadapan, masing-masing dengan pintu yang dihiasi ukiran indah.

"Kamar-kamar ini telah disiapkan untuk kalian," salah satu pelayan berkata. "Silakan pilih kamar sesuai keinginan kalian."

Namun, kebebasan memilih itu malah memicu perdebatan kecil.

"Aku di sini saja," kata Ren sambil menunjuk 1 kamar di sisi kanan.

"Aku juga mau yamg itu!" seru Souta. "Pemandangannya lebih bagus!"

"Tunggu dulu, aku lebih dulu memilihnya!" Ren melotot.

Sementara itu, Ai, dengan santai, menggandeng tangan Itsuki. "Itsuki, kita di sini saja, ya? Ai-nee akan memastikan ranjangnya nyaman untukmu!"

"Iya, Ai-nee!" jawab Itsuki dengan semangat, mengikuti langkah kakaknya tanpa peduli perdebatan yang terjadi.

Di sisi lain, Kaito sudah mencoba membuka salah satu pintu di sisi kanan. "Kalau begitu, aku saja yang ambil kamar ini—"

"Oy… kau tidak boleh menyela!" protes Souta sambil menarik Kaito. Akhirnya, perdebatan kecil itu diselesaikan oleh Aoi dengan lotre sederhana. Ai, Aoi, Itsuki, dan Riku mengambil kamar di sisi kiri, sementara Ren, Souta, dan Kaito akhirnya mengambil masing-masing kamar di sisi kanan.

Setelah meletakkan barang-barang mereka, para pelayan kembali mengantar mereka ke pemandian. Ai, dengan semangat yang meluap-luap, menggandeng tangan Itsuki. "Ayo, Itsuki! Ini akan menyenangkan, seperti tamasya!"

Itsuki tersenyum ceria, mengikuti kakaknya. Namun, Kaito, yang tidak ingin ketinggalan, mencoba bergabung. "Ai, bawa aku juga!"

Namun, sebelum Ai bisa menjawab, Riku langsung menendang Kaito hingga terjungkal. "Apa maksudmu, Kaito. Jangan mempermalukan aku sebagai saudaramu!"

"Tidak… aku juga mau ikut." Rengek Kaito yamg dihalangi oleh Riku. "Tak boleh! Hanya khusus member VIP!".

Para wanita diarahkan ke lantai atas, sementara pria diarahkan ke lantai bawah. Kaito, yang merengek sambil kesakitan, akhirnya diseret oleh Souta. "Sudahlah, ayo ke pemandian pria. Kau benar-benar memalukan."

Pelayan wanita yang mengantar mereka berhenti di depan pintu pemandian pria. Namun, sebelum pergi, Kaito, yang masih kesal, berseloroh, "Kalau begitu, bagaimana kalau kau saja yang menemani kami, nona, Bagaimana?"

Para pelayan tampak terkejut, tetapi sebelum mereka sempat merespons, Souta dan Ren langsung menghajar Kaito. "Aahaha.. Maafkan dia," kata Souta, membungkuk dengan wajah merah. "Dia suka bicara tanpa berpikir."

Pelayan itu hanya tersenyum kecil, wajahnya sedikit memerah. "Tidak apa-apa," katanya dengan nada gugup sebelum pergi dengan langkah cepat.

---

Pemandian Wanita

Pemandian wanita di lantai atas adalah surga tersendiri. Kolam air hangatnya terbuat dari marmer putih dengan tepi berlapis emas. Di sekelilingnya, bunga-bunga bercahaya tumbuh subur, mengeluarkan aroma yang menenangkan. Langit-langitnya terbuka, memberikan pemandangan langsung ke langit Ethereal Lands yang dipenuhi warna-warni bintang.

"Ini luar biasa," kata Ai sambil menepuk tangan dengan penuh semangat. "Itsuki, ayo cepat masuk!"

Itsuki, yang masih sedikit malu-malu, hanya mengangguk. "Ai-nee, pemandangannya indah sekali."

"Benar kan? Ini seperti tempat dari dongeng!" Ai tersenyum lebar, membantu Itsuki masuk ke kolam air hangat.

Para pelayan wanita lainnya menyiapkan jubah mandi dan minuman, memastikan kenyamanan mereka. Ai tampak begitu menikmati suasana, bahkan mulai bersenandung kecil sambil menggoda Itsuki yang masih kaku menikmati suasana.

---

Pemandian Pria

Sementara itu, di lantai bawah, pemandian pria memiliki nuansa yang lebih alami. Kolamnya dikelilingi bebatuan besar dengan air hangat yang mengalir dari air terjun kecil. Sungai yang mengalir di sisi kolam menciptakan suara gemericik yang menenangkan. Meski tidak memiliki pemandangan langit seperti di atas, suasana di sini terasa damai dengan sentuhan alam yang menenangkan.

Namun, suasana tenang itu tidak bertahan lama.

"Aaah… Kenapa Itsuki bisa mandi dengan para wanita dan menyaksikan pemandangan indah, sedangkan kita hanya melihat batu?" keluh Kaito sambil menyandarkan punggungnya ke salah satu bebatuan besar.

"Karena dia anak-anak," jawab Ren sambil mencipratkan air ke arah Kaito. "Dan kau, bukan."

"Tapi tetap saja," tambah Souta, yang ikut menyandarkan tubuhnya di tepi kolam. "Dia bisa menikmati pemandangan indah, sementara kita hanya melihat bebatuan dan sungai."

"Hei, setidaknya kita punya air terjun," kata Ren, mencoba menghibur. "Lagipula, apa yang kalian harapkan? Pemandian ini sudah cukup bagus."

Kaito mendesah panjang. "Seandainya aku jadi Itsuki. Hidupnya begitu mudah."

"Kalau kau jadi Itsuki, Ai pasti akan membawamu dengan semangat setiap saat," tambah Souta dengan nada menggoda.

Mereka tertawa kecil, meski rasa iri pada Itsuki tetap tersisa di benak mereka. Pemandian itu berakhir dengan suasana santai, meski Kaito terus mengeluh sepanjang waktu.

Para wanita akhirnya masuk ke dalam kolam pemandian yang luar biasa indah di lantai atas. Uap hangat menyelimuti udara, membawa aroma bunga-bunga bercahaya yang tumbuh di sekitar kolam. Air hangat mengalir dengan lembut, menciptakan suara gemericik yang menenangkan. Langit-langit pemandian terbuka, memperlihatkan pemandangan langit Ethereal Lands yang penuh bintang. Cahaya rembulan menambah kesan magis, membuat tempat itu seperti surga yang nyata.

Ai langsung merentangkan tangannya dengan penuh semangat. "Luar biasa! Tempat ini benar-benar seperti mimpi!" katanya sambil menarik tangan Itsuki. "Itsuki, ayo sini! Ai-nee akan memastikan kau menikmati ini sepenuhnya."

Itsuki, yang masih agak malu-malu, hanya mengangguk sambil mengikuti kakaknya. "Iya, Ai-nee... Tapi tempat ini benar-benar indah," gumamnya dengan mata yang berbinar-binar.

Riku dan Ai sudah terbiasa menjadi wanita, Riku yang melihat Ai yang ceria hanya tersenyum kecil. "Ini memang luar biasa. Rasanya seperti tempat para dewa. Aku bahkan merasa canggung untuk menyentuh airnya," katanya sambil mencelupkan kakinya perlahan.

Namun, Aoi yang biasanya lebih pendiam tampak sangat menikmati suasana. Dia memejamkan mata sambil membiarkan tubuhnya tenggelam dalam air hangat. "Ahh... Ini luar biasa... Aku bahkan tidak tahu kalau tempat seperti ini benar-benar ada," katanya dengan suara lembut, hampir seperti mendesah.

Ai tersenyum lebar, menghampiri Aoi, lalu duduk di sampingnya. "Aoi, kau terlihat sangat bahagia. Apa ini pertama kalinya kau merasakan pemandian seperti ini?"

"Ya," jawab Aoi sambil membuka matanya. Dia memandang langit yang penuh bintang dengan ekspresi takjub. "Aku bahkan tidak tahu kalau aku bisa merasa sebahagia ini. Tempat ini... membuatku lupa semua rasa sakit dan kelelahan. Rasanya seperti semua beban hilang."

Riku tertawa kecil, lalu menyiramkan sedikit air ke arah Aoi. "Kau harus menikmatinya sepenuhnya. Tempat seperti ini tidak akan kita temukan dua kali."

Aoi yang membalas cipratan Riku mulai bermain-main di air. Dia menyipratkan air ke arah Ai, lalu tertawa kecil. "Ai-nee, kenapa kau hanya duduk diam? Ayo bermain!"

Ai tertawa, mengusap wajahnya yang basah. "Aoi, kau benar-benar seperti anak kecil. Tapi baiklah, Ai-nee akan bermain denganmu."

Itsuki, yang duduk tidak jauh dari mereka, hanya tersenyum sambil memandangi kakak-kakaknya. "Ai-nee dan Aoi terlihat sangat akrab. Aku suka melihat kalian seperti ini."

"Karena kami memang akrab!" jawab Ai sambil menarik Aoi ke pelukannya. "Aoi adalah adik kesayanganku!"

Aoi tersenyum lebar, lalu memeluk Ai dengan erat. "Ai-nee, aku sangat menyayangimu. Terima kasih sudah selalu melindungi aku."

Riku, yang melihat itu, hanya menggeleng sambil tersenyum. "Kalian benar-benar seperti pasangan kakak-adik ideal. Aku jadi iri."

"Kalau kau iri, sini ikut pelukan," kata Ai sambil bercanda. Namun, Riku hanya mengangkat tangannya sambil tertawa kecil. "Tidak, terima kasih. Aku cukup menikmati suasana ini tanpa pelukan."

---

Curhat dan Percakapan Wanita

Setelah beberapa saat bermain-main, Aoi akhirnya memulai percakapan yang lebih serius. "Ngomong-ngomong, Ai-nee, Riku... Aku penasaran, menurut kalian, siapa yang paling tampan di antara teman-teman kita?"

Pertanyaan itu membuat Ai dan Riku saling memandang, lalu tertawa kecil. "Pertanyaan macam apa itu?" tanya Ai sambil menyandarkan punggungnya ke tepi kolam. "Tapi baiklah, kalau aku harus memilih... mungkin Souta. Dia cukup tenang dan terlihat dewasa."

Riku mengangguk. "Aku setuju. Souta punya aura yang berbeda. Dia bukan tipe yang suka pamer, tapi justru itu yang membuatnya menarik."

Aoi tersenyum kecil. "Aku juga berpikir begitu. Tapi... Kaito juga cukup lucu, meski kadang dia terlalu banyak bicara."

"Lucu? Kau pasti bercanda," kata Ai sambil tertawa. "Kaito itu lebih seperti badut. Tapi aku harus akui, dia punya sisi yang menyenangkan."

"Bagaimana dengan Itsuki?" tanya Riku tiba-tiba. "Dia masih kecil, tapi aku yakin dia akan tumbuh menjadi pria yang tampan."

Ai langsung tersenyum bangga. "Tentu saja! Itsuki adalah adik terbaik di dunia. Dia pasti akan tumbuh menjadi pria yang luar biasa."

Aoi tertawa kecil. "Ai-nee, kau benar-benar terlalu memujinya. Tapi itu bagus. Aku suka melihat bagaimana kau selalu mendukungnya."

Setelah beberapa saat, percakapan mereka mulai beralih ke topik yang lebih pribadi.

"Apa kalian pernah berpikir tentang masa depan kalian?" tanya Aoi sambil memandang langit. "Maksudku, tentang pernikahan, memiliki anak... Hal-hal seperti itu."

Riku dengan enggan menjawab pelan. "Tentu saja. Aku pikir setiap orang pasti memikirkan itu. Tapi... aku rasa aku belum siap untuk hal seperti itu. Masih banyak yang harus aku pertimbangkan."

Ai, yang biasanya ceria, tampak sedikit sedih. "Aku juga memikirkan itu kadang-kadang. Tapi... aku rasa aku terlalu sibuk melindungi kalian semua untuk memikirkan hal-hal seperti itu."

Aoi tersenyum. "Ai-nee, kau terlalu keras pada dirimu sendiri. Kau juga pantas mendapatkan kebahagiaan, sama seperti orang lain."

"Terima kasih, Aoi," kata Ai sambil meraih tangan adiknya. "Tapi aku merasa kebahagiaanku adalah melihat kalian semua aman dan bahagia."

---

Pembicaraan Tentang Malam Pertama

"Apa kalian pernah memikirkan... malam pertama?" tanya Aoi dengan nada malu-malu, tapi penasaran.

Pertanyaan itu membuat Ai dan Riku terdiam sejenak, lalu tertawa kecil.

"Aoi, kau benar-benar berani menanyakan itu," kata Riku sambil menutup wajahnya yang mulai memerah.

"Tapi itu pertanyaan yang wajar, kan?" kata Aoi. "Aku hanya penasaran... Bagaimana rasanya?"

Ai, yang biasanya lebih santai, tampak sedikit canggung. "Aku rasa... itu sesuatu yang sangat pribadi. Tapi aku yakin, jika kau melakukannya dengan orang yang kau cintai, itu pasti akan menjadi momen yang indah."

Riku mengangguk. "Aku setuju. Itu bukan sesuatu yang bisa dijelaskan dengan kata-kata. Tapi aku yakin kau akan tahu saat waktunya tiba."

Aoi tersenyum kecil. "Kalian benar. Aku hanya berharap aku bisa menemukan seseorang yang benar-benar mencintaiku."

"Kau pasti akan menemukannya, Aoi," kata Ai sambil merangkul adiknya. "Kau adalah orang yang luar biasa. Siapa pun yang mendapatkanmu akan sangat beruntung."

---

Menikmati Momen Bersama

Percakapan mereka terus berlanjut, membahas berbagai hal tentang masa depan, impian, dan harapan mereka. Mereka tertawa, bercanda, dan saling berbagi cerita dengan penuh kehangatan. Momen itu menjadi salah satu kenangan paling indah yang mereka miliki, sebuah momen di mana mereka bisa melupakan semua beban dan hanya menikmati kebersamaan mereka.

Saat malam semakin larut, mereka akhirnya keluar dari pemandian dengan wajah yang berseri-seri dan hati yang ringan. Pemandian itu bukan hanya tempat untuk bersantai, tetapi juga tempat di mana mereka bisa mempererat hubungan mereka sebagai keluarga dan sahabat.

Setelah selesai mandi, para wanita keluar dari pemandian dengan wajah yang berseri-seri. Mereka mengenakan jubah mandi sementara yang disiapkan para pelayan, terbuat dari kain lembut dengan warna pastel yang elegan. Ai dan Aoi tampak berjalan bersama, saling bergandengan dengan mesra sambil menuruni tangga pemandian.

"Kakak, aku benar-benar bahagia hari ini," kata Aoi sambil menyandarkan kepalanya ke bahu Ai.

Ai tersenyum lembut, mengusap kepala adiknya. "Aku juga, Aoi. Rasanya seperti mimpi bisa berbagi momen seperti ini denganmu."

Itsuki, yang berjalan di belakang mereka, memilih untuk tidak mengganggu. Dia mendekati Riku, yang langsung menyambutnya dengan senyuman hangat. "Itsuki, kau mau kan sementara denganku? Biar mereka menikmati waktu mereka sebagai kakak-beradik."

Itsuki mengangguk ceria. "Iya, Riku-nee. Tapi kalian sama-sama cantik dan aku sayang padamu seperti aku sayang Ai-nee dan Kak Aoi."

Mendengar itu, wajah Riku langsung berbinar-binar. "Benarkah? Kau benar-benar anak yang manis! Aku sayang Itsuki!" katanya sambil memeluk Itsuki dengan penuh kasih sayang. Dia bahkan membopongnya, membuat Itsuki tertawa kecil.

"Aku sayang Riku-nee juga!" kata Itsuki dengan polos, membuat Riku merasa sangat bahagia.

---

Di depan pemandian, Souta dan Ren sedang duduk santai sambil menunggu. Mereka melihat Ai dan Aoi yang terlihat begitu mesra, diikuti oleh Riku yang membopong Itsuki dengan penuh kasih sayang. Souta tersenyum kecil. "Mereka benar-benar terlihat seperti keluarga yang bahagia, ya? Ai dan Aoi seperti kembar yang tidak terpisahkan, dan Riku seperti kakak yang baru mendapatkan adik kecil."

Ren mengangguk setuju. "Iya, rasanya menyenangkan melihat mereka seperti itu."

Namun, suasana damai itu segera terganggu oleh Kaito yang memandang Riku dengan penuh iri. "Hei, Riku! Kalau kau bisa semesra itu dengan Itsuki, kenapa tidak bisa dengan aku? Ayo, tunjukkan sedikit kasih sayang padaku juga!" katanya dengan nada menggoda.

Riku menajamkan matanya, jelas tidak tertarik. "Kaito, kau itu beda gender denganku. Jangan mengada-ada!"

Namun, Kaito tidak menyerah. Dia mendekati Riku sambil memohon. "Ayolah, Riku! Hanya sekali saja! Aku juga ingin diperlakukan manis seperti itu!"

Riku langsung mendorong Kaito menjauh dengan sekuat tenaga. "Tidak mungkin! Jangan mendekat! Kau itu menjijikkan!"

Kaito terus mencoba mendekat, sementara Riku sibuk menolak dan mendorongnya. "Riku, aku hanya ingin sedikit perhatian!" rengek Kaito.

"Tidak ada perhatian untukmu, Kaito!" balas Riku sambil mendorong wajahnya dengan tangan.

Pertengkaran mereka berlangsung seperti kucing dan anjing, membuat yang lain hanya bisa tertawa kecil melihatnya. Souta, yang duduk di sebelah Ren, melirik ke arahnya dengan pandangan jahil.

Ren langsung bergidik. "Apa? Kenapa kau menatapku seperti itu?"

Souta tersenyum tipis. "Kupikir, mungkin kita juga bisa berpura-pura menjadi saudara seperti mereka. Akan lucu, bukan?"

Ren langsung melotot. "Jangan ikut-ikutan mereka! Kita ini bukan saudara, dan aku tidak mau terlibat dalam kekonyolan itu!" katanya sambil memalingkan wajah, membuat Souta tertawa kecil.

---