Malam itu Sastra duduk di depan meja belajarnya sambil mengingat ingat kebiasaan Martin dan bagaimana dia berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Dari ingatannya Sastra menemukan beberapa hal menarik yang perlu digaris bawahi. Sejak awal Sastra tau kalau Martin menyukai Isabel, sudah jelas dengan perilakunya kepada Isabel. Di hari Senin pagi saat pelajaran, Sastra melihat Martin yang dekat dengan Isabel memanggilnya dengan nama, "Lena." Lena dari Magdalena, tetapi Sastra sendiri tidak pernah memanggil Isabel seperti itu. Lalu Isabel juga tampak menyambut baik hal itu dan tampak tidak terganggu.
Sastra merasa jika Isabel tidak merasa terganggu berarti itu tidak apa-apa, tetapi dalam waktu yang sama Sastra juga merasa cemburu melihat interaksi mereka yang tampak dekat. Meski, kebanyakan Martin yang tampak mendekati Isabel dan Isabel hanya bersikap pasif. Kadang saat waktu istirahat Martin membelikan Isabel sesuatu mulai dari makanan atau minuman. Sampai Sastra merasa heran, dari mana dia mendapatkan uang sebanyak itu sebagai anak kos-kosan.
Sastra sendiri masih belum memastikan hubungan antara Isabel dan Martin karena di juga belum bertanya apa-apa. Untuk sementara waktu ini dia tidak terlalu banyak berinteraksi dengan Isabel dan menunggu situasi untuk mendingin.
Di hari Selasa tanggal 21 November, ada upacara atau lebih tepatnya apel pagi yang dihadiri semua kelas mulai dari kelas 10 hingga kelas 12. Semua anak berbaris dengan rapi sesuai dengan kelas mereka. Kelas 10 ada di bagian kanan lapangan dekat dengan aula. Lalu kelas-kelas lainnya meneruskan di barisan sebelah kiri sesuai dengan urutan kelas. Sehingga kelas 12 berada di bagian paling ujung jauh dari aula.
Pagi itu matahari bersinar dengan terang dan panas, tetapi anak-anak yang berbaris di lapangan diselamatkan oleh atap indoor yang lebar. Cahaya matahari pun terhalang sehingga menciptakan ruang teduh bagi mereka. Lapangan yang teduh itu memberikan kenyamanan bagi mereka, tetapi dengan kenyamanan itu mereka menjadi asyik mengobrol dan saling bercanda. Seisi lapangan pun penuh dengan suara obrolan yang melebur menjadi satu menciptakan suara seperti gemuruh yang tak henti-henti.
Di pagi itu Sastra turun agak terlambat karena kelasnya juga sangat dekat dengan lapangan. Hanya perlu melalui tangga lalu berjalan sedikit melewati pintu pagar dan dia sudah sampai di lapangan. Di depannya sudah terbentuk barisan kelasnya, dimana yang laki-laki berada di depan dan yang perempuan berada di bagian belakang. Karena turunnya agak terlambat, Sastra pun berada di barisan belakang di depan barisan perempuan.
"Kamu sudah tau siapa calon ketua OSISnya belum?" tanya Fatih yang ada di hadapannya. Lalu Sastra menjawab dengan jujur, "Aku gak tau, mereka kan kelas 11, jadi aku kurang kenal."
"Pokoknya ada 2 yang satu laki-laki namanya kak Devan kalau yang perempuan namanya kak Julia, nanti coba kamu lihat sendiri."
Lalu terdengar suara anak paskibra yang menyiapkan, sehingga Fatih terpaksa menghadap ke depan lagi. Setelah itu apel pun dimulai dan seluruh lapangan langsung menjadi hening, meski masih ada yang berbicara diam-diam. Apel itu berjalan dengan lancar, lalu setelah apelnya selesai semua anak diperintahkan untuk duduk.
Karena semua anak sudah duduk, Sastra yang berada di belakang, jadi bisa melihat apa yang sedang dikerjakan di depan. Beberapa anak OSIS membawa meja dan kursi ke depan. Meja dan kursi itu diletakkan berhadapan dan serong ke arah barisan dengan jarak yang agak jauh. Lalu di antara keduanya terdapat meja lagi dengan 2 kursi. Di samping meja itu diletakkan papan tulis geser yang sudah terpasang amplop berjumlah delapan. Semua itu ditata rapi di belakang podium yang sudah ada sejak awal apel dimulai.
Lalu MC dari acara hari itu pun maju ke depan barisan siswa-siswi dan membuka acara. MC itu berjumlah 2 orang, laki-laki dan perempuan. Mereka berdua berasal dari ekskul Broadcast, jadi sudah tidak diragukan lagi kemampuan public speakingnya. Dengan bersamaan mereka berdua berkata, "Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, shalom, om swastiastu, namo buddhaya, salam kebajikan." Lalu yang mereka melakukan sambutan kepada bapak kepala sekolah, kepada guru-guru semuanya dan anak-anak yang berada dalam barisan. Setelah pembukaan yang dibawakan oleh MC, acara pun dilanjutkan dengan kampanye 2 calon ketua OSIS.
Kampanye pertama diisi oleh Julia yang menyampaikan visi misinya dengan jelas dan lumayan menarik. Meski begitu, Sastra tidak begitu terpukau dan tidak mendapat kesan yang kuat. Pidatonya terasa biasa-biasa saja, padahal Sastra sudah menantikan calon ketua OSIS yang cewek. Namun, mau bagaimana lagi, anak-anak yang lain juga tidak memberikan reaksi yang antusias. Hanya pendukung Julia yang berasal dari jajaran OSIS yang menyorakinya dengan yel-yel dan slogan yang mereka buat. Lalu pidato Julia diakhiri dengan quote yang berhubungan dengan pendidikan.
Lalu Julia duduk di kursi di meja sebelah kiri dari penonton. Setelah kampanye pertama selesai MC pun berkata, "Selanjutnya kita akan menyaksikan pidato dari calon ketua OSIS nomor urut 2, langsung kita panggil saja, Defan!" Dari belakang aula Defan berjalan dengan gagah menuju podium. Dia mengenakan jas khusus untuk OSIS yang berwarna abu-abu berbeda dengan jas yang dikenakan Sastra. Saat berada di atas podium dia berdiri tegak dan memandang ke semua anak dan guru dengan percaya diri.
Dari belakang, Sastra dapat melihat sesuatu yang berkilau. Itu adalah pin bintang milik anggota klub Arcana. Sastra pun membatin, Aku gak nyangka kalau banyak anggota klub Arcana yang punya pengaruh besar, sebelumnya ada Adelard dan sekarang ada Defan. Sebenarnya sekuat apa organisasi Arcana klub ini? Udah kayak Illuminati dan Freemason aja…
Lalu setelah menata kacamatanya Defan memulai pidatonya, "Dunia ini bagaikan genangan air yang tenang, ketika tetesan air mengenai genangan itu maka akan timbullah gelombang air yang mengubah genangan air itu. Maka sama seperti tetesan itu, kita bersama-sama dapat mengubah dunia menjadi lebih baik! Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, selamat pagi, salam sejahtera bagi kita semua, shalom, om swastiastu, namo buddhaya, salam kebajikan. Yang terhormat bapak kepala SMA Negeri 13 Malang, bapak Tengku Atmojo M.Pd. Yang saya hormati bapak ibu jajaran waka dan wakil kepala sekolah SMA Negeri 13 Malang…" Setelah selesai penyambutan dia berkata, "Perkenalkan saya Devan Thrope dari kelas sebelas tujuh sebagai calon ketua OSIS nomor urut 2 periode 2023-2024!"
Setelah memperkenalkan dirinya hampir semua anak bersorak lebih antusias daripada penampilan pidato sebelumnya. Setelah memberikan salam dan penyambutan, dia lanjut memaparkan visi dan misinya selama menjabat sebagai ketua OSIS jika dia terpilih. Visi dan misinya juga tidak jauh berbeda, membahas tentang bagaimana dia akan meningkatkan OSIS dan mensejahterakan warga sekolah SMA 13 dan lain sebagainya. Setelah selesai berpidato dia duduk di kursi yang ada di hadapan Julia.
Salah satu MC pun berkata, "Baik, selanjutnya akan ada debat antara calon ketua OSIS, saya serahkan waktunya kepada kakak Eliz." Eliz sendiri adalah ketua OSIS yang masih menjabat dan akan memimpin jalannya debat antara Julia dan Devan. Lalu Eliz mempersilakan bapak Tenku untuk membuka salah satu amplop yang akan menjadi topik perdebatan nantinya. Setelah itu sesi debat pun dimulai, Julia dan Devan pun saling bertukar argumen membahas topik yang telah ditentukan. Mereka menggunakan kalimat yang profesional dan terdengar indah. Menunjukkan kecerdasan dan wawasan mereka terkait topik yang diperdebatkan.
Tiba-tiba Martin yang berada beberapa jarak di depan Sastra berdiri lalu berjalan ke belakang. Ia meminta izin untuk pergi ke kamar mandi dan diizinkan pergi keluar lapangan. Sastra yang melihat Martin pergi meninggalkan lapangan pun merasa ada yang aneh. Entah kenapa dia merasakan firasat buruk yang membuatnya ingin pergi mengikuti Martin. Lalu setelah 1 menit Sastra berdiri dan meminta izin untuk pergi ke kamar mandi juga. Sastra keluar dari lapangan melewati pintu pagar lalu berjalan menuju kamar mandi yang berada lurus di depan nya. Di kamar mandi lantai 1 ada kurang lebih 4 kamar mandi, 2 yang pintunya bisa tertutup dan bisa digunakan dan 2 lagi kaca di pintunya sudah pecah sehingga tidak bisa digunakan.
Sastra berjalan menyusuri deretan kamar mandi itu dan tidak menemukan siapapun. Semua pintu kamar mandi terbuka menandakan sedang tidak digunakan. Lalu Sastra mencoba masuk dan karena gelap dia menekan saklar lampu. Anehnya lampu di sana tidak bisa menyala, meski sudah berulang kali ditekan. Sastra membatin, Aneh padahal tadi pagi masih menyala pas aku ke kamar mandi, apa jangan-jangan bagian gedung ini lagi mati lampu ya, soalnya di lapangan speaker masih bisa menyala…
Lebih anehnya lagi Sastra tidak menemukan Martin yang seharusnya pergi ke kamar mandi. Lalu Sastra memiliki ide untuk pergi ke kelas, siapa tau Martin sedang mengambil sesuatu di kelas. Namun, saat setengah berjalan di tangga, Sastra berhenti. Dia tidak percaya dengan apa yang sedang dia saksikan. Pupilnya mengecil seraya gelombang emosi membuatnya penuh amarah. Tidak hanya marah, Sastra juga merasa jijik sekaligus memandang hina pada Martin. Dari tangga Sastra dapat melihat Martin yang sedang onani di meja Isabel sambil memandangi pakaian olahraga Isabel yang ia letakkan di atas meja.
Anjing Martin! Ngapain dia melakukan hal itu di sekolah dan ke bajunya Isabel?! Kurang ajar, berani-beraninya dia coli di kelas ketika semua orang lagi di lapangan… Anak anjing kayak dia ini gak bisa dibiarkan terus berlaku seenaknya, aku harus kasih dia pelajaran!
Saat Sastra akan berlari masuk ke dalam kelas untuk menghajarnya, dia pun berhenti saat menyadari sesuatu.
Sek, aku gak bisa langsung menyerangnya… Dia kan anak Triloka yang hampir mengalahkan Agung dalam pertandingan tinju. Gimana aku mau menang lawan orang yang kayak gitu. Cih, cuma kuat badannya doang aja, tapi otaknya rusak. Terus aku harus gimana… Oh, mending aku video in dulu sebelum melakukan hal-hal lain.
Sastra pun menundukkan kepalanya sambil naik ke lantai dua. Saat berada di dekat kelas, Sastra tetap mengendap-ngendap lalu langsung bersandar di bawah jendela yang mengarah ke lorong. Seharusnya Martin menyadari kalau ada seseorang yang sedang berada di balik jendela itu, tetapi dia terlalu menikmati kegiatannya saat itu.
Kemudian Sastra mengeluarkan HPnya dan mulai merekam. Ia memunculkan sedikit kamera HPnya supaya dapat mengabadikan momen itu dalam HPnya. Serta menjaga agar tidak kelihatan dan tidak mengganggu Martin. Dari kamera HPnya Sastra dapat melihat keseluruhan gerakan dan hal yang sedang ia lakukan. Semuanya tertangkap dalam HPnya mulai dari wajah, ekspresi hingga pakaian olahraga Isabel yang tergeletak di atas meja.
Lalu saat klimaks Martin menutup kemaluannya dengan telapak tangan sehingga tidak terciprat kemana-mana. Sejenak dia menatap pada telapak tangan kirinya yang penuh dengan cairan berwarna putih-bening. Wajahnya tampak murung seakan menyesal dengan apa yang sudah ia lakukan. Dia bergumam, "Aku sungguh hina, aku bahkan gak bisa menahan nafsuku…" Lalu Martin berjalan keluar kelas untuk mencuci tangannya di wastafel setelah merapikan pakaian olaharaga Isabel.
Dengan segera Sastra langsung mematikan HPnya lalu merangkak ke kelas X.A yang berada di ujung lorong. Untungnya pintu kelas itu terbuka sehingga ia bisa masuk dan bersembunyi. Martin sama sekali tidak mengetahui keberadaan Sastra yang menyaksikan sekaligus merekam onaninya tadi. Setelah membasuh tangannya dengan sabun hingga benar-benar bersih, dia pun kembali ke kelas untuk mengembalikan pakaian Isabel.
Sastra tetap bersembunyi di kelas X.A hingga mendengar suara langkah kaki Martin yang menuruni tangga. Saat dia sudah yakin Martim sudah pergi, Sastra langsung berdiri, wajahnya merah dengan penuh amarah. Dia memegang erat HPnya sambil mengulang video yang baru dia ambil. Seberapapun dia melihat video itu, sama sekali tidak menghilang rasa marahnya. Yang ada hanya menambah rasa jijik serta kebencian terhadap Martin.
Anjing! Kenapa di saat seperti ini aku gak bisa melakukan sesuatu. Minimal aku harusnya menyerang Martin atau memanggil orang lain, tapi tapi aku tetap diam aja. Seperti waktu itu di MCC saat ada kakaknya Isabel. Aku tau jelas kalau dia yang menyebabkan hidup Isabel penuh penderitaan, tapi aku hanya berdiri mematung dan gak punya nyali. Sekarang pun terulang lagi, kali ini dari temanku sendiri, coli menggunakan baju olahraganya Isabel dan aku… Aku gagal mencegah hal ini terjadi. GAGAL LAGI GAGAL LAGI GAGAL LAGI! Semuanya terjadi karena aku takut, kenapa aku harus takut? Kenapa aku tidak bisa melakukan 1 hal saja yang benar dan menyelamatkan Isabel? Sekarang apa yang harus kulakukan dengan video ini?!
Setelah mencaci maki dirinya sendiri dalam hati akhirnya Sastra kembali turun ke lapangan bergabung ke barisan kelasnya. Di paling belakang sendiri dari barisan laki-laki duduklah Martin yang seakan-akan kejadian tadi tidak pernah terjadi. Lalu Sastra duduk di belakangnya. Martin pun menoleh ke belakang dan bertanya, "Dari mana kamu, Sas?" Dengan tersenyum Sastra menjawab, "Oh aku dari kamar mandi yang ujung deketnya ruang OSIS, biar bisa dapet toilet duduk. Mules banget tadi…" "Oalah, kamu melewatkan debatnya, tadi lumayan seru," kata Martin. Lalu Sastra menjawab, "Iya."
Meski baru saja menyaksikan hal buruk yang dilakukan oleh Martin, Sastra masih saja harus berbohong dan menjaga citranya. Dia tidak bisa tiba-tiba marah dan menghajar Martin tanpa alasan. Tentu alasannya adalah karena Martin telah melakukan hal itu, tetapi apa yang kan orang lain pikir ketika mereka tidak tau apa yang sebenarnya terjadi. Itulah yang dikhawatirkan Sastra, dia hanya bisa menyimpan dendam, kebencian dan rasa jijiknya dalam hati untuk sementara waktu.