Setelah itu, ambulance yang kami tumpangi pun pergi ke salah satu rumah sakit yang ada di Jakarta untuk melakukan pemeriksaan yang lebih detail terhadap Nadine. Namun, meskipun sudah dilakukan pemeriksaan secara detail, hasilnya pun tetap sama. Nadine tetap dinyatakan telah meninggal dunia.
Ketika Nadine telah dinyatakan meninggal dunia oleh pihak rumah sakit itu, aku hanya diam saja. Aku terus diam dengan pikiranku yang kosong. Aku masih tidak menyangka kalau Nadine telah pergi meninggalkanku disaat aku sudah mulai mencintainya.
Lalu, setelah Nadine dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit itu, pihak rumah sakit itu langsung bersiap untuk mengantarkan jenazah Nadine. Pihak rumah sakit itu lalu bertanya kepadaku tentang kemana jenazah Nadine akan diantarkan. Mendengar pertanyaan pihak rumah sakit itu, aku langsung menjawabnya dengan lesuh.
"Tunggu sebentar, pak. Tunggu orang tua dari istri saya datang kesini," ucapku.
Sebelumnya, tepat setelah Nadine dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit, aku yang masih tidak percaya dengan kematian Nadine langsung menghubungi kedua orang tua Nadine sekaligus kedua orang tuaku. Aku memberitahu mereka kalau kami berdua baru saja mengalami kecelakaan dan Nadine dinyatakan tewas akibat kecelakaan itu. Mereka yang mendengar kabar itu pun tidak menyangka dan tidak percaya atas kematian Nadine, sama sepertiku yang masih tidak percaya sampai saat ini. Kedua orang tuaku dan kedua orang tua Nadine kemudian memutuskan untuk langsung pergi ke rumah sakit tempat jenazah Nadine berada.
Karena baik kedua orang tuaku dan kedua orang tua Nadine sama-sama tinggal di Jakarta, mereka pun bisa datang ke rumah sakit tempatku berada dengan tepat waktu. Hanya sekitar 1 jam setelah aku memberi kabar ke mereka, mereka pun kini telah tiba di rumah sakit itu.
Setelah itu, mereka langsung pergi ke kamar jenazah tempat Nadine disemayamkan sebelum diantar. Aku pun juga ikut menemani mereka. Setelah sampai di ruang jenazah dan melihat jenazah Nadine, mereka semua pun langsung terkejut dan tidak menyangka kalau jenazah itu adalah Nadine. Kemudian, mereka semua pun langsung menangis.
"Nadine!, jangan pergi, nak," ucap ayah Nadine.
"Nadine!, *hiks *hiks kenapa kamu pergi meninggalkan ibu secepat ini, nak?," tanya ibu Nadine.
Kedua orang tua Nadine menangis sambil memegang dan memeluk jenazah Nadine. Tidak hanya mereka berdua saja yang memeluk jenazah Nadine, ibuku juga memeluk jenazah Nadine sambil menangis. Sementara, ayahku kini sedang memelukku sambil menangis.
"Rav, kamu yang sabar ya. Kamu harus ikhlas menerima kepergian Nadine," ucap ayahku.
Setelah mendengar perkataan ayahku, aku pun hanya menjawab dengan singkat.
"Iya," ucapku.
Pikiranku benar-benar kosong saat itu. Aku masih tidak percaya kalau Nadine telah meninggal.
Lalu, setelah itu, baik kedua orang tua Nadine dan kedua orang tuaku mulai menanyakan tentang kecelakaan yang aku dan Nadine alami. Aku dengan lesuh lalu mulai menjelaskan tentang kecelakaan yang aku alami kepada mereka.
Mobil milikku yang aku dan Nadine tumpangi tiba-tiba ditabrak oleh mobil lain dari samping kiri mobil kami ketika kami sedang melaju di sebuah perempatan yang terdapat lampu lalu lintas. Padahal saat itu, dari arah mobil kami melaju, lampu lalu lintas sedang menampilkan lampu berwarna hijau. Sedangkan di arah jalan yang lain sedang menampilkan lampu berwarna merah, termasuk dari jalan sebelah kiri ketika kami sedang melewati perempatan itu. Tetapi saat kami sedang melewati jalan itu, ada sebuah mobil yang terus melaju meskipun di jalan itu sedang menampilkan lampu lalu lintas berwarna merah. Mobil itu terus melaju dan menabrak beberapa motor yang sedang berhenti di jalan itu. Mobil itu baru berhenti melaju setelah mobil itu menabrak bagian kiri dari mobilku. Mobil itu menabrak tepat di pintu mobil dimana di dekat pintu mobil itu adalah tempat Nadine duduk. Karena mobil itu menabrak tepat di samping tempat dia duduk, Nadine pun mengalami luka yang cukup parah. Sementara aku yang duduk di sebelah kanannya sebagai pengemudi mobil hanya mengalami luka ringan saja.
Setelah kecelakaan itu terjadi, orang-orang yang ada di dekat tempat kecelakaan itu langsung mengerumuni tempat itu. Mereka langsung berusaha untuk menolong para korban kecelakaan itu, termasuk aku dan Nadine.
Tidak lama setelah terjadinya kecelakaan itu, ambulance pun mulai berdatangan. Nadine yang terluka cukup parah pun langsung dibawa oleh salah satu ambulance itu. Aku yang merupakan suaminya pun juga ikut menaiki ambulance itu untuk menemaninya. Karena saat itu aku sedang terburu-buru untuk menemani Nadine, aku jadi melupakan mobilku yang mengalami kerusakan akibat kecelakaan itu. Selain itu, aku juga tidak tahu bagaimana nasib pengemudi mobil yang menabrak mobilku. Soal mobilku dan pengemudi mobil itu, biar polisi saja yang mengurusnya.
Setelah aku menjelaskan tentang kronologi kecelakaan yang menimpaku dan Nadine, mereka pun kembali menangis. Mereka tidak menyangka kalau Nadine meninggal karena sebuah kecelakaan. Meskipun mereka sedang menangis karena kepergian Nadine, mereka tetap masih peduli kepadaku. Mereka bahkan menanyakan tentang kondisiku setelah mengalami kecelakaan itu, apalagi aku bilang kepada mereka kalau aku mengalami luka ringan akibat kecelakaan itu. Lalu dengan lesuh aku mengatakan kepada mereka kalau sekarang aku sudah baik-baik saja.
Setelah itu, 4 orang polisi tiba-tiba mendatangi kami yang sedang berbincang. Alasan mereka mendatangi kami karena mereka ingin mendata korban dari kecelakaan itu. Mereka mengetahui kalau hampir semua korban dari kecelakaan itu dibawa ke rumah sakit ini.
Aku yang termasuk korban dari kecelakaan itu kemudian dengan lesuh langsung memberitahu mereka kalau aku merupakan pengguna mobil yang termasuk dalam salah satu korban kecelakaan itu. Aku juga memberitahu kalau Nadine yang merupakan istriku juga termasuk salah satu korban dari kecelakaan itu. Aku juga memberitahu mereka kalau Nadine telah meninggal karena kecelakaan itu. Mendengar hal itu, keempat polisi itu lalu menyampaikan bela sungkawa kepadaku.
Setelah itu, keempat polisi itu berjanji kalau mereka akan mengurus laporan untukku agar aku bisa mendapatkan asuransi atas kecelakaan yang menimpaku.
Kemudian, setelah selesai mendataku dan Nadine, keempat polisi itu berniat untuk pergi ke ruangan yang lain yang ada di rumah sakit itu karena di rumah sakit itu juga ada korban dari kecelakaan itu. Sebelum keempat polisi itu pergi, aku menanyakan tentang pengemudi mobil yang menabrak mobilku. Polisi itu bilang kalau pengemudi mobil yang menabrak mobilku itu mengalami luka yang cukup parah dan saat ini pengemudi itu juga sedang di rawat di rumah sakit ini. Jadi pengemudi itu saat ini belum bisa dimintai keterangan tentang kecelakaan itu. Lalu, polisi itu juga bilang kalau mobilku yang telah rusak saat ini telah dibawa ke kantor polisi yang dekat dengan lokasi kecelakaan itu. Padahal aku tidak menanyakan tentang mobilku tetapi mereka justru berinisiatif memberitahuku soal itu.
Setelah memberitahu tentang kondisi pengemudi mobil yang menabrakku, keempat polisi itu lalu langsung pergi meninggalkan kami.
Setelah itu, kami pun langsung mengadakan diskusi tentang tempat persemayaman jenazah Nadine. Kedua orang tua Nadine meminta izin kepadaku dan kedua orang tuaku untuk menyemayamkan jenazah Nadine di rumah mereka. Aku dan kedua orang tuaku pun tidak keberatan jika Nadine ingin disemayamkan di rumah kedua orang tuanya. Karena tempat persemayamannya sudah diputuskan, aku langsung memberitahu pihak rumah sakit untuk mengantarkan jenazah Nadine ke rumah kedua orangnya. Aku pun memberitahu alamat lengkap rumah kedua orang tua Nadine ke pihak rumah sakit itu.
Beberapa menit kemudian, jenazah Nadine yang berada di kamar jenazah kemudian langsung dibawa ke salah satu ambulance yang dimiliki oleh pihak rumah sakit itu. Setelah itu, jenazah Nadine pun langsung diantarkan oleh ambulance itu ke rumah kedua orang tuanya.
Aku ikut menaiki ambulance yang mengantar jenazah Nadine. Tidak hanya aku saja, ibuku dan ibu Nadine juga ikut menaiki ambulance yang mengantar jenazah Nadine. Sementara ayahku dan ayah Nadine pergi dengan menggunakan kendaraan yang mereka bawa sebelumnya ketika menuju ke rumah sakit itu.
Ketika berada di dalam ambulance yang sedang melaju itu, aku hanya bisa terdiam sambil melihat jenazah Nadine yang sudah ditutupi oleh kain. Air mataku tidak berhenti mengalir saat aku melihat ke arah jenazah Nadine. Aku masih tidak percaya kalau Nadine telah meninggal dunia.
Tidak hanya aku saja yang sedang menangis di ambulance itu, ibuku dan ibu Nadine juga ikut menangis sambil memegangi tubuh Nadine yang telah terbujur kaku.
"Nadine....*hiks....*hiks," ucap ibu Nadine sambil menangis.
Melihat ibuku dan ibu Nadine menangis, aku hanya diam saja sambil membiarkan air mata terus keluar dari kedua mataku.
-
1 jam kemudian.
Ambulance yang membawa jenazah Nadine pun telah tiba di depan rumah orang tua Nadine yang berada di daerah Jakarta Selatan. Orang-orang yang sudah berkumpul di rumah orang tua Nadine setelah mengetahui kabar meninggalnya Nadine pun langsung menyambut kedatangan ambulance itu. Beberapa dari mereka terlihat menangis ketika ambulance itu tiba dan sisanya terlihat memasang ekspresi yang sedih.
Setelah ambulans itu tiba dan berhenti di depan rumah orang tua Nadine, pintu ambulance itu langsung dibuka dan aku pun secara perlahan mulai turun dari ambulance itu bersama dengan ibuku dan ibu Nadine. Setelah turun dari ambulance itu, ayah Nadine yang telah sampai lebih dulu lalu mengatakan sesuatu kepada orang-orang yang berada di sekitar ambulance yang baru datang itu.
"Bapak-bapak, tolong bantu untuk mengangkat jenazah putri saya dan bawa ke dalam rumah saya," ucap ayah Nadine
Ayah Nadine meminta tolong kepada para lelaki yang berada di sekitar ambulance untuk membantu mengangkat jenazah Nadine ke dalam rumah.
"Baik, pak," ucap para lelaki itu.
Para lelaki itu lalu langsung bergegas menghampiri pintu ambulance untuk mengangkat jenazah Nadine. Melihat mereka yang ingin mengangkat jenazah Nadine, aku pun berniat untuk membantu mengangkatnya juga. Tetapi ketika aku mau menghampiri jenazah Nadine, tiba-tiba ada seseorang yang langsung memelukku.
"Lu harus tetap sabar, bro. Gw tahu kalau ini berat buat lu," ucap seorang laki-laki.
Aku tidak terkejut sama sekali dan hanya berekspresi datar ketika dipeluk oleh laki-laki itu. Sambil berekspresi datar, aku lalu melihat dan memperhatikan laki-laki yang memelukku itu.
"Noa.....," ucapku setelah melihat laki-laki yang memelukku itu.
Laki-laki itu bernama Noa. Nama lengkapnya adalah Noa Kaivan, dia merupakan sahabatku sejak Sekolah Dasar. Selain menghubungi kedua orang tuaku dan kedua orang tua Nadine, aku juga menghubunginya tepat setelah Nadine dinyatakan meninggal oleh pihak rumah sakit. Aku juga memberitahunya tentang lokasi persemayaman Nadine, maka dari itu dia bisa ada disini.
Saat aku masih dipeluk oleh Noa, tiba-tiba bahu kananku dipegang oleh seseorang. Menyadari kalau bahuku sedang dipegang, aku lalu menoleh ke arah orang yang memegang bahuku itu.
"Vyn....," ucapku setelah melihat orang yang memegang bahu kananku itu.
Orang yang memegang bahu kananku adalah seorang laki-laki yang memakai kacamata. Nama orang itu adalah Vyn, Vyn Aryan. Dia juga merupakan sahabatku dari Sekolah Dasar sama seperti Noa. Bisa dibilang, Noa dan Vyn merupakan sahabat yang tidak tergantikan bagiku karena kami selalu bersama-sama mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas bahkan hingga Universitas. Karena itu, selain Noa, aku juga memberitahunya tentang meninggalnya Nadine dan lokasi persemayamannya.
"Turut berduka cita, bro. Lu harus sabar dan ikhlas ya," ucap Vyn sambil memegang bahu kananku.
Aku pun hanya diam saja setelah mendengar Vyn berbicara.
Setelah itu, saat aku masih dipeluk oleh Noa dan dipegang oleh Vyn, jenazah Nadine pun mulai diangkat dan dibawa oleh para lelaki itu menuju ke dalam rumah orang tua Nadine.
Setelah jenazah Nadine sudah ditaruh di dalam rumah, beberapa orang mulai mendekati jenazah Nadine yang terbaring di sebuah tikar yang menjadi alas tempat persemayamannya. Beberapa orang yang mendekati Nadine diantaranya adalah aku, Noa, Vyn, kedua orang tuaku dan juga kedua orang tua Nadine.
Saat ini, aku sedang duduk sambil melihat ke arah jenazah Nadine dengan kondisi kedua mata yang masih mengeluarkan air mata. Noa dan Vyn yang duduk di sampingku juga sedang melihat ke arah jenazah Nadine. Ekspresi mereka terlihat sedih.
"Nadine...," ucapku dengan suara pelan sambil melihat ke arah jenazah Nadine.
Setelah aku mengatakan itu, aku merasakan kalau kedua bahuku sedang dipegang oleh seseorang. Tanpa berbalik atau menoleh, aku sudah tahu kalau orang yang memegang kedua bahuku adalah Noa dan Vyn yang sedang duduk di sampingku.
Noa dan Vyn terus mengelus memegang bahuku ketika aku sedang melihat jenazah Nadine. Sementara itu, isak tangis terus terdengar di sekitar tempat jenazah Nadine disemayamkan. Aku mendengar ibuku dan ibu Nadine terus menangis. Bahkan ibu Nadine berkali-kali menangis sambil memanggil nama Nadine.
"Nadine...*hiks *hiks... Nadine...," ucap ibu Nadine sambil menangis.
Ketika ibu Nadine menangis sambil memanggil nama Nadine, ayah Nadine langsung menenangkannya.
"Ibu yang tenang ya," ucap ayah Nadine.
Di antara suara isak tangis yang terdengar itu, aku juga mendengar suara tangisan adik perempuan Nadine yang bernama Rania. Nadine dan Rania merupakan 2 bersaudara, jadi Rania merupakan satu-satunya adik Nadine. Sebelumnya Rania tidak ikut ke rumah sakit bersama kedua orang tua Nadine dan hanya tinggal di rumah ini saja.
Lalu sama seperti ibu Nadine, Rania juga menangis sambil memanggil nama Nadine.
"Kak Nadine.....*hiks *hiks," ucap Rania sambil menangis.
Setelah itu, para kerabat, teman dan rekan kerjaku baik itu teman dan rekan kerja Nadine maupun teman dan rekan kerjaku mulai berdatangan ke rumah ini untuk menyampaikan belasungkawa. Meskipun teman dan rekan kerjaku mulai berdatangan untuk menyampaikan belasungkawa, aku tidak beranjak dari tempatku yang sedang duduk sambil melihat jenazah Nadine. Aku memilih untuk tidak meninggalkan tempat itu untuk menemui mereka di depan rumah. Meski begitu, mereka yang mulai berdatangan memaklumi keadaanku yang baru saja kehilangan Nadine. Meski aku tidak bisa menemui mereka di depan rumah, mereka sendiri yang masuk ke dalam rumah untuk menemuiku. Alasan mereka masuk ke dalam rumah bukan hanya untuk menemuiku, tetapi juga ingin melihat jenazah Nadine untuk terakhir kalinya sebelum dimakamkan.
Teman dan rekan kerjaku yang sudah melihat jenazah Nadine tidak bisa menyembunyikan kesedihan ataupun air mata mereka, begitupun juga teman dan rekan kerja Nadine yang datang. Beberapa di antara teman dan rekan kerja Nadine khususnya yang wanita bahkan sampai memeluk jenazah Nadine sambil menangis.
2 di antara teman Nadine yang sedang menangis sambil memeluk memeluk jenazah Nadine adalah Karina dan Alisha. Mereka berdua merupakan teman dekat Nadine. Mereka sudah berteman sejak Sekolah Menengah Pertama karena mereka bersekolah di sekolah yang sama. Di Sekolah Menengah Atas pun mereka juga bersekolah di sekolah yang sama. Mereka bertiga juga 1 kelas saat di Sekolah Menengah Atas. Karena di Sekolah Menengah Atas aku juga 1 kelas dengan Nadine, bisa dibilang mereka berdua juga teman sekelasku meskipun saat itu aku tidak begitu akrab dengan mereka karena aku pun saat itu juga tidak berbicara sama sekali dengan Nadine.
"Nadine.....*hiks *hiks," ucap Karina.
"Nadine, kok lu bisa pergi secepat ini?," ucap Alisha.
Sementara untuk teman dan rekan kerjaku, mereka semua mencoba untuk menguatkanku setelah aku ditinggalkan oleh Nadine. Mereka bahkan mengajakku untuk berbicara meskipun aku hanya menanggapi mereka dengan singkat.
-
Kemudian, malam hari pun telah tiba. Jenazah Nadine masih akan disemayamkan di rumah orang tuanya malam ini karena sebelumnya jenazah Nadine tiba di rumah orang tuanya saat menjelang sore hari. Jadi tidak ada banyak waktu untuk memakamkan jenazah Nadine dan jenazah Nadine diputuskan baru akan dimakamkan besok siang.
Lalu malam pun semakin larut. Teman-teman dan rekan kerjaku maupun teman-teman dan rekan kerja Nadine yang sebelumnya berdatangan satu persatu mulai pulang kembali ke tempat mereka masing-masing, tak terkecuali Vyn dan Noa. Mereka juga memutuskan untuk pulang karena malam sudah semakin larut. Tetapi mereka berdua dan beberapa teman serta rekan kerja yang lain berjanji untuk menyempatkan waktu mereka untuk datang ke pemakaman Nadine.
"Maaf, bro, gw nggak bisa terus menemani lu karena gw harus pulang. Tetapi lu tenang saja, besok gw akan kembali menemani lu saat pemakaman Nadine," ucap Noa.
"Gw juga minta maaf karena nggak bisa menemani lu sepanjang malam ini, bro. Tetapi sama seperti Noa, gw janji kalo besok gw akan menemani lu lagi," ucap Vyn.
"Iya," jawabku singkat.
Setelah itu, Noa dan Vyn lalu pamit kepadaku serta kepada semua orang yang ada di ruangan itu termasuk kepada kedua orang tuaku dan kedua orang tua Nadine. Kemudian, mereka pun langsung pulang ke tempat mereka masing-masing.
Dengan pulangnya Noa dan Vyn, kini teman-temanku yang sebelumnya datang pun telah pulang semua. Lalu setelah teman-temanku pulang, orang-orang tepatnya warga sekitar yang sebelumnya berdatangan untuk menyampaikan bela sungkawa pun juga telah pulang. Saat ini, di ruangan tempat jenazah Nadine disemayamkan hanya ada aku, kedua orang tuaku, kedua orang tua Nadine, Rania dan beberapa kerabat saja.
Beberapa menit kemudian, ayahku dan ayah Nadine mulai meninggalkan ruangan itu untuk pergi ke luar rumah. Sementara Rania, ibuku, ibu Nadine serta beberapa kerabat yang ada di ruangan itu juga pergi meninggalkan ruangan itu, tetapi mereka semua tidak pergi ke luar rumah melainkan pergi ke bagian dalam rumah.
Ketika mereka mau pergi ke bagian dalam rumah, ibu Nadine tiba-tiba berbicara kepadaku.
"Rav, jika kamu lelah dan mengantuk, kamu istirahat saja. Di dalam masih ada ruangan kosong yang bisa kamu pakai untuk beristirahat," ucap ibu Nadine.
Ketika ibu Nadine mengatakan itu, matanya terlihat bengkak karena sejak tadi ibu Nadine terus menangis ketika melihat jenazah Nadine yang terbaring. Lalu setelah ibu Nadine mengatakan itu, aku pun langsung menanggapi perkataannya.
"Tidak usah, Bu. Aku belum mau istirahat. Aku mau menemani Nadine saja sepanjang malam ini," ucapku.
Setelah aku mengatakan itu, ibu Nadine lalu tersenyum kecil.
"Ya sudah jika itu mau kamu," ucap ibu Nadine.
Setelah itu, ibu Nadine pun melanjutkan langkahnya untuk masuk ke bagian dalam rumah menyusul ibuku, Rania dan beberapa kerabat yang sudah masuk lebih dulu.
Setelah itu, aku lalu menoleh dan melihat kembali ke arah jenazah Nadine yang sedang terbaring. Saat ini, di ruangan ini hanya ada aku sendiri saja bersama dengan jenazah Nadine. Saat melihat jenazah Nadine yang terbaring, aku masih tidak percaya kalau Nadine telah meninggal. Aku kemudian mulai mengingat kenanganku bersama Nadine. Tidak hanya kenangan saat aku dan Nadine sudah menikah saja, aku juga mengingat kenangan waktu aku dan Nadine masih kecil dimana kami masih akrab sampai kenangan disaat hubungan kami merenggang akibat 'kejadian itu'. Saat mengingat kenangan-kenangan itu, tak terasa air mata sudah mengalir keluar dengan sangat deras dari kedua mataku. Saat itu, aku benar-benar menangis karena mengingat kenangan itu.
"Nadine...," ucapku sambil menangis.
Setelah itu, disaat beberapa orang yang berada di rumah ini telah tidur atau sedang berada di luar rumah untuk berbicara dengan warga sekitar, aku tetap setia menemani Nadine di ruangan itu. Aku terus terjaga sepanjang malam untuk menemani Nadine karena aku tahu kalau malam itu akan menjadi momen terakhir aku bisa menemani Nadine karena esok hari Nadine akan dimakamkan.
Lalu disaat aku terus terjaga untuk menemani Nadine, tidak terasa kalau malam yang singkat itu ternyata telah berakhir. Pagi pun telah tiba dan itu berarti jenazah Nadine akan segera dimakamkan.
-Bersambung