Beberapa menit kemudian, aku pun mulai berdiri kembali setelah sebelumnya terus berjongkok sambil melihat makam Nadine. Meskipun aku sudah berdiri, aku terus melihat ke makam Nadine yang berada di depanku. Aku melihat ke makam Nadine sambil terdiam selama beberapa saat. Tidak lama kemudian, aku mulai mengatakan sesuatu dengan pelan.
"Aku pulang dulu ya, Nadine. Tetapi kamu tidak perlu khawatir, aku akan sering-sering datang kesini lagi untuk menemanimu," ucapku.
Setelah mengatakan itu, air mata kembali mengalir keluar dari kedua mataku. Aku sama sekali tidak berusaha untuk mengusap atau membasuh air mata yang keluar itu dan terus membiarkannya. Aku masih tidak percaya kalau Nadine telah meninggal, tetapi sepertinya mulai saat ini aku memang harus menghadapi kenyataan kalau Nadine telah meninggal.
Setelah itu, aku secara perlahan mulai berbalik untuk meninggalkan makam Nadine. Setelah berbalik, aku lalu mulai berjalan perlahan untuk meninggalkan makam Nadine. Setiap aku melangkah untuk meninggalkan makam Nadine, langkahku terasa berat. Aku merasa seperti enggan untuk meninggalkan makam Nadine tetapi aku harus melakukannya.
Lalu beberapa menit kemudian, setelah berusaha keras untuk melangkah meninggalkan makam Nadine, akhirnya aku sampai di pintu masuk pemakaman tempat Nadine dimakamkan. Di pintu masuk pemakaman itu ternyata sudah ada Noa dan Vyn yang telah menungguku.
"Bro," ucap Noa.
Aku pun langsung menoleh ke arah Noa setelah dia memanggilku.
"Kalian....," ucapku singkat.
"Gw sama Vyn tahu kalau lu pasti belum menerima kalau Nadine telah meninggal. Lu pasti ingin terus berlama-lama di makam Nadine. Tetapi gw sama Vyn yakin kalau lu pasti bakal pulang. Jadi gw sama Vyn memutuskan untuk menunggu lu disini. Gw sama Vyn khawatir kalau misalnya lu pulang sendirian takutnya lu nanti kenapa-kenapa, apalagi saat ini lu kelihatannya sedang lemas," ucap Noa.
"Itu benar, bro," ucap Vyn.
Aku hanya terdiam setelah mendengar perkataan mereka berdua. Meski aku hanya terdiam, Noa kembali berbicara kepadaku.
"Lu udah selesai menghabiskan waktu di makam Nadine kan? Kalau begitu ayo pulang, bro. Orang-orang nanti pada khawatir kalau lu nggak pulang," ucap Noa.
"Iya," ucapku singkat.
Setelah itu, aku, Noa dan Vyn pun mulai pergi meninggalkan pemakaman tempat Nadine dimakamkan. Kami bertiga memutuskan untuk kembali ke rumah orang tua Nadine.
Lalu sekitar 20 menit kemudian, kami bertiga pun akhirnya sampai di rumah orang tua Nadine. Di rumah orang tua Nadine, terlihat masih ada beberapa orang yang berkumpul di halaman depan rumah orang tua Nadine. Di antara orang-orang yang masih berkumpul itu adalah beberapa kerabat, saudara, teman dan rekan kerja serta para warga yang tinggal di sekitar rumah orang tua Nadine. Tidak hanya itu, aku juga melihat ada ayah Nadine serta ayahku di halaman depan itu. Mereka berdua sedang berbincang dengan beberapa saudara dan warga sekitar. Ketika ayah Nadine dan ayahku sedang berbicara dengan mereka, mereka berdua tiba-tiba langsung menoleh ke arahku yang baru saja tiba.
"Akhirnya kamu pulang juga, Rav," ucap ayah Nadine.
"Iya, pak," ucapku singkat.
"Ya sudah, karena kamu sudah pulang, sekarang kamu masuk ke dalam, Rav. Kamu lebih baik istirahat terlebih dahulu. Dari semalam kamu belum tidur karena terus menemani Nadine, kan ?," tanya ayah Nadine
Noa dan Vyn terlihat terkejut setelah mendengar perkataan pak Indra.
"Lu dari semalam belum tidur, bro? Pantes aja lu kelihatan lemas," ucap Noa.
"Iya," ucapku.
"Buset, bisa-bisanya lu belum tidur dari semalam, bro. Sekarang lebih baik lu segera tidur dan istirahat, bro," ucap Vyn.
"Benar kata Vyn, mending sekarang lu segera tidur dan istirahat," ucap Noa.
"Iya, nanti," ucapku singkat.
Noa dan Vyn hanya diam saja setelah aku menanggapi perkataan mereka dengan singkat. Sementara ayah Nadine terlihat tersenyum dan kemudian beliau kembali berbicara kepadaku.
"Ya sudah jika kamu bilang begitu. Pokoknya nanti kamu harus segera istirahat ya, Rav," ucap ayah Nadine.
"Iya, pak," ucapku.
Setelah aku berbicara dengan ayah Nadine, beberapa teman dan rekan kerjaku yang juga berada di halaman depan rumah orang tua Nadine langsung menghampiriku. Mereka lalu mengajakku untuk berbincang atau berbicara. Meskipun mereka telah mengajakku untuk berbicara, aku hanya menanggapi mereka dengan singkat.
Lalu beberapa menit kemudian, beberapa teman dan rekan kerjaku itu mulai pamit untuk pulang atau kembali ke tempat mereka masing-masing. Mereka pamit sambil meyampaikan kata-kata kepadaku. Kata-kata yang sampaikan itu ditujukan agar aku bisa kuat dan sabar setelah aku kehilangan Nadine.
Tidak lama setelah beberapa teman dan rekan kerjaku pergi pulang, Noa dan Vyn pun juga ikut pamit untuk pulang.
"Bro, gw pulang dulu ya. Gw masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan," ucap Vyn.
"Gw juga pulang dulu, bro. Sama seperti Vyn, gw juga ada pekerjaan yang harus diselesaikan,"
"Kalau lu butuh sesuatu, jangan sungkan-sungkan untuk menghubungi gw sama Vyn," ucap Noa.
"Iya, jangan sungkan-sungkan, bro," ucap Vyn.
"Iya," ucapku singkat.
Setelah itu, Noa dan Vyn mulai berpamitan dengan orang-orang yang masih berkumpul di halaman depan rumah orang tua Nadine. Setelah berpamitan dengan orang-orang itu, Noa dan Vyn kembali berpamitan denganku.
"Ya udah gw balik dulu, bro," ucap Noa.
"Jaga diri lu baik-baik, bro. Jangan lupa untuk menghubungi gw sama Noa kalau lu butuh sesuatu," ucap Vyn.
"Iya," ucapku singkat.
Setelah itu, Noa dan Vyn pun langsung bergegas meninggalkan rumah orang tua Nadine. Tetapi sebelum mereka pergi, aku langsung memanggil mereka berdua.
"Noa, Vyn," ucapku.
Mereka berdua yang awalnya mau pergi pun langsung berhenti setelah aku secara tiba-tiba memanggil mereka berdua. Mereka langsung berbalik dan menoleh ke arahku. Setelah mereka menoleh ke arahku, aku langsung mengatakan sesuatu kepada mereka.
".....Terima kasih," ucapku.
Noa dan Vyn pun langsung terkejut setelah aku mengatakan itu, tetapi tidak lama kemudian mereka berdua langsung tersenyum.
"Santai aja, bro. Nggak usah kaku kayak gitu," ucap Noa.
"Itu benar, lagipula kita sudah berteman sejak lama," ucap Vyn.
Aku pun sedikit tersenyum setelah mendengar perkataan mereka itu.
"Hanya itu aja yang ingin lu katakan, bro?," tanya Noa.
"Iya," ucapku.
"Ya sudah. Kalau begitu gw sama Vyn mau balik dulu. Sampai nanti, bro," ucap Noa.
"Iya," ucapku.
Setelah itu, Noa dan Vyn pun mulai pergi meninggalkan rumah orang tua Nadine.
Setelah Noa baru saja pulang, ayahku dan juga ayah Nadine yang masih ada di halaman depan pun langsung menghampiriku.
"Semua temanmu kini sudah pulang, Rav. Bahkan Noa dan Vyn juga sudah pulang. Sekarang kamu masuk ke dalam sana, kamu harus istirahat," ucap ayahku.
"Itu benar, Rav. Kamu gunakan saja kamar yang dulu dipakai Nadine untuk istirahat," ucap ayah Nadine.
"Baik," ucapku singkat.
Setelah itu, aku pun langsung masuk ke dalam rumah orang tua Nadine. Di dalam rumah, tepatnya di ruang depan rumah itu, terlihat masih ada beberapa orang. Beberapa orang itu merupakan kerabat dan saudara dari orang tua Nadine. Mereka kini sedang berbicara dengan ibu Nadine dan juga ibuku. Tidak terlihat ada Rania di antara mereka.
Melihat aku yang baru saja masuk, ibuku dan ibu Nadine yang sebelumnya sedang berbincang dengan kerabat dan saudara pun langsung menoleh ke arahku.
"Kamu akhirnya pulang juga dari pemakaman, Rav. Mamah dengar barusan kamu sedang berbincang dengan teman-temanmu. Jika kamu ada disini, apa itu berarti teman-temanmu sudah pulang?," tanya ibuku.
"Sudah, mah," ucapku.
"Ya sudah, sekarang kamu langsung istirahat saja. Kamu pastinya sangat lelah karena kamu belum tidur dari kemarin," ucap ibuku.
"Iya, mah," ucapku.
Setelah itu, ibu Nadine tiba-tiba berbicara kepadaku.
"Kamu gunakan saja kamar yang dulu dipakai Nadine, Rav. Biar ibu antarkan kamu ke kamar Nadine," ucap ibu Nadine.
Setelah mengatakan itu, ibu Nadine yang sebelumnya sedang duduk mulai berdiri dan hendak pergi mengantarku menuju kamar yang dulu dipakai Nadine di rumah ini. Tetapi sebelum ibu Nadine melangkahkan kakinya untuk pergi ke kamar itu, aku langsung menghentikannya.
"Tidak usah mengantarku, bu. Aku tahu kamarnya ada dimana," ucapku.
Setelah mendengar perkataanku, Ibu Nadine pun menghentikan langkahnya dan kembali berbalik ke arahku.
"Ya sudah kalau kamu tahu kamarnya dimana. Pokoknya sesampainya kamu di kamar itu, kamu harus langsung istirahat ya," ucap ibu Nadine.
"Baik, bu," ucapku.
Setelah itu, aku secara perlahan mulai melangkahkan kakiku untuk menuju kamar yang dulunya sempat dipakai Nadine ketika dia masih tinggal di rumah ini.
Tidak lama kemudian, aku pun tiba di kamar itu. Ketika aku tiba di kamar itu, aku melihat seorang perempuan yang sedang duduk di tepi tempat tidur yang ada di kamar itu. Perempuan itu adalah Rania yang merupakan adik Nadine. Dia sedang duduk di tepi tempat tidur itu sambil menangis.
"Kak Nadine...*hiks *hiks," ucap Rania.
Rania saat ini sedang duduk di tepi tempat tidur itu sambil membelakangiku, jadi dia tidak mengetahui kalau aku juga berada di kamar itu. Melihat Rania yang sedang duduk sambil menangis, aku memutuskan untuk tidak menggunakan kamar itu untuk beristirahat. Aku ingin membiarkan Rania terus menangis di kamar itu sepuasnya. Aku pun kemudian langsung pergi meninggalkan kamar itu.
Aku kembali ke ruang depan tempat ibuku, ibu Nadine dan beberapa kerabat berada. Begitu aku sampai di ruang depan itu, ibuku serta ibu Nadine terlihat bingung ketika melihatku yang kembali ke ruang depan itu.
"Kenapa kamu kembali kesini, Rav? Bukankah ibu sudah bilang untuk langsung beristirahat di kamar Nadine? ," tanya ibu Nadine.
Aku pun langsung menjawab pertanyaan ibu Nadine.
"Di kamar Nadine ada Rania, bu," ucapku.
"Rania? Ya sudah, biar ibu minta kepadanya untuk keluar dari kamar itu," ucap ibu Nadine.
Setelah itu, ibu Nadine yang awalnya sedang duduk pun langsung berdiri dan bersiap untuk pergi ke kamar Nadine. Tetapi sebelum ibu Nadine pergi ke kamar Nadine, aku langsung mengatakan sesuatu untuk menghentikannya.
"Tidak perlu untuk meminta Rania keluar, bu. Biarkan saja dia tetap disana," ucapku.
Ibu Nadine pun langsung menghentikan langkahnya setelah mendengar perkataanku itu. Beliau kemudian langsung menanggapi perkataanku.
"Jika Rania terus berada di kamar Nadine, kamu jadi tidak bisa beristirahat, Rav. Oh iya, karena Rania sedang berada di kamar Nadine, kamu istirahat saja di kamar Rania, Rav," ucap ibu Nadine.
"Tidak usah, Bu. Aku sepertinya mau pulang ke rumahku dan Nadine saja, aku mau beristirahat disana," ucapku.
Ibuku dan ibu Nadine terlihat sedikit terkejut setelah mendengar perkataanku.
"Kamu mau pulang ke rumahmu, Rav?," tanya ibuku.
"Iya," ucapku.
"Memangnya kenapa, Rav? Apa kamu tidak mau beristirahat disini?," tanya ibu Nadine.
"Bukan begitu, bu. Aku memang ingin beristirahat, tetapi sepertinya aku ingin menenangkan diriku juga. Di rumah ini memang aku bisa beristirahat tetapi sepertinya aku tidak bisa menenangkan diri disini karena di rumah ini masih ada banyak orang. Jadi aku ingin pulang saja ke rumahku dan Nadine. Aku ingin beristirahat sekaligus menenangkan diriku di rumahku dan Nadine. Lagipula sekarang aku hanya tinggal sendiri di rumah itu," ucapku sambil sedikit tersenyum.
Ibuku dan ibu Nadine pun langsung terdiam setelah mendengar perkataanku. Melihat mereka yang terdiam, aku lalu memutuskan untuk langsung pamit ke mereka.
"Ya sudah, bu, mah, aku pulang dulu ya," ucapku.
Setelah mengatakan itu, aku kemudian mulai pamit kepada ibuku dan ibu Nadine sekaligus kepada beberapa kerabat yang masih ada di ruangan itu. Tetapi sebelum aku mulai pamit kepada mereka, ibu Nadine tiba-tiba mengatakan sesuatu kepadaku.
"Tunggu sebentar, Rav," ucap ibu Nadine.
Aku pun langsung berhenti dan terdiam setelah mendengar perkataan beliau. Setelah itu, ibu Nadine pergi ke belakang tepatnya ke dapur. Ibu Nadine berada di dapur itu cukup lama, sementara aku yang masih berada di ruang depan hanya terdiam sambil menunggu beliau.
Lalu beberapa menit kemudian, ibu Nadine pun kembali ke ruang depan sambil membawa sekantung plastik berukuran cukup besar.
"Boleh saja jika kamu ingin pulang ke rumahmu, tetapi tolong bawa ini juga. Ini adalah makanan untukmu. Seingat ibu, kamu belum makan sejak kita tiba di rumah ini dari rumah sakit kan? Nanti sebelum kamu beristirahat, makanlah dulu," ucap ibu Nadine.
"Baik, bu," ucapku.
Setelah itu, aku menerima sekantung plastik yang diberikan oleh ibu Nadine. Kemudian, aku lalu pamit ke ibu Nadine.
"Aku pulang dulu, bu," ucapku.
"Iya, hati-hati," ucap ibu Nadine.
Setelah itu, aku lalu menghampiri ibuku untuk pamit.
"Aku pulang dulu, mah," ucapku.
"Iya, tetapi kamu pulang naik apa, Rav? Mobil kamu kan masih berada di kantor polisi. Kamu kesini juga tidak membawa kendaraan lain. Apa kamu mau diantar oleh papamu?," tanya ibuku.
"Aku pulang naik ojek online aja, mah. Papa biar terus disini aja sampai nanti pulang bersama mamah," ucapku.
"Ya sudah jika kamu maunya begitu. Hati-hati ya, Rav," ucap ibuku.
"Iya, mah," ucapku.
Setelah itu, aku lalu pamit kepada para kerabat yang masih ada di ruang depan itu. Setelah aku sudah pamit kepada mereka semua, aku lalu langsung pergi ke halaman depan rumah.
Ketika aku sudah berada di halaman depan rumah, aku melihat ayahku dan ayah Nadine masih berada di halaman depan rumah. Mereka berdua masih berbincang dengan beberapa kerabat dan warga sekitar yang masih berkumpul di halaman depan rumah. Ketika melihatku yang baru saja keluar dari ruang depan, ayahku dan ayah Nadine yang sedang berbincang pun langsung menoleh ke arahku. Mereka berdua terlihat bingung karena aku keluar sambil membawa sekantung plastik berukuran cukup besar.
"Kenapa belum istirahat, Rav? Selain itu, kantung plastik apa yang dibawah olehmu itu?," tanya ayahku.
"Kantung plastik ini isinya makanan, pah. Ibu memberikan makanan ini agar aku bisa makan di rumahku," ucapku.
Ayahku semakin bingung setelah mendengar perkataanku.
"Agar kamu bisa makan di rumahmu? Apa kamu ingin pulang, Rav?," tanya ayahku.
"Iya, pah. Aku ingin pulang ke rumahku sekarang," ucapku.
Ayahku terlihat sedikit terkejut setelah mendengar itu. Tidak hanya ayahku saja, ayah Nadine pun juga sedikit terkejut. Beliau lalu mulai bertanya kepadaku.
"Kenapa kamu ingin buru-buru pulang, Rav?," tanya ayah Nadine.
"Aku ingin beristirahat sekaligus menenangkan diri di rumahku, pak. Sekarang aku sendirian di rumah itu, jadi di rumah itu aku bisa menenangkan diri dengan tenang," ucapku.
Ayahku dan ayah Nadine pun langsung terdiam setelah mendengar perkataanku. Setelah itu, disaat mereka masih terdiam, aku pun langsung pamit ke mereka.
"Ya sudah, pak, pah, aku pulang dulu ya," ucapku.
Setelah aku mengatakan itu, ayahku yang sebelumnya terdiam tiba-tiba mengatakan sesuatu kepadaku.
"Ya sudah jika kamu ingin pulang, Rav. Papah akan mengantarmu ke rumahmu," ucap ayahku.
Aku pun langsung menanggapi perkataan ayahku itu.
"Tidak perlu, pah. Aku naik ojek online saja, papah tetap disini saja sambil berbincang dengan yang lain," ucapku.
Ayahku pun kembali terdiam setelah mendengar perkataanku. Sambil terdiam, ayahku lalu melihat dan memperhatikan wajahku. Setelah melihat wajahku, ayahku lalu kembali berbicara.
"Ya sudah, Rav. Hati-hati ya," ucap ayahku.
"Iya, pah," ucapku.
Setelah aku sudah pamit dengan ayahku, aku lalu pamit kembali dengan ayah Nadine.
"Aku pulang dulu, pak," ucapku.
"Iya, hati-hati. Jangan lupa untuk memakan makanan yang disiapkan oleh ibu dan beristirahat," ucap ayah Nadine.
"Iya, pak," ucapku.
Setelah itu, aku pun pamit dengan orang-orang yang masih berkumpul di ruang depan. Setelah aku sudah pamit dengan mereka, aku pun langsung bergegas pergi meninggalkan rumah itu.
Sambil melangkah pergi, aku juga sambil memesan ojek online lewat aplikasi smartphoneku. Setelah sudah memesan ojek online, aku lalu kembali melanjutkan langkahku. Aku melangkah menuju jalan besar yang berada tidak jauh dari rumah orang tua Nadine. Di jalan itu lah yang aku gunakan sebagai tempat jemput driver ojek online yang aku pesan.
Beberapa menit kemudian, ojek online yang aku pesan pun akhirnya sampai. Aku lalu langsung menaiki ojek online itu dan ojek online itu pun langsung melaju untuk mengantarku ke rumahku dan Nadine.
Ojek online itu melaju menuju daerah Jakarta Selatan yang dekat dengan daerah Jakarta Timur, disitulah letak rumahku dan Nadine. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah orang tua Nadine, estimasi waktu tempuh di aplikasi ojek online yang aku gunakan hanya sekitar 25 menit.
Lalu sekitar 25 menit kemudian, ojek online yang aku gunakan akhirnya sampai di sebuah kompleks perumahan. Tidak lama kemudian, ojek online yang aku gunakan itu pun sampai di salah satu rumah yang berada di kompleks perumahan itu. Rumah itu merupakan rumah 2 lantai berukuran sedang dan memiliki sebuah garasi. Rumah itu adalah rumahku dan Nadine.
Setelah sampai di rumahku, aku lalu turun dari ojek online itu dan membayar jasanya. Kemudian, aku langsung masuk ke dalam rumah itu dengan membuka pagar rumah itu terlebih dahulu. Saat aku sedang membuka pagar rumah itu, kebetulan ada tetanggaku yang tinggal di samping rumahku yang baru saja keluar dari rumahnya. Melihatku yang sedang membuka pagar rumahku, tetanggaku itu langsung menghampiriku. Dia yang mengetahui tentang meninggalnya Nadine kemudian menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Nadine. Tetanggaku itu bilang kalau tidak hanya dia saja yang tahu tentang meninggalnya Nadine, melainkan semua penghuni kompleks itu juga tahu. Aku tentunya tahu kalau semua penghuni kompleks akan tahu tentang meninggalnya Nadine meskipun aku tidak memberitahunya. Itu dikarenakan Nadine tewas dalam sebuah kecelakaan dan kecelakaan yang menewaskan Nadine itu diliput oleh banyak media, jadi wajar kalau banyak orang yang tahu.
Lalu setelah menyampaikan belasungkawa, tetanggaku itu lalu bergegas pergi karena dia bilang dia ada urusan yang harus dilakukan. Setelah tetanggaku itu pergi, aku lalu membuka pagar rumahku itu dan bergegas masuk ke pekarangan rumah.
Setelah masuk ke pekarangan rumah, aku lalu bergegas menuju ke pintu rumah. Aku lalu secara tidak sadar langsung membuka pintu rumah itu. Pintu rumah yang aku buka itu pun tidak mau terbuka karena pintu itu memang terkunci. Begitu sadar kalau pintu itu terkunci, aku kemudian mengambil kunci rumah yang ada di saku celanaku untuk membuka pintu rumah yang terkunci itu. Setelah sudah membuka kunci pintu rumah itu, aku lalu membuka pintu rumah itu dan masuk ke dalam.
"Aku pulang," ucapku saat masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah itu sekarang suasananya sangat hening dan sepi. Biasanya ada yang menjawab ucapakanku itu saat aku baru pulang, tetapi kini sudah tidak ada lagi yang menjawab ucapanku itu.
Setelah masuk ke dalam rumah, aku lalu menutup pintu rumah. Kemudian aku berjalan secara perlahan menuju ke meja yang berada di ruang makan. Aku berjalan secara perlahan sambil melihat sekeliling rumah. Di sekeliling rumah itu masih ada banyak barang peninggalan Nadine. Melihat barang peninggalan Nadine membuatku teringat kembali dengan Nadine. Air mata pun kembali keluar dari kedua mataku saat aku teringat kembali dengan Nadine.
Dengan air mata yang masih mengalir keluar, aku kembali melanjutkan langkahku menuju meja yang berada di ruang makan. Aku berjalan dengan lemas menuju meja itu. Lalu setelah sampai di meja itu, aku lalu langsung duduk di kursi yang ada di meja itu. Setelah itu, aku menaruh kantung plastik berisi makanan yang aku bawa di atas meja itu. Setelah menaruh kantung plastik itu, aku lalu menutupi wajahku dengan kedua tanganku. Aku kemudian mulai menangis sambil memanggil nama Nadine.
"Nadine.....*hiks *hiks," ucapku.
-Bersambung