Chereads / Rel Bintang Semesta / Chapter 5 - Chapter 5: Solusi waktu

Chapter 5 - Chapter 5: Solusi waktu

"Hmm. Ini lebih efisien."

Lin memandangi pena bulu yang ia beri sihir sehingga pena itu dapat bergerak di atas buku tulis kosong dengan sedirinya, dengan sorot mata dingin yang nyaris tanpa emosi. Cahaya lembut keperakan memancar dari ujung pena, memantulkan sinar samar di wajahnya, menonjolkan garis rahang tegas dan aura otoritas yang sulit dilawan. Berdiri tegak di depan meja kerjanya, mata Lin, kini menyerupai kristal violet, memantau setiap gerakan pena yang terus menulis di bawah kendali sihirnya.

Ruang kerja itu sunyi. Hanya gesekan halus pena di atas kertas yang sesekali memecah keheningan. Lin menjentikkan jarinya, dan dalam sekejap, ruangan berubah menjadi rapi sempurna. Buku-buku kembali ke tempatnya seperti dipanggil oleh tangan tak terlihat. Sebuah lampu kristal menggantung rendah di tengah ruangan menyala, memancarkan cahaya hangat yang menyelimuti lantai marmer dingin.

Lin menatap pena yang terus menari di atas kertas, lalu bergumam dalam hati, ["Sihir ini masih tahap uji coba. Kalau ada kesalahan, aku tinggal memperbaikinya nanti kalau lagi mood."] Dengan gerakan lembut namun tegas, ia beralih ke sudut ruangan, di mana sebuah cermin besar berdiri, memantulkan sosoknya yang tampak berwibawa. Lin mengangkat tangannya, dan dalam satu gerakan, pakaian kerjanya lenyap, digantikan oleh gaun panjang sederhana berwarna putih.

Renda halus menghiasi ujung lengan panjang serta area leher, bahu, dan dada. Sebuah pita dengan permata violet terikat rapi di pinggang, memberikan kesan elegan tanpa kehilangan kesederhanaannya. Rok panjangnya melambai lembut mengikuti setiap langkah, menciptakan bayangan anggun di atas lantai marmer. Setelah memastikan penampilannya sempurna, Lin keluar dari ruang pribadinya tanpa banyak basa-basi.

Koridor istana kecilnya sunyi. Hanya gema langkah Lin yang terdengar, seperti irama yang mengisi ruang kosong. Setiap pelayan yang berpapasan segera membungkuk dalam diam, menghindari kontak mata. Lin tidak membutuhkan sapaan atau basa-basi—ia menghargai keheningan lebih dari apa pun.

Di ruang administrasi, Eldrin, pejabat keuangan setia, telah menunggunya dengan tumpukan dokumen di meja. Lin mengambil dokumen tersebut tanpa berkata apa-apa, matanya yang tajam menyapu halaman demi halaman, menemukan kejanggalan seperti pemburu yang mengendus jejak mangsa.

"Ketidaksesuaian ini," ucapnya dingin, menunjuk bagian laporan yang mencurigakan. "Selisih kecil, tetapi konsisten setiap bulan. Kau tahu artinya, bukan?"

Eldrin menunduk, wajahnya memucat. "Ampuni saya, Yang Mulia. Saya akan segera menyelidiki dan—"

"Tidak perlu," potong Lin dengan nada datar. Ia meletakkan dokumen itu dengan gerakan penuh kontrol. "Aku akan menangani ini sendiri."

Keesokan harinya, rakyat berkumpul di alun-alun istana, wajah-wajah penuh rasa ingin tahu bercampur ketegangan. Di tengah alun-alun, panggung kayu sederhana berdiri, dan seorang pria dari wilayah Selatan berlutut di atasnya, tangan terikat. Wajahnya menunjukkan ketakutan yang nyata, tetapi ia tahu permohonan apa pun sia-sia.

Lin berdiri di depan panggung, mengenakan gaun putih yang sama. Rambut panjangnya yang anggun melambai ditiup angin pagi. Sorot matanya dingin dan tajam, seperti mata seorang dewi yang memberikan penghakiman tanpa belas kasihan.

"Penggelapan pajak adalah kejahatan terhadap rakyat dan mahkota," suara Lin bergema di alun-alun, tenang namun membawa tekanan yang tak tertahankan. "Dan setiap kejahatan akan menerima balasannya."

Tanpa memberi aba-aba, ia mengangkat tangan. Lingkaran sihir muncul di udara, memancarkan cahaya keemasan yang menyilaukan. Dalam sekejap, kilatan energi menghantam pria itu, menghancurkan tubuhnya menjadi debu tanpa meninggalkan bekas. Tidak ada jeritan, hanya hening yang menyelimuti seluruh alun-alun.

Rakyat menyaksikan tanpa suara. Sebagian besar terdiam dalam ketakutan, tetapi di sisi lain, ada rasa lega yang menyusup di hati mereka. Koruptor yang selama ini menekan mereka telah lenyap, dan keadilan Lin membawa rasa aman yang tak tergantikan.

Tanpa berkata-kata, Lin meninggalkan panggung dengan langkah mantap, punggungnya yang tegak mencerminkan kekuatan seorang penguasa absolut. Di balik dinginnya sikap itu, rakyat tahu bahwa ia adalah pelindung yang tegas. Dalam ketakutan, mereka juga merasa damai, mengetahui bahwa di bawah pemerintahannya, penjabat koruptor tidak akan dibiarkan hidup.