Chereads / Chronophobia (Indonesia) / Chapter 46 - Awal Hari yang Indah

Chapter 46 - Awal Hari yang Indah

Seharian itu Sastra berada di dalam kamarnya mengurung diri dan tidak melakukan apa-apa. Dia sama sekali tidak keluar kamar kecuali untuk buang air, tetapi dia tidak sanggup untuk mandi. Entah kenapa tubuhnya demam dan kepalanya pusing, padahal dia sama sekali tidak sakit di hari-hari sebelumnya. Mungkin karena kondisi mental dan pikirannya yang menurun menyebabkan penurunan kesehatannya juga. Bella pelayannya, mwengantarkan makanan dan meletakkannya di kamar Sastra. Namun, dari makanan yang disajikan itu Sastra hanya mengkonsumsi 1 per 3 dan tidak memakan sisanya. 

Ruangan itu gelap karena gordennya ia tutup sehingga hanya ada dirinya dan Sasbel. Dengan wajah yang pucat Sastra memandang ke arah Sasbel dan berkata, "Menurutmu yang kulakukan ini bener atau salah, Sasbel? Aku cuma mau melindungi Isabel… Bukan, mungkin aku memang gak suka sama Martin, cemburu dan benci padanya. Alasan untuk melindungi Isabel juga mungkin kebohongan yang kubuat? Tapi apa aku bener-bener bohong? Aku cuma, aku gak tau…" 

Sasbel yang hanya burung merpati, tentu dia tidak bisa menjawabnya. Sastra tampak seperti orang gila yang berbicara pada burungnya, tetapi siapa lagi Sastra bisa mengatakan ini? Kepada orang tuanya, temannya atau kepada Isabel? Apa jaminan mereka tidak akan bereaksi buruk dan akan merugikan Sastra. Tentu mereka akan melaporkan Sastra sebagai pelaku penyebaran video itu yang menyebabkan Martin bunuh diri. "Seandainya aku punya sihir atau sulap yang nyata dan bisa memperbaiki situasi ini, atau mungkin aku bisa kembali ke masa lalu. Pasti semua ini tidak akan terjadi…" 

Tiba-tiba terlintas sesuatu di pikiran Sastra, Tunggu, bukti apa aja yang aku tinggalkan yang bisa ditelusuri oleh polisi? Seharusnya sekarang mereka sudah melakukan investigasi… Rekaman cctv yang menunjukkan wajahku saat ganti baju belum dihapus.

Sastra langsung bisa merasakan bulu kuduknya berdiri saat mengingat itu. Jika polisi mencermati rekaman cctv itu dan menemukan kejanggalan saat Sastra membawa tas ke kamar mandi maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar. Dia pun bergumam, "Besok aku harus ke sekolah, banyak hal yang belum beres." 

Keesokan harinya Sastra datang ke sekolah dengan diantar oleh kakaknya. Dia tidak membawa tas dan tidak membawa sepeda listrik birunya. Semua itu tertinggal di sekolah, entah bagaimana keadaanya sekarang. Sastra pun turun dari sepeda motor itu sambil berkata, "Makasih sudah nganter." "Oke, kalau memang masih sakit pulang aja," kata Ayu. Kemudian dia mengendarai motornya pergi dari sana. 

Sastra sempat mendapatkan pesan dari Levin kemarin yang menanyakan tentang keadaannya. Lalu dia menjelaskan kalau sedang sakit demam. Levin juga mengirimkan foto tasnya yang masih tertinggal di sekolah dan Sastra meminta tolong untuk menyimpannya di kelas supaya aman karena hari ini dia akan masuk. 

Langkah Sastra berhenti saat melihat 2 orang yang berseragam polisi sedang berbicara dengan guru di lobby. Salah satu polisi itu adalah perempuan dan satunya lagi adalah laki-laki. Tidak salah lagi mereka berdua adalah detektif Ranu dan asistennya Lydia. Sastra merasa takut sekaligus heran karena kedua polisi itu datang sebelum sekolah dimulai. Sastra tidak mau mengambil resiko dilihat oleh mereka, sehingga ia mengganti arah dengan melalui lapangan. 

Saat sampai di kelas suasana agak hening, meski sudah banyak anak yang hadir di dalam kelas. Ekspresi mereka tampak cenderung sedih atau murung. Sastra berpikir, Mungkin berita bunuh diri Martin sudah menyebar dan mereka masih berduka. Harusnya mereka baru tau kemarin, pasti mereka juga syok. Tapi aku gak masuk kemarin, jadi gak bisa lihat reaksi mereka pas pertama kali tau.

Levin yang melihat Sastra datang langsung berkata, "Kamu udah masuk Sas, kukira masih sakit. Oh ya, itu tasmu kutaruh di lemari belakang, biar gak ilang." Sastra menjawab, "Makasih," sebelum lanjut berjalan ke belakang. Lalu saat melewati meja Isabel, Sastra berusaha menyapanya, "Halo Isabel, gimana kabarmu?" Isabel yang murung langsung tersenyum padanya dan menjawab, "Baik-baik aja, cuma sedikit sedih… Harusnya kamu istirahat aja di rumah Sas, aku denger kamu yang nemukan dia itu…" "Gak papa, aku lebih baik di sekolah di rumah aku juga sendiri." 

Sastra sedikit kaget saat Isabel yang mau diajak bicara, karena kadang dia menjauhi Sastra dan tidak mau berbicara padanya. Mungkin Isabel merasakan simpati pada Sastra yang harus menyaksikan langsung jasad Martin, tetapi Sastra masih tidak tau perasaan sebenarnya yang dirasakan Isabel. Apakah dia senang Martin mati karena dia telah melecehkan dirinya? Apa dia merasa iba kepada Martin karena dia bunuh diri? Apa dia merasa benci kepada pencuri dan pelaku penyebaran video itu? Atau sebenarnya dia menyukai Martin dan sekarang dia merasa kehilangan dia? Semua pertanyaan-pertanyaan itu terus melintas di pikiran Sastra, karena hasil dari tindakannya menyebarkan video itu, seperti tidak membuat Isabel lebih senang atau bahagia. Justru sebaliknya, sekarang Martin sudah mati bunuh diri dan Isabel tampak sedih.

Sastra pun berjalan ke depan lemari lalu membukanya. Lemari itu sudah ada sejak dulu dan saat dibuka terdengar suara engselnya yang berdecit. Di dasar lemari itu terdapat 2 tas, yakni tas milik Sastra dan tas milik Martin. Saat melihat tas itu Sastra langsung teringat gambaran kondisi kamar Martin saat dia bunuh diri. Tiba-tiba dia merasa mual dan langsung lari ke kamar mandi. Dia muntah di dalam wc hingga perutnya kosong. Kemudian Sastra jongkok di sana dengan wajah yang pucat dan mata berair. Dia membatin, Aku gak kuat lagi… kenapa dia selalu muncul di pikiranku?

Di depan ruang cctv detektif Ranu dan Lydia diantarkan oleh salah satu guru. Lalu guru itu berkata, "Ini tempat rekaman cctvnya pak, silakan bisa dicek. Setelah ini akan ada anak dari klub Arcana yang mendampingi bapak, bisa ditunggu dulu." Kemudian detektif Ranu mengangguk dan masuk ke dalam ruangan itu diikuti Lydia. Di dalam ruangan itu lumayan berantakan, lebih tepatnya banyak barang elektronik yang disimpan di dalam sana. Detektif Ranu duduk di depan komputer yang sudah menyala lalu membuka file-file yang ada di dalam sana. Setelah beberapa saat mengecek rekaman-rekaman itu dia menunjukkan ekspresi yang aneh. 

Rekaman di tanggal 6 ada ada yang dipotong dan banyak yang hilang. Tidak hanya 1 kamera saja, tapi lebih dari 1 kamera yang mengalami hal yang sama. Kecuali 1 kamera… Di kamera ini ada perempuan yang mengenakan kerudung mematikan listrik di bangunan kelas 10. Tunggu, ini kan di dekat kelas 10 dan 12. 

Ranu berbalik dan bertanya pada Lydia, "Martin itu kelas 10 apa?" "Yang saya dapat dari keterangan guru, dia itu kelas X.B," jawabnya. Lalu detektif Ranu mencermati denah sekolah yang dikirimkan di HPnya. Di sana terlihat kelas mana saja, ruangan apa saja dan terdapat warna yang membedakan lantai satu dan dua. 

Kelas X.B berada tepat di lantai 2 di atas cctv yang merekam perempuan ini. Setelah rekaman ini semua cctv di daerah itu juga mati, sebelum akhirnya dinyalakan lagi keesokan harinya. Mungkin di saat itulah HP Martin dicuri oleh perempuan yang mematikan listrik itu. Berarti pelakunya adalah perempuan? Mungkin, tapi apa motif dibalik aksinya? Jika dia hadir saat merekam video Martin onani berarti ada kemungkinan dia merasa cemburu sehingga dia menyebarkan video ini. Tapi kenapa membuat rencana serumit ini dan gak dilabrak langsung?

Tiba-tiba pintu ruangan itu diketuk lalu terbuka. Terlihat seorang gadis yang tinggi mengenakan cardigan hitam dan kacamata berdiri di depan pintu. Lalu Yunita berkata, "Permisi pak bu, saya Yunita ditugaskan untuk menemani dan membantu jika membutuhkan sesuatu atau ingin mencari tau sesuatu. Boleh saya masuk?" Ranu pun mengingat guru yang mengantarnya tadi pernah mengatakan bahwa ada salah ketua klub Arcana yang akan memandu mereka selama penyelidikan di SMA 13. 

Kemudian Yunita masuk ke dalam ruangan itu sambil membawa cermin oval berukuran sedang dengan ornamen emas di pinggirnya. Yunita dan Lydia pun saling bertukar senyum dan akhirnya mereka berdiri berdampingan di belakang Ranu. Mumpung ada kehadiran Yunita dia bertanya, "Namamu Yunita kan, aku butuh video Martin yang disebarkan, sejak kemarin aku belum mendapatkan videonya." Yunita pun tampak agak malu mendengar permintaan itu. Lalu dia menjawab, "Saya ada pak, tapi videonya agak kurang senonoh…" 

"Tidak apa-apa, ini untuk penyelidikan kalau tidak kutonton bagaimana aku bisa membuat deduksi yang akurat? Sini aku mau lihat." Yunita pun langsung mencari video itu di dalam galeri HPnya tempat ia simpan sementara setelah mendapatkannya dari teman-temannya. Detektif Ranu yang menunggu Yunita mencarikan video itu mulai penasaran dengan cermin emas yang Yunita bawa. Tidak normal untuk seseorang membawa cermin kemana-mana, setidaknya mereka akan meninggalkannya di kelas atau di tas. Apalagi saat bertugas menemani penyelidikan resmi yang dilakukan oleh polisi. Sehingga dia bertanya, "Yunita, kenapa kamu membawa cermin itu ke sini? Mau kamu buat apa?" "Oh, ini buat keperluan perempuan pak. Tau sendirilah," jawab Yunita. 

Namun, Ranu masih belum puas dengan jawaban ambigu itu, "Keperluan wanita itu yang kayak gimana?" Yunita pun tampak tersudutkan dengan pertanyaan interogatif dari Ranu. Emosinya tampak jelas dalam ekspresi wajahnya yang tampak bingung mau menjawab apa. Kemudian Lydia pun turun tangan dan berkata, "Sudah detektif, mending fokus pada penyelidikan kasusnya aja, jangan ganggu gadis ini. Maaf ya, Yunita dia memang biasanya begini, jangan khawatir." Yunita hanya mengangguk mendengar perkataan Lydia. 

Beberapa saat kemudian dia menemukan video itu lalu memberikannya pada detektif Ranu sambil berkata, "Ini pak sudah ketemu." Ranu pun mengambil HP Yunita lalu menekan tombol play pada layar HPnya. Dia menonton video itu berkali-kali dengan wajah yang datar. Tidak ada tanda-tanda dia merasa jijik atau emosi apapun selain berpikir. 

Di video ini ada banyak elemen dan yang utama adalah Martin. Di sini dia memakai seragam putih abu-abu. Di atas meja terdapat seragam olahraga, hmm di hari apa mereka pelajaran olahraga? 

Ranu pun bertanya pada Yunita, "Kamu tau hari apa kelasnya Martin pelajaran olahraga?" "Hmm, seinget saya itu hari Senin, iya hari senin seharusnya kelas X.B pelajaran olahraga," jawabnya. 

Sekarang waktu video ini diambil adalah hari Senin, tapi aku menyadari sesuatu yang janggal di video ini. Video ini tidak memiliki audio dan hanya dalam bentuk visual aja. Seperti ada sesuatu yang ingin disembunyikan dari suara-suara… Ah, bisa jadi penyebar video ini ingin menyamarkan waktu tepatnya video ini diambil dengan menghapus suara yang akan membeberkan kapan video ini diambil. Yang pasti suara itu keras sampai bisa terdengar ke dalam video. Di kelas ini juga sepi padahal masih pagi…

Lalu Ranu bertanya lagi, "Apa ada suatu acara di hari senin beberapa minggu belakangan ini?" Yunita menjawab, "Dua minggu yang lalu ada ujian akhir semester dan 1 minggu sebelumnya di hari senin ada pemilihan kampanye ketua OSIS, begitu?" "Oke, aku sudah mengerti situasinya, sekarang aku butuh kesaksian dari siswa-siswi di kelas-kelas sekitar kelasnya Martin dan yang punya hubungan dengannya. Yunita, aku yakin kami punya izin untuk melakukan ini, sekarang tolong siapkan dan sampaikan ini kepada guru yang bertanggung jawab." Yunita tidak memberikan komentar apapun, dia hanya berkata, "Baik pak, akan saya siapkan," kemudian dia mengambil HPnya yang dibawa Ranu dan pergi ke luar ruangan. 

Bu Rima berjalan masuk ke dalam kelas X.B dengan wajah yang serius sambil memegang HP di tangannya. Saat dia berhenti di depan kelas semua anak mulai berhenti bicara dan menatapnya. Dengan nada serius dia berkata, "Perhatian semuanya, pasti kalian sudah mendengar kabar duka tentang meninggalnya Martin. Saya sendiri sebagai guru juga merasa terpukul karena meski dia membuat kesalahan, Martin tetaplah murid saya dan saya sebagai wali kelasnya merasa bersalah karena tidak mampu membantunya. Tetapi, kita semua dapat membantu Martin dengan mencari pelaku penyebar video itu. Yang kalian perlu lakukan hanya bersedia hadir dalam sesi wawancara dengan bapak dan ibu polisi. Tentu kalian tidak perlu khawatir karena ini sama seperti wawancara biasanya. Nanti kalian akan dipanggil satu per satu, jadi mohon partisipasinya, terimakasih ya anak-anak." 

Seluruh di kelas menjadi gempar saat mendengar bahwa nanti akan dipanggil satu per satu untuk diwawancarai. Mereka tau wawancara yang dimaksud adalah interogasi dari polisi. Mereka merasa kalut serta merasa benci kepada Martin karena memulai masalah ini. Di sisi lain mereka merasa sedih karena Martin sudah meninggal bunuh diri. Semua ini menciptakan campuran emosi yang membuat reaksi mereka semakin gempar. 

Salah satu anak pun berkata, "Emangnya kita harus ikut diwawancarai ini bu? Semuanya apa hanya beberapa anak?" Anak yang lain juga berkata, "Nanti apa yang ditanyakan bu? Kita belum siap apa-apa, gimana kalau ada yang salah?" "Iya bu, bagaimana kalau kita ditangkep?" Kelas yang sejenak hening langsung menjadi ramai lagi. Bu Rima pun tidak dapat menghentikan keramaian itu. Dia hanya berkata, "Anak-anak, kalian tidak perlu khawatir, kalian hanya akan ditanyai beberapa pertanyaan saja dan tidak ada yang akan ditangkap." Sayang, perkataannya tidak diindahkan oleh murid-muridnya dan keadaan kelas semakin ramai. 

Hingga akhirnya terdengar ketukan di pintu kelas yang sudah terbuka. Di sana terdapat Yunita yang kemudian berkata, "Permisi bu, saya mau memanggil Sastra untuk ikut saya sebentar."