Gerbang besar itu akhirnya terbuka sepenuhnya, memperlihatkan jalan batu panjang yang mengarah ke pintu utama kastil. Kabut mulai menghilang sepenuhnya, memperlihatkan kemegahan Kastil Malgareth.
Bangunan itu menjulang tinggi, dindingnya terbuat dari batu hitam yang tampak memantulkan cahaya samar dari langit. Menara-menara yang menjulang dihiasi dengan ornamen kuno, seperti mahkota yang melingkari puncaknya. Jendela-jendela besar berbentuk lengkung tampak gelap, seolah menyimpan rahasia di baliknya.
Jalan menuju kastil dilapisi batu-batu yang telah usang oleh waktu, dikelilingi taman yang kini hanya berupa hamparan tanah kering dengan pohon-pohon mati. Di kedua sisi jalan, patung-patung ksatria berdiri tegak, masing-masing membawa senjata berbeda, seperti tombak, pedang, atau busur.
"Ini… indah sekaligus menyeramkan," gumam Ren sambil memandangi kastil itu dengan takjub.
"Kastil ini seperti menyimpan sejarah ribuan tahun," tambah Souta. "Tapi kenapa rasanya seperti tidak ada kehidupan di sini?"
"Kita akan segera tahu," jawab Ai dengan nada tegas. Dia memimpin kelompok itu, berjalan di depan bersama Aoi yang tetap memeluk Itsuki kecil dengan lembut.
"Jangan terlalu jauh, Kak Aoi," ujar Itsuki dengan suara pelan. "Tempat ini terasa... menakutkan."
Aoi menoleh dan tersenyum. "Tenang saja, Itsuki. Kakak di sini."
---
Tangga batu panjang membentang di depan mereka, menghubungkan jalan batu dengan pintu utama kastil. Tangga itu tampak kokoh, dihiasi ukiran-ukiran kuno di sepanjang pagar batunya. Di bawah tangga, sebuah jurang yang tampaknya tidak berdasar menganga, dipenuhi kabut tebal yang bergerak perlahan.
"Tangga ini terlihat kokoh, tapi aku tidak suka jurang di bawahnya," ujar Kaito sambil menatap ke bawah dengan ekspresi tidak nyaman.
"Jangan lihat ke bawah kalau begitu," canda Aoi, meskipun matanya tetap waspada.
"Pemandangan ini seperti diambil langsung dari cerita dongeng," ujar Ren. "Tapi aku heran, siapa yang mau tempat tinggal berbahaya seperti ini?"
Ai mengangguk. "Tetap waspada. Tempat ini mungkin indah, tapi aku yakin ada sesuatu yang tidak ingin kita masuk."
---
Pintu Utama Kastil
Setelah melewati tangga dengan hati-hati, mereka akhirnya tiba di depan pintu utama kastil. Pintu itu terbuat dari kayu hitam yang tebal, dihiasi dengan pola ukiran berbentuk naga yang tampak melilit di sepanjang permukaannya. Dua cincin besar dari logam tergantung di tengahnya, tampak seperti pegangan untuk mengetuk pintu.
"Bagaimana kita masuk?" tanya Riku sambil menatap pintu itu dengan ragu.
"Coba kita ketuk dulu," jawab Kaito. "Kalau tidak ada yang membuka, kita cari cara lain."
Kaito melangkah maju dan mengetuk pintu dengan salah satu cincin logam itu. Suara dentuman keras bergema, seolah pintu itu menyampaikan suara ketukan ke seluruh kastil.
Mereka menunggu beberapa saat, tapi tidak ada jawaban.
"Sepertinya tidak ada orang di dalam," ujar Souta.
"Tunggu," ujar Ai sambil memperhatikan ukiran naga di pintu. "Lihat ini. Ukirannya… seperti bergerak."
Semua orang mendekat untuk melihat lebih jelas. Ukiran naga itu memang tampak hidup, sisiknya berkilauan seperti logam cair, dan matanya menyala merah samar.
"Apa ini?" tanya Ren dengan nada khawatir.
Tiba-tiba, suara berat menggema dari pintu itu:
"Hanya mereka yang memiliki hati yang kuat dan tujuan yang jelas yang dapat melangkah lebih jauh. Apakah kalian siap untuk membuktikan diri?"
Ai melangkah maju, berdiri tegak di depan pintu. "Kami siap," katanya dengan tegas.
Mata naga di ukiran itu bersinar lebih terang, dan pintu mulai bergetar. Sebuah lingkaran bercahaya muncul di tanah di depan pintu, membentuk pola yang rumit.
"Lingkaran sihir lagi?" ujar Souta. "Apa ini ujian lain?"
"Sepertinya begitu," jawab Ai. Dia menoleh ke Itsuki yang masih berada di pelukan Aoi. "Itsuki, kau tidak perlu khawatir. Kami akan membantumu melewati ini."
Aoi mengangguk. "Aku akan memastikan Itsuki aman. Apa pun yang terjadi, dia adalah tanggung jawabku."
Lingkaran sihir itu mulai bercahaya lebih terang, dan suara dari pintu kembali terdengar:
"Buktikan bahwa kalian adalah kelompok yang bersatu. Tunjukkan kekuatan kalian sebagai satu kesatuan."
---
Ujian di Ruang Spasial
Ketika lingkaran sihir di bawah kaki mereka mulai bercahaya terang, suasana di sekeliling berubah drastis. Kabut tebal yang sebelumnya menyelimuti mereka perlahan memudar, digantikan oleh pemandangan ruang spasial yang luas. Langit di atas mereka penuh dengan bintang berkilauan, seolah mereka berdiri di tengah galaksi. Tanah tempat mereka berpijak berbentuk lingkaran besar, bercahaya biru dengan simbol-simbol kuno yang terus berputar di sekelilingnya. Ruangan itu seperti gelap tanpa cahaya, namun mereka dapat melihat dengan jelas apapun yang berada didalamnya.
"Apa ini...?" tanya Ren, memandangi sekeliling dengan kagum bercampur waspada.
"Sepertinya ini adalah ujian," jawab Ai dengan nada tegas. Dia menggenggam pedang pendek rampingnya, bersiap untuk menghadapi apapun yang akan muncul.
Tiba-tiba, dari kegelapan ruang spasial itu, muncul sosok-sosok yang menyeramkan. Makhluk-makhluk itu berbentuk seperti ksatria bayangan dengan armor hitam yang retak-retak, matanya bersinar merah menyala. Mereka membawa senjata yang berbeda-beda: pedang besar, tombak panjang, dan busur hitam. Jumlah mereka ada enam, cukup untuk membuat siapa pun merasa terintimidasi.
"Ini bukan musuh biasa," kata Souta, menarik busurnya dengan siaga. "Mereka terlihat seperti penjaga ruang ini."
Salah satu ksatria bayangan, yang tampak lebih besar dari yang lain, melangkah maju. Suaranya bergema, dalam dan dingin. "Kami memuji keberanian kalian, namun hormat kami hanya untuk mereka yang mampu bertahan. Bersiaplah!"
---
Pertarungan harga diri
Ai segera mengambil alih kendali. "Dengarkan aku! Kita tidak bisa ceroboh di sini. Dengarkan aku.
Aoi, kau di depan. Fokus pada pertahanan. Gunakan Shieldmu untuk melindungi kita dari serangan mereka.
Kaito, kau mendukung Aoi dari dekat. Gunakan seranganmu untuk menghancurkan pertahanan mereka.
Souta, tetap di belakang. Gunakan panah dan kemampuanmu untuk menyerang dari jauh.
Ren, gunakan sihirmu untuk memberikan dukungan serangan .
Riku, kau tetap di tengah. Gunakan sihirmu untuk mendukung dan menyembuhkan jika diperlukan.
Aku sendiri akan mencari celah untuk menyerang musuh yang lengah. Itsuki, tetap dekat dengan Riku dan jangan bergerak terlalu jauh."
Semua mengangguk, memahami peran mereka masing-masing.
---
Pertempuran Dimulai
Pertempuran dimulai dengan Aoi maju ke depan, Shield-nya bersinar terang, memblokir serangan pertama dari ksatria bayangan yang membawa pedang besar. Benturan itu memicu gelombang energi, namun Aoi tetap berdiri kokoh.
"Serang sekarang!" teriak Aoi.
Kaito melompat maju, pedang besarnya menyala dengan cahaya energi terang. Dengan sekali tebasan, dia berhasil melukai salah satu ksatria, membuatnya mundur beberapa langkah.
Dari belakang, Souta meluncurkan panahnya. Panah itu meluncur dengan presisi, menghantam ksatria yang memegang busur hitam, membuatnya kehilangan keseimbangan.
Ren melambaikan tangannya, mengaktifkan Flame Catalyst-nya. Bola api besar melesat ke arah musuh, menciptakan ledakan yang menerangi ruang spasial.
Di tengah pertempuran, Ai bergerak cepat, memanfaatkan kelincahannya untuk menyerang titik lemah musuh. Dengan pedangnya, dia berhasil menusuk celah di armor salah satu ksatria, membuatnya runtuh menjadi debu.
Namun, musuh tidak tinggal diam. Ksatria bayangan yang membawa tombak panjang melompat ke udara, menyerang dengan kecepatan luar biasa. Serangannya hampir mengenai Itsuki, namun Aoi dengan cepat melompat melindungi adiknya menggunakan Shield. Saat Aoi melangkah maju, perisai Shield di tangannya bersinar terang, siap untuk menahan serangan pertama. Di hadapannya, salah satu ksatria bayangan yang lebih besar dan lebih kuat dari yang lainnya, mengangkat tombaknya tinggi-tinggi dan menatap Aoi dengan mata merah menyala. Dengan kecepatan luar biasa, ksatria itu melesat ke depan, mengayunkan tombaknya dengan kekuatan yang cukup untuk menumbangkan pohon.
Aoi, yang sudah siap dengan perisainya, mengangkat perisai untuk menghadang serangan tersebut. Tombak itu menghantam perisai dengan suara gemuruh, menciptakan gelombang energi besar yang memaksa Aoi mundur beberapa langkah. Tetapi, efek dari Titan Shield berhasil meredam sebagian besar dampak serangan itu, meskipun Aoi merasakan tubuhnya terhuyung hebat.
"Ugh!" Aoi mengerang, merasakan tekanan luar biasa yang menghantam tubuhnya. Kekuatan serangan itu hampir membuatnya terjatuh, tetapi dia tetap berdiri kokoh, mengangkat perisainya untuk kembali bertahan.
"Jangan biarkan dia menyerang lagi!" teriak Ai, yang segera melompat maju untuk mendekati Aoi.
Namun, ksatria bertombak tidak memberi kesempatan. Ia menyerang lagi, kali ini dengan gerakan yang lebih cepat, menusukkan tombaknya ke arah Aoi dengan presisi mematikan. Aoi, yang tidak bisa menghindar dengan cepat, berusaha menangkis serangan itu dengan perisai, namun tombak itu menembus sedikit perisai dan mengenai sisi tubuh Aoi, membuatnya terhuyung mundur.
"Kakak!" teriak Itsuki, yang melihat kakaknya terluka.
Namun, Aoi tetap berdiri tegak, meskipun darah mengalir dari lukanya. "Aku baik-baik saja, lanjutkan!" teriaknya, meskipun suaranya terengah-engah.
Souta, yang berada di belakang, tidak tinggal diam. Dengan refleks cepat, dia menarik busurnya dan menembakkan panah dengat energi. Panah itu melesat dengan kecepatan luar biasa, menembus udara dengan akurasi sempurna. Sasarannya adalah salah satu ksatria bayangan yang berada di belakang Aoi, yang tampaknya sedang mempersiapkan serangan.
"Perfect Shot!" Souta berteriak, dan panahnya menghantam dada ksatria bayangan itu. Dada ksatria itu terbelah, dan ia terjatuh dengan suara keras ke tanah.
"Satu tumbang!" teriak Kaito, yang bergerak maju dengan pedang Elemental Great Sword-nya yang menyala. Dia memanfaatkan celah yang tercipta dari serangan Souta untuk menghantam salah satu ksatria bayangan yang sedang mendekat.
Dengan gerakan cepat, Kaito menyabetkan pedangnya, menciptakan ledakan energi yang mengarah langsung ke ksatria bayangan. Ledakan itu membuat ksatria itu terlempar mundur, tubuhnya terkoyak. Kaito tidak memberi kesempatan untuk bangkit, dan segera mengejarnya dengan serangan bertubi-tubi.
"Aku akan menghancurkanmu!" teriak Kaito dengan semangat tinggi, mengayunkan pedangnya ke arah musuh yang terhuyung.
Namun, saat Kaito sibuk dengan satu ksatria, musuh lainnya mulai bergerak. Seorang ksatria dengan tombak panjang berlari menuju Ai, mencoba menyerangnya dari belakang. "Ai-nee, hati-hati!" teriak Itsuki, yang melihat bahaya mendekat.
Ai, yang berada di dekat Aoi, dengan cepat menoleh dan melompat ke samping, menghindari serangan tombak yang meluncur dengan cepat. Dia segera mengayunkan pedang rampingnya dengan kecepatan tinggi, menghantam sisi tombak dan memaksanya terlempar ke samping.
Dengan gerakan gesit, Ai menyerang balik, menebas tubuh ksatria dengan gerakan yang sangat presisi. Pedang ramping itu menembus armor ksatria, membuatnya terjatuh ke tanah dengan suara gemuruh.
"Selesai!" seru Ai dengan senyum lelah, meskipun darah masih mengalir dari luka kecil di lengannya.
Namun, pertempuran belum selesai. Seorang ksatria bayangan dengan pedang besar maju dengan kekuatan penuh, mengayunkan pedangnya ke arah Aoi yang masih berusaha bertahan. Aoi, meskipun terluka, mengangkat perisai dengan usaha keras, menahan serangan besar itu. Namun, serangan itu terlalu kuat, dan Aoi kembali terdorong mundur.
"Kakak, TIDAK!" teriak Itsuki, yang mulai panik.
Tetapi Aoi tidak menyerah. Dengan tekad yang kuat, dia berdiri tegak tanpa memperdulikan rasa sakit dan lukanya. Tubuhnya sedikit bercahaya, seperti ada selubung tipis yang menyelimutinya, serangan berikutnya dari ksatria itu tidak dapat menembus perisainya. Semua serangan fisik yang diterima Aoi kini berkurang 50%, [PASIF IRON WALL TELAH DIDAPATKAN], memberinya kesempatan untuk melawan.
"Souta, bantu aku!" teriak Aoi, yang mulai merasakan kelelahan.
Souta, yang mendengar panggilan itu, segera menarik busurnya dan melesatkan panah ke arah ksatria bayangan yang sedang menyerang Aoi. Panah itu mengenai bagian leher ksatria, membuatnya terhuyung mundur dan akhirnya terjatuh ke tanah.
"Selesai!" kata Souta, menarik napas lega.
Namun, masih ada dua ksatria yang tersisa meskipun sudah terluka, mereka semakin mendekat. Mereka bergerak dengan koordinasi yang sangat baik, mencoba untuk mengepung kelompok itu.
"Ini akan mudah," kata Ai, mengerutkan kening. "Tetap fokus, kita harus tetap bekerja sama."
Riku, yang selama ini hanya diam, akhirnya bergerak. Dengan Healing Orb di tangannya, dia mengaktifkan sihir penyembuhan untuk menyembuhkan Aoi yang terluka. Healing Orb yang dia keluarkan menyebar ke seluruh tubuh Aoi, mempercepat proses pemulihan.
"Terima kasih, Riku," kata Aoi, meskipun masih terengah-engah. "Aku akan terus bertahan."
Sementara itu, Ren, yang sebelumnya memfokuskan serangannya dengan Flame Catalyst, kini memanfaatkan kekuatan api untuk menyerang musuh terakhir. Dengan satu gerakan tangan, bola api besar meluncur dari tangannya dan menghantam ksatria bayangan yang terakhir, menghanguskan tubuh keduanya dalam sekejap.
"Ini akhir dari kalian!" seru Ren, dengan tatapan penuh tekad.
Dengan serangan terakhir dari Ren, dua ksatria bayangan itu lenyap menjadi abu.
---
Pertempuran Berakhir
Setelah perjuangan panjang, kelompok itu akhirnya berhasil mengalahkan semua ksatria bayangan. Ketika musuh terakhir runtuh menjadi debu, simbol-simbol kuno di tanah mulai bersinar lebih terang.
"Apa yang terjadi sekarang?" tanya Itsuki dengan suara kecil, memegangi liontinnya.
Lingkaran sihir di bawah kaki mereka kembali aktif, mengirimkan mereka kembali ke depan pintu kastil. Pintu besar itu perlahan terbuka, mengungkapkan jalan masuk yang gelap namun penuh misteri.
"Kak Aoi, kau baik-baik saja?" tanya Itsuki, mendekati kakaknya yang masih terhuyung.
"Ya, aku baik-baik saja. Terima kasih, semuanya," jawab Aoi, meskipun dia terlihat sangat lelah.
"Jangan terlalu memaksakan diri," kata Ai, dengan nada lembut. "Kita akan istirahat sebentar sebelum melanjutkan perjalanan."
"Benar," tambah Kaito, yang tampaknya sudah kehabisan tenaga. "Kita harus berhati-hati, masih ada ujian lain yang menunggu."
Dengan nafas terengah-engah dan tubuh yang hampir kehabisan tenaga, kelompok itu mulai bergerak kembali menuju pintu kastil yang kini terbuka lebar.
---